- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kisah Percintaan Dalam Cerita Rakyat Indonesia yang Berakhir Tragis
TS
jegegbulan
Kisah Percintaan Dalam Cerita Rakyat Indonesia yang Berakhir Tragis
Ga cuma yang punya kisah cinta yang tragis yaitu Romeo dan Juliet. Di Indonesia juga punya cerita rakyat yang kisah cintanya berakhir tragis. Langsung aja cekidot gan...
Mendut adalah nama perempuan elok molek yang terlahir dari Desa Trembagi, Pati.
Mendut sejak kecil diasuh oleh Adipati Pati. Pada masa itu Sultan Agung berkeinginan untuk menguasai seluruh wilayah Indonesia. Politik yang dijalankan oleh Sultan Agung, jika usaha bersenjata tak bisa berjalan mulus, maka dijalankanlah usaha persaudaraan dengan perkimpoian. Hal ini yang dia lakukan dengan mengawini putri dari Surabaya. Nah, usaha persahabatan inilah yang hendak dia lakukan. Diutuslah Tumenggung Wiraguna untuk menaklukkan Pati.
Setibanya rombongan Mataram di Pati dan bertemu dengan Adipati, Pati sepakat mengakui kekuasaan Mataram. Sebagai tanda taklukan, Adipati menyerahkan gadisnya kepada Tumenggung Wiraguna. Dipilihlah gadis asuhnya, Mendut. Diboyonglah Mendut ke Tlatah Mataram.
Padahal, Mendut sendiri sudah merajut cinta dengan seorang pemuda bernama Panacitra. Tak rela gadisnya beranjak ke negeri lain, Panacitra pun mengikuti jejaknya ke Mataram. Setibanya di Mataram, Panacitra menyamar jadi pekatik (pegawai yang merawat kuda prajurit dan raja). Lewat jalur itulah Panacitra dan Mendut bisa bertemu melepas rindu.
Mendut sendiri tak sudi bakal disunting oleh si tua Wiraguna. Dibiarkanlah beberapa waktu, agar Si Mendut tumbuh lebih dewasa. Mendut tak sudi hidup di lingkungan keraton. Dia pun diperbolehkan keluar dari lingkungan istana, asalkan, dia bisa mencari nafkah dengan tenaga sendiri.
Nah, Si Mendut pun menyanggupi tantangan ini, dengan menghidupi diri sendiri dengan berjualan rokok. Setiap pria, baik muda maupun tua, sangat tersihir oleh pesona kecantikan Mendut. Rokoknya laris manis. Apalagi, rokok bekas sedotan bibir Si Mendut. Akan terasa lebih manis dan sedap.
Akhirnya hubungan Mendut-Panacitra terendus juga oleh Wiraguna. Tak terima hadiah yang diberikan oleh Kadipaten Pati ini direnggut oleh seorang pemuda desa rendahan, seorang tumenggung pun bisa bermata gelap. Ditantanglah Panacitra duel maut oleh Wiraguna. Karena Panacitra hanyalah pemuda yang minim pengalaman tarungnya, dan Wiraguna adalah tumenggung yang sarat pengalaman, bisa ditebak hasil pertandingan yang tak seimbang ini.
Panacitra tewas dengan dada tertembus keris. Mendut pun meratap dan keluarlah sumpah dari mulutnya, bahwa Wiraguna, walau bagaimanapun, tak akan bisa memilikinya. Dicabutlah keris yang menancap dari tubuh kekasihnya, dan diakhirilah hidupnya sendiri dengan menghunus keris ke dadanya sendiri.
Kisah cinta nan mengharukan antara Datu Museng dan Maipa Deapati ini berangkat dari cerita rakyat yang sangat populer dikalangan masyarakat Makassar.
Kisah percintaan Datu Museng dan Maipa Deapati ini berawal ketika Addengareng kakek dari Datu Museng melarikan diri bersama cucunya menyebarangi lautan nan luas menuju ke negeri sumbawa, akibat dari politik adu domba yang dilancarkan penjajah belanda di tanah Gowa, yang membuat bumi Gowa bergejolak dan tidak kondusif lagi untuk dijadikan tempat tinggal yang aman.
Di Pulau sumbawa itulah akhirnya Datu Museng tumbuh menjadi seorang yang dewasa dan bertemu dengan Maipa Deapati di Pondok Pengajian Mampewa. Akhirnya tumbuh benih cinta dihati Datu Museng sejak pertama kali melihat sosok Maipa Deapati yang anggun dan mempesona. Namun cinta dari Datu Museng kepada Maipa Deapati menjadi sebuah cinta yang terlarang karena Maipa Deapati telah ditunangkan dengan seorang pangeran Kesultanan Sumbawa, Pangeran Mangalasa.
Setelah kakek Datu Museng mengetahui bahwa cucunya mencintai Maipa Deapati, alangkah terkejutnya sang kakek. Sang kakek dari Datu Museng merasa malu karena merasa bahwa mereka hanyalah sebongkah emas yang telah terkotori oleh lumpur, sedangkan Maipa Deapati adalah Putri Kerajaan Sumbawa.
Datu Museng mengetahui bahwa cintanya kepada Maipa Deapati terhalang oleh tembok yang kokoh, maka atas anjuran sang kakek, berangkatlah Datu Museng ke tanah Mekkah untuk berguru. Disanalah ia mendapatkan ilmu "Bunga Ejana Madina". Kepergian Datu Museng ke tanah Mekah ternyata bukannya membuat kedua insan yang saling mencinta ini menjadi terpisah, melainkan perpisahan itu malah semakin membuat ikatan hati antara keduanya semakin kuat.
Selepas mendapatkan ilmu di tanah rantau Mekkah, maka Datu Museng pulang kembali ke Sumbawa dengan membawa rindu yang sangat besar kepada Maipa Deapati. Sesampainya di Sumbawa ternyata sang kekasih yang dirindukan jatuh sakit, maka Datu Musengpun menolong Maipa Deapati dengan ilmu yang didapatkannya dari tanah Mekkah.
Mendengar kabar bahwa sang tunangan Maipa Deapati mencintai Datu Museng, membuat perasaan cemburu di hati Pangeran Mangalasa bergejolak, Pangeran Mangalasa lantas bersekutu dengan Belanda dengan tujuan untuk membunuh Datu Museng. Tetapi Datu Museng yang teramat sakti itu tak dapat dikalahkan oleh Pangeran Mangalasa dan Belanda.
Akhirnya Datu Museng mendapat restu dari Sultan Sumbawa, merekapun lantas dinikahkan dan Datu Museng diberikan pangkat sebagai Pangllima perang. Belum beberapa lama menikah, berhembus kabar bahwa di Makassar tengah bergejolak kekacauan yang disebabkan oleh pemerintah Belanda yang berkuasa ditanah Makassar. Sultan Lombok lantas meminta Datu Museng ke Makassar untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Maka berangkatlah Datu Museng dan istrinya Maipa Deapati ke tanah Makassar, setibanya di Makassar, Datu Museng mendapatkan tantangan lain karena Kapten dari Belanda itu justru mencintai Maipa Daepati, dan melancarkan berbagai macam serangan kepada Datu Museng untuk merebut Maipa Deapati dari Datu Museng. Akibatnya Datu Musengpun terdesak akibat serangan Belanda tersebut. Namun bagi Maipa Deapati cintanya ke Datu Museng adalah harga mati baginya, ia tidak mengijinkan seorang pun untuk mengambilnya dari Datu Museng. Sang kekasih Maipa Deapati lantas meminta kepada Datu Museng untuk membunuhnya, sebab cintanya kepada Datu Museng hanya untuk Datu Museng seorang, ia merasa lebih biak mati daripada harus menyerahkan dirinya kepada Belanda.
Dengan sangat berat hati Datu Museng lantas mengabulkan permintaan sang istri, iapun lantas menikamkan Badik pusakanya ke leher sang kekasih tercinta. Setelah itu, karena rasa cinta yang dalam kepada istrinya Maipa Deapati, Datu Musengpun lantas melepaskan semua ilmu ilmu yang dimilikinya, membiarkan dirinya dibunuh oleh penjajah Belanda. Kisah inilah yang terus dikenang oleh masyarakat makassar, kisah percintaan Romeo And Juliet Versi Makassar.
Kalau Eropa memiliki roman sedih nan pilu, Romeo dan Juliet, Bali memiliki Jayaprana dan Layon Sari. Kisah Jayaprana merupakan kisah pasangan suami-isteri yang dianggap begitu ideal dimasa Kerajaan Wanekeling Kalianget dulu. Namun karena kecantikan Layon Sari, sang Raja yang memerintah ketika itu berniat untuk mempersunting Layon Sari dan berupaya untuk mengenyahkan Jayaprana.
Jayaprana sendiri merupakan seorang yatim piatu yang kemudian dibesarkan oleh penguasa desa Kalianget. Jayaprana akhirnya harus mati oleh muslihat jahat sang Raja yang mengirimnya ke Bali barat laut untuk bertempur melawan bajak laut. Namun setibanya di Teluk Terima, Patih Sunggaling malah membunuh Jayaprana karena memang diutus oleh Raja. Namun, drama melodramatik terjadi ketika Layon Sari menolak ketika akan dinikahi oleh sang Raja. Layon Sari pun memilih untuk mengakhiri hidupnya menyusul sang suami yang sudah di surga.
Awalnya diceritakan di kahyangan ada sepasang dewa dan dewi yang berbuat kesalahan, maka oleh Sang Hyang Tunggal mereka dikutuk turun ke bumi dalam wujud hewan. Sang dewi berubah menjadi babi hutan (celeng) bernama celeng Wayung Hyang, sedangkan sang dewa berubah menjadi anjing bernama si Tumang. Mereka harus turun ke bumi menjalankan hukuman dan bertapa mohon pengampunan agar dapat kembali ke wujudnya menjadi dewa-dewi kembali.
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan), dalam versi lain disebutkan air kemih sang raja tertampung dalam batok kelapa. Seekor babi hutan betina bernama Celeng Wayung Hyang yang tengah bertapa sedang kehausan, ia kemudian tanpa sengaja meminum air seni sang raja tadi. Wayung Hyang secara ajaib hamil dan melahirkan seorang bayi yang cantik, karena pada dasarnya ia adalah seorang dewi. Bayi cantik itu ditemukan di tengah hutan oleh sang raja yang tidak menyadari bahwa ia adalah putrinya. Bayi perempuan itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang amat cantik jelita. Banyak para raja dan pangeran yang ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permintaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik menenun kain, torompong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah bale-bale. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya, jika perempuan akan dijadikan saudarinya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Akibat perkataannya itu Dayang Sumbi harus memegang teguh persumpahan dan janjinya, maka ia pun harus menikahi si Tumang. Karena malu, kerajaan mengasingkan Dayang Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang. Pada malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud aslinya sebagai dewa yang tampan, Dayang Sumbi mengira ia bermimpi bercumbu dengan dewa yang tampan yang sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang. Maka Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang kuat dan tampan.
Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati menjangan, maka ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk berburu ke hutan. Setelah sekian lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak nampak hewan buruan seekorpun. Hingga akhirnya Sangkuriang melihat seekor babi hutan yang gemuk melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk mengejar babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si Tumang mengenali Celeng Wayung Hyang adalah nenek dari Sangkuriang sendiri maka si Tumang tidak menurut. Karena kesal Sangkuriang menakut-nakuti si Tumang dengan panah, akan tetapi secara tak sengaja anak panah terlepas dan si Tumang terbunuh tertusuk anak panah. Sangkuriang bingung, lalu karena tak dapat hewan buruan maka Sangkuriang pun menyembelih tubuh si Tumang dan mengambil hatinya. Hati si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, suaminya sendiri, maka kemarahannya pun memuncak serta-merta kepala Sangkuriang dipukul dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga terluka.
Sangkuriang ketakutan dan lari meninggalkan rumah. Dayang Sumbi yang menyesali perbuatannya telah mengusir anaknya, mencari dan memanggil-manggil Sangkuriang ke hutan memohonnya untuk segera pulang, akan tetapi Sangkuriang telah pergi. Dayang Sumbi sangat sedih dan memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Untuk itu Dayang Sumbi menjalankan tapa dan laku hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan). Sangkuriang sendiri pergi mengembara mengelilingi dunia. Sangkuriang pergi berguru kepada banyak pertapa sakti, sehingga Sangkuriang kini bukan bocah lagi, tetapi telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat, sakti, dan gagah perkasa. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang Sumbi melakukan tapa dan laku hanya memakan tanaman mentah, maka Dayang Sumbi menjadi tetap cantik dan awet muda. Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa sang ksatria tampan itu adalah putranya sendiri. Lalu kedua insan itu berkasih mesra. Saat Sangkuriang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah putranya, dengan tanda luka di kepalanya, bekas pukulan sendok Dayang Sumbi. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi sekuat tenaga berusaha untuk menolak. Maka ia pun bersiasat untuk menentukan syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung Bukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang (makhluk halus), bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebarkan helai kain boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), maka kain putih itu bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Para guriang makhluk halus anak buah Sangkuriang ketakutan karena mengira hari mulai pagi, maka merekapun lari menghilang bersembunyi di dalam tanah. Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Di puncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lari menghindari kejaran anaknya yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir tertangkap oleh Sangkuriang di Gunung Putri dan ia pun memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang Sumbi pun berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib.
Gimana agan udah jereng baca trit yang panjang ini?
semoga trit ane bermanfaat buat agan2 semua ..
Jangan lupa
yaa gan atau boleh juga 
Spoiler for 1. Roro Mendut dan Panacitra:
Mendut adalah nama perempuan elok molek yang terlahir dari Desa Trembagi, Pati.
Mendut sejak kecil diasuh oleh Adipati Pati. Pada masa itu Sultan Agung berkeinginan untuk menguasai seluruh wilayah Indonesia. Politik yang dijalankan oleh Sultan Agung, jika usaha bersenjata tak bisa berjalan mulus, maka dijalankanlah usaha persaudaraan dengan perkimpoian. Hal ini yang dia lakukan dengan mengawini putri dari Surabaya. Nah, usaha persahabatan inilah yang hendak dia lakukan. Diutuslah Tumenggung Wiraguna untuk menaklukkan Pati.
Setibanya rombongan Mataram di Pati dan bertemu dengan Adipati, Pati sepakat mengakui kekuasaan Mataram. Sebagai tanda taklukan, Adipati menyerahkan gadisnya kepada Tumenggung Wiraguna. Dipilihlah gadis asuhnya, Mendut. Diboyonglah Mendut ke Tlatah Mataram.
Padahal, Mendut sendiri sudah merajut cinta dengan seorang pemuda bernama Panacitra. Tak rela gadisnya beranjak ke negeri lain, Panacitra pun mengikuti jejaknya ke Mataram. Setibanya di Mataram, Panacitra menyamar jadi pekatik (pegawai yang merawat kuda prajurit dan raja). Lewat jalur itulah Panacitra dan Mendut bisa bertemu melepas rindu.
Mendut sendiri tak sudi bakal disunting oleh si tua Wiraguna. Dibiarkanlah beberapa waktu, agar Si Mendut tumbuh lebih dewasa. Mendut tak sudi hidup di lingkungan keraton. Dia pun diperbolehkan keluar dari lingkungan istana, asalkan, dia bisa mencari nafkah dengan tenaga sendiri.
Nah, Si Mendut pun menyanggupi tantangan ini, dengan menghidupi diri sendiri dengan berjualan rokok. Setiap pria, baik muda maupun tua, sangat tersihir oleh pesona kecantikan Mendut. Rokoknya laris manis. Apalagi, rokok bekas sedotan bibir Si Mendut. Akan terasa lebih manis dan sedap.
Akhirnya hubungan Mendut-Panacitra terendus juga oleh Wiraguna. Tak terima hadiah yang diberikan oleh Kadipaten Pati ini direnggut oleh seorang pemuda desa rendahan, seorang tumenggung pun bisa bermata gelap. Ditantanglah Panacitra duel maut oleh Wiraguna. Karena Panacitra hanyalah pemuda yang minim pengalaman tarungnya, dan Wiraguna adalah tumenggung yang sarat pengalaman, bisa ditebak hasil pertandingan yang tak seimbang ini.
Panacitra tewas dengan dada tertembus keris. Mendut pun meratap dan keluarlah sumpah dari mulutnya, bahwa Wiraguna, walau bagaimanapun, tak akan bisa memilikinya. Dicabutlah keris yang menancap dari tubuh kekasihnya, dan diakhirilah hidupnya sendiri dengan menghunus keris ke dadanya sendiri.
Spoiler for :
Spoiler for 2.Datu Museng Dan Maipa Deapati:
Kisah cinta nan mengharukan antara Datu Museng dan Maipa Deapati ini berangkat dari cerita rakyat yang sangat populer dikalangan masyarakat Makassar.
Kisah percintaan Datu Museng dan Maipa Deapati ini berawal ketika Addengareng kakek dari Datu Museng melarikan diri bersama cucunya menyebarangi lautan nan luas menuju ke negeri sumbawa, akibat dari politik adu domba yang dilancarkan penjajah belanda di tanah Gowa, yang membuat bumi Gowa bergejolak dan tidak kondusif lagi untuk dijadikan tempat tinggal yang aman.
Di Pulau sumbawa itulah akhirnya Datu Museng tumbuh menjadi seorang yang dewasa dan bertemu dengan Maipa Deapati di Pondok Pengajian Mampewa. Akhirnya tumbuh benih cinta dihati Datu Museng sejak pertama kali melihat sosok Maipa Deapati yang anggun dan mempesona. Namun cinta dari Datu Museng kepada Maipa Deapati menjadi sebuah cinta yang terlarang karena Maipa Deapati telah ditunangkan dengan seorang pangeran Kesultanan Sumbawa, Pangeran Mangalasa.
Setelah kakek Datu Museng mengetahui bahwa cucunya mencintai Maipa Deapati, alangkah terkejutnya sang kakek. Sang kakek dari Datu Museng merasa malu karena merasa bahwa mereka hanyalah sebongkah emas yang telah terkotori oleh lumpur, sedangkan Maipa Deapati adalah Putri Kerajaan Sumbawa.
Datu Museng mengetahui bahwa cintanya kepada Maipa Deapati terhalang oleh tembok yang kokoh, maka atas anjuran sang kakek, berangkatlah Datu Museng ke tanah Mekkah untuk berguru. Disanalah ia mendapatkan ilmu "Bunga Ejana Madina". Kepergian Datu Museng ke tanah Mekah ternyata bukannya membuat kedua insan yang saling mencinta ini menjadi terpisah, melainkan perpisahan itu malah semakin membuat ikatan hati antara keduanya semakin kuat.
Selepas mendapatkan ilmu di tanah rantau Mekkah, maka Datu Museng pulang kembali ke Sumbawa dengan membawa rindu yang sangat besar kepada Maipa Deapati. Sesampainya di Sumbawa ternyata sang kekasih yang dirindukan jatuh sakit, maka Datu Musengpun menolong Maipa Deapati dengan ilmu yang didapatkannya dari tanah Mekkah.
Mendengar kabar bahwa sang tunangan Maipa Deapati mencintai Datu Museng, membuat perasaan cemburu di hati Pangeran Mangalasa bergejolak, Pangeran Mangalasa lantas bersekutu dengan Belanda dengan tujuan untuk membunuh Datu Museng. Tetapi Datu Museng yang teramat sakti itu tak dapat dikalahkan oleh Pangeran Mangalasa dan Belanda.
Akhirnya Datu Museng mendapat restu dari Sultan Sumbawa, merekapun lantas dinikahkan dan Datu Museng diberikan pangkat sebagai Pangllima perang. Belum beberapa lama menikah, berhembus kabar bahwa di Makassar tengah bergejolak kekacauan yang disebabkan oleh pemerintah Belanda yang berkuasa ditanah Makassar. Sultan Lombok lantas meminta Datu Museng ke Makassar untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Maka berangkatlah Datu Museng dan istrinya Maipa Deapati ke tanah Makassar, setibanya di Makassar, Datu Museng mendapatkan tantangan lain karena Kapten dari Belanda itu justru mencintai Maipa Daepati, dan melancarkan berbagai macam serangan kepada Datu Museng untuk merebut Maipa Deapati dari Datu Museng. Akibatnya Datu Musengpun terdesak akibat serangan Belanda tersebut. Namun bagi Maipa Deapati cintanya ke Datu Museng adalah harga mati baginya, ia tidak mengijinkan seorang pun untuk mengambilnya dari Datu Museng. Sang kekasih Maipa Deapati lantas meminta kepada Datu Museng untuk membunuhnya, sebab cintanya kepada Datu Museng hanya untuk Datu Museng seorang, ia merasa lebih biak mati daripada harus menyerahkan dirinya kepada Belanda.
Dengan sangat berat hati Datu Museng lantas mengabulkan permintaan sang istri, iapun lantas menikamkan Badik pusakanya ke leher sang kekasih tercinta. Setelah itu, karena rasa cinta yang dalam kepada istrinya Maipa Deapati, Datu Musengpun lantas melepaskan semua ilmu ilmu yang dimilikinya, membiarkan dirinya dibunuh oleh penjajah Belanda. Kisah inilah yang terus dikenang oleh masyarakat makassar, kisah percintaan Romeo And Juliet Versi Makassar.
Spoiler for :
3.Lebonna-Paerengan
Sebuah kisah cinta sehidup semati dua sejoli dimabuk asmara yang terjadi sejak zaman kuno (Jauh sebelum Romeo-Juliet di-filmkan) dan telah mengakar dan akan selalu dikenang dalam masyarakat adat Tana Toraja. Kisah cinta antara Lebonna dan kekasihnya Massudilalong Paerengan yang berakhir sangat tragis.
Lebonna dan Paerengan sepakat untuk sehidup semati, namun ketika Paerengan masih di medan perang, Lebonna menerima kabar bahwa Paerengan telah gugur dalam sebuah pertempuran. Teringat akan janji sehidup semati, Lebonna memutuskan bunuh diri namun kemudian Paerengan kembali dari medan perang dalam keadaan hidup. Arwah lebonna, dalam penampakan terhadap seorang pemuda yang sedang mengumpulkan nira, menitipkan pesan kepada Paerengan untuk mengingat janji sehidup semati mereka. Ketika mendengar pesan tersebut, Paerengan memutuskan ikut bunuh diri menyusul kekasihnya.
Sebuah kisah cinta sehidup semati dua sejoli dimabuk asmara yang terjadi sejak zaman kuno (Jauh sebelum Romeo-Juliet di-filmkan) dan telah mengakar dan akan selalu dikenang dalam masyarakat adat Tana Toraja. Kisah cinta antara Lebonna dan kekasihnya Massudilalong Paerengan yang berakhir sangat tragis.
Lebonna dan Paerengan sepakat untuk sehidup semati, namun ketika Paerengan masih di medan perang, Lebonna menerima kabar bahwa Paerengan telah gugur dalam sebuah pertempuran. Teringat akan janji sehidup semati, Lebonna memutuskan bunuh diri namun kemudian Paerengan kembali dari medan perang dalam keadaan hidup. Arwah lebonna, dalam penampakan terhadap seorang pemuda yang sedang mengumpulkan nira, menitipkan pesan kepada Paerengan untuk mengingat janji sehidup semati mereka. Ketika mendengar pesan tersebut, Paerengan memutuskan ikut bunuh diri menyusul kekasihnya.
Spoiler for :
Spoiler for 4. Jayaprana dan Layonsari:
Kalau Eropa memiliki roman sedih nan pilu, Romeo dan Juliet, Bali memiliki Jayaprana dan Layon Sari. Kisah Jayaprana merupakan kisah pasangan suami-isteri yang dianggap begitu ideal dimasa Kerajaan Wanekeling Kalianget dulu. Namun karena kecantikan Layon Sari, sang Raja yang memerintah ketika itu berniat untuk mempersunting Layon Sari dan berupaya untuk mengenyahkan Jayaprana.
Jayaprana sendiri merupakan seorang yatim piatu yang kemudian dibesarkan oleh penguasa desa Kalianget. Jayaprana akhirnya harus mati oleh muslihat jahat sang Raja yang mengirimnya ke Bali barat laut untuk bertempur melawan bajak laut. Namun setibanya di Teluk Terima, Patih Sunggaling malah membunuh Jayaprana karena memang diutus oleh Raja. Namun, drama melodramatik terjadi ketika Layon Sari menolak ketika akan dinikahi oleh sang Raja. Layon Sari pun memilih untuk mengakhiri hidupnya menyusul sang suami yang sudah di surga.
Spoiler for 5. Sangkuriang dan Dayang Sumbi:
Awalnya diceritakan di kahyangan ada sepasang dewa dan dewi yang berbuat kesalahan, maka oleh Sang Hyang Tunggal mereka dikutuk turun ke bumi dalam wujud hewan. Sang dewi berubah menjadi babi hutan (celeng) bernama celeng Wayung Hyang, sedangkan sang dewa berubah menjadi anjing bernama si Tumang. Mereka harus turun ke bumi menjalankan hukuman dan bertapa mohon pengampunan agar dapat kembali ke wujudnya menjadi dewa-dewi kembali.
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan), dalam versi lain disebutkan air kemih sang raja tertampung dalam batok kelapa. Seekor babi hutan betina bernama Celeng Wayung Hyang yang tengah bertapa sedang kehausan, ia kemudian tanpa sengaja meminum air seni sang raja tadi. Wayung Hyang secara ajaib hamil dan melahirkan seorang bayi yang cantik, karena pada dasarnya ia adalah seorang dewi. Bayi cantik itu ditemukan di tengah hutan oleh sang raja yang tidak menyadari bahwa ia adalah putrinya. Bayi perempuan itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang amat cantik jelita. Banyak para raja dan pangeran yang ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permintaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik menenun kain, torompong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah bale-bale. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya, jika perempuan akan dijadikan saudarinya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Akibat perkataannya itu Dayang Sumbi harus memegang teguh persumpahan dan janjinya, maka ia pun harus menikahi si Tumang. Karena malu, kerajaan mengasingkan Dayang Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang. Pada malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud aslinya sebagai dewa yang tampan, Dayang Sumbi mengira ia bermimpi bercumbu dengan dewa yang tampan yang sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang. Maka Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang kuat dan tampan.
Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati menjangan, maka ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk berburu ke hutan. Setelah sekian lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak nampak hewan buruan seekorpun. Hingga akhirnya Sangkuriang melihat seekor babi hutan yang gemuk melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk mengejar babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si Tumang mengenali Celeng Wayung Hyang adalah nenek dari Sangkuriang sendiri maka si Tumang tidak menurut. Karena kesal Sangkuriang menakut-nakuti si Tumang dengan panah, akan tetapi secara tak sengaja anak panah terlepas dan si Tumang terbunuh tertusuk anak panah. Sangkuriang bingung, lalu karena tak dapat hewan buruan maka Sangkuriang pun menyembelih tubuh si Tumang dan mengambil hatinya. Hati si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, suaminya sendiri, maka kemarahannya pun memuncak serta-merta kepala Sangkuriang dipukul dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga terluka.
Sangkuriang ketakutan dan lari meninggalkan rumah. Dayang Sumbi yang menyesali perbuatannya telah mengusir anaknya, mencari dan memanggil-manggil Sangkuriang ke hutan memohonnya untuk segera pulang, akan tetapi Sangkuriang telah pergi. Dayang Sumbi sangat sedih dan memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Untuk itu Dayang Sumbi menjalankan tapa dan laku hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan). Sangkuriang sendiri pergi mengembara mengelilingi dunia. Sangkuriang pergi berguru kepada banyak pertapa sakti, sehingga Sangkuriang kini bukan bocah lagi, tetapi telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat, sakti, dan gagah perkasa. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang Sumbi melakukan tapa dan laku hanya memakan tanaman mentah, maka Dayang Sumbi menjadi tetap cantik dan awet muda. Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa sang ksatria tampan itu adalah putranya sendiri. Lalu kedua insan itu berkasih mesra. Saat Sangkuriang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah putranya, dengan tanda luka di kepalanya, bekas pukulan sendok Dayang Sumbi. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi sekuat tenaga berusaha untuk menolak. Maka ia pun bersiasat untuk menentukan syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung Bukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang (makhluk halus), bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebarkan helai kain boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), maka kain putih itu bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Para guriang makhluk halus anak buah Sangkuriang ketakutan karena mengira hari mulai pagi, maka merekapun lari menghilang bersembunyi di dalam tanah. Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Di puncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lari menghindari kejaran anaknya yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir tertangkap oleh Sangkuriang di Gunung Putri dan ia pun memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang Sumbi pun berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib.

Spoiler for :
Gimana agan udah jereng baca trit yang panjang ini?
semoga trit ane bermanfaat buat agan2 semua ..Jangan lupa
yaa gan atau boleh juga 
Diubah oleh jegegbulan 05-09-2013 15:03
dewisuzanna memberi reputasi
1
13.2K
Kutip
13
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan