Salam gan, ane mau bikin trit yang menurut ane penting di ketahui banyak org,ini tentang nasib para atlit setelah hari tua mereka.
jangan lupa di rate gan..
Bagi seorang atlet atau olahragawan, bisa dipuja-puja banyak orang dan dielu-elukan ketika meraih kemenangan tentu saja membawa kebanggaan tersendiri. Belum lagi jika mampu terjun ke kancah olahraga internasional dan mengharumkan nama Bangsa. Namun setelah masa kejayaan mereka berlalu yang terjadi adalah bukannya sebuah penghormatan dan penghargaan, melainkan banyak atlet yang telah mengharumkan nama Indonesia kemudian justru hidup memprihatinkan di masa pensiunnya
ane mau buktiin dulu kalo ini no repost, karena ane udah coba beberapa keyword tp ttp gak ada
Spoiler for no repost:
ini dia para pahlawan kita:
1. MARINA SEGEDI, mantan atlit pencak silat
Spoiler for marina segedi:
Marina Segedi. Mantan atlet pencak silat ini pernah menjadi pahlawan bagi bangsanya. Ia telah mempersembahkan medali emas saat SEA Games di Filipina, 1981, untuk Indonesia.Kini Marina tidak lagi jaya. Ia bukan atlet lagi, dan tentu saja, usianya sudah paruh baya, 47 tahun. Sang juara itu pun harus berjuang keras membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Saat ini ia beralih menjadi sopir taksi.Setiap hari pagi-pagi buta, Marina harus membelah jalanan. Saat kebanyakan orang masih pulas dalam tidurnya, ia sudah harus berangkat ke pool taksi Blue Bird yang terletak di Buaran, Jakarta Timur. Kemudian mencari penumpang menjelajah seantero Jakarta.
Maklum hidup Marina sekarang bisa dibilang pas-pasan. Rumah belum dimilikinya.Apalagi setelah ia berpisah dengan suaminya, Rainer Nurdin, pada 1990. Perempuan yang juga menjadi juara tingkat Asia di Singapura itu, terpaksa harus menghidupi sendiri kedua anak perempuannya yang masih kecil, yaitu Ayu Yulinasari dan Rima Afriani Caroline.Sejak saat itu ia pun mulai kerja apa saja untuk mencari nafkah. Awalnya Marina bekerja sebagai sopir taksi, pada 1991. Namun 3 tahun kemudia ia berhenti. "Setelah berhenti, saya bekerja apa saja. Pernah dagang kue, nasi, sampai jadi peran pembantu di film. Dan Januari 2011 saya masuk lagi ke Blue Bird," ujar Marina kepada detik+.
Sekalipun pernah mengharumkan nama bangsa di tingkat Asia, tidak banyak yang diterima Marina dari pemerintah. Ia mengaku hanya sempat mendapat beasiswa Supersemar selama 1 tahun dari Presiden Soeharto saat itu. Beasiswa yang diterimanya per bulan Rp 100 ribu. Setelah itu tidak ada perhatian apa-apa lagi.
Perhatian pemerintah mampir pada Marina ketika tidak sengaja ia bertemu dengan pegawai Kemenpora bernama Karsono, Juni 2011. Pagi itu Karsono yang tinggal di Kompleks Inkopol, Kranji, Bekasi, naik taksi yang dikemudikan Marina.
Sepanjang perjalanan menuju tempat kerja, Karsono mengetahui sopir taksi yang ditumpanginya ternyata mantan atlet pencak silat yang berprestasi. Marina merupakan peraih medali emas di SEA Games dan kejuaraan Pencak Silat tingkat Asia di Singapura.
"Pak Karsono kemudian bertanya apakah medali-medali itu masih ada. Saya jawab semuanya masih ada. Begitu juga dengan dokumentasi saat saya meraih penghargaan itu," kenang Marina.
Setibanya di Kemenpora, Karsono minta Marina ikut masuk. Marina diajak ke lantai 7 untuk bertemu dengan Yuni Purwanti, yang bertugas mengurusi para mantan atlet.emenpora memang memiliki program tunjangan rumah untuk mantan atlet yang berprestasi. Sayang tidak banyak atlet yang tahu soal program itu. Marina beruntung karena kebetulan bertemu Karsono yang memberitahu dan membantunya untuk mendapatkan tunjangan tersebut.
Marina kemudian diminta membawa medali berikut piagam penghargaan yang pernah ia dapatkan untuk mengurus tunjangan rumah. Wanita blasteran Jerman-Jawa itu selama ini memang masih menumpang di rumah orang tuanya di daerah Bintara, Bekasi Barat.
Namun proses untuk mendapatkan tunjangan rumah sebesar Rp 125 juta memang tidak mudah. Paling tidak ia harus menunggu 3 bulan untuk ditetapkan sebagai mantan atlet yang berhak mendapat tunjangan itu. "Kata Bu Yuni tunjangan itu harus melalui persetujuan beberapa pihak. Jadi saya disuruh berdoa saja," cerita Marina kepada detik+.
Akhirnya pada 9 September 2011, tunjangan rumah dari Kemenpora diterima Marina. Tentu saja tunjangan itu membuatnya senang. Paling tidak tunjangan itu bisa dimanfaatkan Marina sebagai bekal jika sudah tidak lagi menjadi sopir taksi.
Hidup pas-pasan juga dialami Hapsani, peraih medali perak dan perunggu di SEA Games 1981 dan 1983. Bahkan mantan atlet lari estafet 4 x 100 meter ini terpaksa menjual medali yang diperolehnya ke pasar loak di Jatinegara Jakarta Timur, pada 1999.
"Suami saya terpaksa menjual medali-medali itu untuk beli makanan. Sebab saat itu suami saya menganggur," jelas Hapsani yang kini telah berusia 50 tahun.Kondisi perekonomian Hapsani dan suaminya, Muhammad Hatta, memang sangat memprihatinkan. Meski usia keduanya sudah senja, namun hingga saat ini mereka belum juga memiliki rumah. Pasangan ini masih menumpang di rumah orang tua Hapsani di daerah Salemba, Jakarta Pusat.
Untuk menutup kebutuhan sehari-hari, Hapsani bergantung dari penghasilan suami yang bekerja serabutan. Selain itu ia juga berupaya mencari tambahan dengan menjadi pelatih atletik untuk anak-anak di sekitar rumahnya. Penghasilan yang didapat itu tentu saja tidak seberapa.
Kisah Marina dan Hapsani merupakan gambaran nyata betapa tragisnya nasib sejumlah mantan atlet yang dulu pernah berjasa mengharumkan nama bangsa. Mereka terpaksa hidup pas-pasan, membanting tulang untuk menyambung hidup usai pensiun sebagai atlet nasional.
Selain Marina dan Hapsani, sebenarnya masih banyak mantan atlet berprestasi yang nasibnya sengsara. Hanya saja pemerintah mengaku kesulitan untuk mencari informasi keberadaan mereka.
"Kami sulit mencari tahu keberadaan mereka sebab alamatnya sudah berubah. Kami berharap masyarakat yang mengetahui ada mantan atlet berprestasi yang hidupnya susah segera laporkan ke Kemenpora," kata Menpora Andi Mallarangeng.
Ketua Ikatan Atlet Nasional Indonesia (IANI) Icuk Sugiarto menilai pemerintah kurang serius memperhatikan nasib para atlet. Bila pemerintah serius, sebenarnya mudah saja menemukan atau mencari tahu nasib para mantan atlet yang dulu pernah meraih prestasi.
"IANI saja yang berdiri sejak 2005 memiliki database nama-nama atlet dari tahun 1951 sampai sekarang. Kan aneh kalau pemerintah yang punya infrastruktur justru tidah tahu data para atletnya. Apalagi atlet-atlet yang dulu berprestasi," ujar Icuk, yang juga mantan atlet bulutangis.
Menurut catatan IANI, pada 2007 terdata setidaknya atlet yang pernah meraih medali emas di tingkat SEA Games jumlahnya 1.500 orang. Untuk tingkat Asean Games jumlahnya sekitar 90 orang, dan tingkat dunia jumlahnya kurang dari 75 orang. Belum lagi peraih medali perak dan perunggu.
foto foto marina segedi
Spoiler for marina segedir:
Spoiler for marina segedi:
Spoiler for marina segedi:
Spoiler for marina segedi:
Spoiler for marina segedi:
2. LENNI HAENI, mantan atlit dayung
Spoiler for lenny haeni:
Pekerjaan ibu Lenny ini hanya sebagai buruh cuci dan serabutan padahal Prestasi ibu ini sangat gemilang dengan mengharumkan nama bangsa. Ia pernah menyabet 20 medali untuk Indonesia. Pada Sea Games yang diselenggarakan di Jakarta tahun 1997 ia menyabet 3 medali emas dan 1 medali perak. Pada kejuaraan dunia perahu naga di Hongkong, ia kembali mendapatkan 3 medali emas. Dalam kejuaraan Asia di Teipei tahun 1998, ia pun membawa pulang 1 medali emas. Pada kejuaraan terbuka di Australia ia juga mendapatkan 1 medali emas. Di Sea Games terakhirnya pada tahun 1999 di Brunei Darussalam, ia menggondol 1 medali emas dan 1 medali perak. Beliau juga pernah dinobatkan sebagai juara dunia dayung perahu naga.
Spoiler for foto lenny haeni:
3.ELIAS PICAL, mantan petinju nasional
Spoiler for elias pical:
Jika ditanya siapakah petinju kelas dunia kebanggaan Indonesia, anda pasti akan teringat Chris John. Ia memang kerap mengharumkan nama bangsa dan kini dikenal sebagai atlet sekaligus selebritas karena kerap membintangi iklan minuman berenergi. Tetapi tahukah anda bahwa sebelum kehadiran Chris John, Indonesia juga mempunyai seorang legenda tinju bernama Elias Pical? Berlatih tinju semenjak umur 13 tahun, Elias Pical kemudian tumbuh menjadi seorang juara dunia yang dipuja-puja masyarakat. Pukulan hook dan uppercut kirinya yang terkenal cepat dan keras itu membuatnya dijuluki sebagai “The Exocet”, merujuk pada nama sebuah rudal buatan Perancis yang terkenal pada masa jaya Pical saat itu. Atas kemenangannya pada Kejuaraan OPBF 19 Mei 1984, Pical berhasil menjadi petinju professional pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar Internasional di luar negeri. Setelah itu Pical berhasil menyabet gelar demi gelar bergengsi baik di dalam maupun di luar negeri. Namun nasib baik tidak selalu berpihak kepadanya. Ayah dua anak yang gantung sarung tinju pada tahun 1989 ini mulai dilupakan masyarakat, bahkan pada tahun 2005 ia sempat merasakan dinginnya lantai penjara selama tujuh bulan karena tertangkap melakukan transaksi narkoba ketika menjadi satpam sebuah tempat hiburan.
4. TATI SUMIRAH, mantan atlit bulu tangkis nasional
Spoiler for tati sumirah:
Pada tahun 1975 nama Indonesia diharumkan dalam ajang bulu tangkis paling bergengsi dunia. Srikandi yang mengharumkan nama bangsa tersebut adalah Tati Sumirah, yang mengantarkan tim bulu tangkis single putri merebut Piala Uber dan sekaligus merebut perhatian masyarakat atas sosoknya yang mengagumkan. Pada masa keemasannya dulu ia juga dikenal sebagai atlet yang selalu meraih emas di arena Pekan Olahraga Nasional (PON). Namun setelah gantung raket pada tahun1981, kehidupannya berubah drastis. Selama berpuluh-puluh tahun Tati Sumirah bekerja di sebuah apotek di daerah Tebet, Jakarta Selatan sebagai Kasir. Jika bukan karena kebaikan hati Rudi Hartono (pengusaha yang juga juara All England delapan kali) yang menawarinya bekerja di perusahaan Oli miliknya, mungkin sampai sekarang profesi itu masih dilakoninya. Kini semua medali kebanggaannya Ia taruh dalam sebuah kotak berdebu. Tati mengaku ia kerap merasa sedih jika mengingat masa kejayaannya dulu. Walaupun begitu, Ia tidak pernah menyesal menjadi atlet. Ia hanya berharap pemerintah bisa lebih menghargai jasa atlet nasional dan memberikan tunjangan hidup yang layak
5.BUDI SETIAWAN, mantan atlit taekwondo nasional
Spoiler for budi setiawan:
Budi Setiawan adalah seorang mantan atlet taekwondo yang berbakat. Ia pernh menjuarai berbagai kejuaraan tekwondo baik di dalam maupun di luar negeri. Namanya bahkan tercatat di Museum Rekor Dunia Taekwondo Indonesia (MURTI) sebagai Peraih Medali Perak Pertama di Kelas Fly di Men World Taekwondo Championships Barcelona, Spanyol Tahun 1987. Nasib Budi Setiawan selepas pensiun tidaklah terlalu baik. Walaupun telah berhasil meraih medali perunggu di Asian Games ke-10 di Seoul Korea Selatan pada 1986, kehidupannya tidak lantas selalu mulus tanpa hambatan. Budi bahkan pernah terpaksa menggadaikan semua medali yang pernah diperolehnya seharga Rp. 150 ribu untuk biaya pengobatan anaknya. Kini mantan juara Asian Taekwondo Championship dan SEA Games ini harus bekerja sebagai pelatih honorer taekwondo anak-anak SD dan SMP demi menghidupi keluarganya.
6. GURNAM SINGH, mantan atlit lari
Spoiler for gurnam singh:
Gurnam Singh adalah mantan atlet Indonesia yang pernah meraih tiga medali emas pada cabang olahraga lari di perhelatan Asian Sea Games pada tahun 1962. Atas prestasinya tersebut pelari tercepat se-Asia ini diundang sebagai tamu kehormatan Presiden Soekarno dan diganjar hadiah berupa 20 ekor sapi, dua buah mobil, serta sebuah rumah di Gang Sawo, Medan. Tetapi kesuksesannya tersebut tidak bertahan lama. Pada tahun 1972 rumahnya digusur oleh pemerintah daerah karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal tersebut menambah kepedihan dalam hidupnya setelah sebelumnya istrinya membawa pergi keenam anaknya pada tahun 1969. Setelah itu hidupnya semakin tidak menentu. Ia tinggal berpindah-pindah dari satu kerabat ke kerabat lainnya, bahkan pada tahun 2003 Ia sempat menumpang tinggal di sebuah Kuil di Polonia, Medan. Medali-medali yang pernah didapatnya dari berbagai kejuaraan internasional di Rumania, Filipina, dan Malaysia telah dijualnya untuk menyambung hidup. Dengan menggunakan satu-satunya sepeda tua yang Ia miliki sebagai kendaraan, pria berusia 80 tahun ini kini hidup dengan mengandalkan belas kasihan dan bantuan dari kerabat maupun orang-orang yang mengenalnya.
7. SURYA LESMANA, mantan atlit sepak bola
Spoiler for surya lesmana:
Jauh sebelum nama Irfan Bachdim atau El Loco dielu-elukan di lapangan hijau, Indonesia mempunyai seorang bintang yang sangat disegani di dunia sepak bola Asia bernama Surya Lesmana. Surya Lesman adalah seorang keturunan Tionghoa yang lahir dengan nama Liem Soei Liang. Pada era 1960-an, Ia mengharumkan nama Indonesia di berbagai kejuaraan di Asia Tenggara dan Asia. Permainannya yang cemerlang bersama timnas selama 10 tahun (1963-1972) memikat pemilik klub Mac Kinan Hongkong. Surya dikontrak selama satu musim, yang tentu saja merupakan suatu kebanggaan bagi PSSI, mengingat sangat jarang pemain Indonesia yang bermain untuk klub luar negeri. Sungguh sangat disayangkan Surya tidak mempersiapkan hari tuanya dengan baik. Akibat terlalu banyak berfoya-foya semasa muda, kini mantan gelandang terbaik negeri ini menjalani masa tua yang pahit dan tidak tentu. Untuk bertahan hidup Ia melatih anak-anak kecil di lingkungannya bermain sepak bola dengan upah seadanya. Ia bahkan pernah menumpang di rumah temannya di kawasan Glodok, Jakarta Barat dan hanya tidur beralaskan kardus. Surya memang pernah menjadi pujaan sekaligus idola banyak orang, tetapi sinar sang bintang itu kini telah redup tergerus kerasnya kehidupan.
*DIAMBIL DARI BERBAGAI SUMBER
SEKIAN DARI ANE GAN, KALO ADA YANG MAU NAMBAHIN SILAHKAN, ANE TEMPATKAN ITU DI PEJAWAN.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK, DAN YANG PALING PENTING