Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

izzudindpAvatar border
TS
izzudindp
PKS DAN KONFIRMASI PARTAI DAKWAH

Awal tahun 2013 ini fenomena mencengangkan melanda Partai Keadilan Sejahtera. Partai yang mengusung jargon “Bersih, Peduli dan Professional” ini dihajar skandal kasus suap Impor daging sapi yang menyeret langsung salah satu Pucuk pimpinan PKS, Lutfi Hasan Ishaq, saat itu menjabat Presiden PKS. Operasi tangkap tangan terhadap Lutfi Hasan Ishaq menyebabkan beliau harus ditahan oleh KPK, terlepas dari perdebatan benar atau tidaknya beliau dalam kasus suap Impor daging sapi, Lutfi Hasan Ishaq akhirnya melepas jabatan sebagai Presiden PKS dan digantikan oleh Anis Matta. Gayung bersambut, sesaat setelah Anis Matta diangkat menjadi presiden, orasi politik pertama yang disampaikan adalah tentang Konspirasi besar yang ingin menghancurkan PKS, orasi Anis Matta yang berapi-api ini telah menyalakan api semangat kader-kader PKS diseluruh penjuru nusantara. Semangat yang sebelumnya sempat terkoyak, rasa kecewa, empati, bingung, marah dan keraguan, mewarnai perasaan sebagian besar kader PKS. Semangat itupun menggelora kembali dan para kader PKS di akar rumput tak goyah, mereka tetap bekerja, bahkan Pilkada Jabar dan Pilkada Sumut berhasil dimenangkan oleh PKS. Maka muncullah tema, Badai pasti Berlalu, goncangan politik tidak menyurutkan langkah PKS untuk memenangkan dua Pilkada Daerah yang waktunya memang berdekatan dengan terungkapnya skandal suap impor daging sapi ini.
Cerita diatas adalah episode pertama dari prahara yang dihadapi PKS diawal tahun 2013 ini, Skandal Suap Impor Daging Sapi, telah mencoreng citra PKS sebagai Partai yang bersih dari korupsi. Jargon Bersih, Peduli dan Profesional seolah menguap begitu saja. Skematisasi media pun mendukung pernyataan ini. Sebagian pengamat mengatakan PKS akan mengalami penurunan citra yang berdampak pada penurunan suara di 2014 nanti. Sikap konfrontasi PKS melawan KPK pun menjadi semacam entertainment politik yang asyik untuk diulik. Bahkan saking renyahnya isu ini Media pun sampai terjebak dalam Jurnalisme Picisan yang mengejar popularitas semata dan mengabaikan substansi kasus sebenarnya.
Diserang habis-habisan selama beberapa bulan terakhir, para politikus PKS pun bereaksi dan mengatakan ,” ini bukan Kiamat buat PKS”. Ya! Sah saja PKS mengatakan seperti itu, karena secara entitas mereka sebagai sebuah gerakan dakwah nyaris tidak mengalami perubahan aktivitas akibat turbulensi semacam ini. Aktivitas kader tetap berjalan sebagaimana biasa, meskipun peperangan opini di media sama sekali tidak menguntungkan PKS. Namun yang pasti citra PKS benar-benar telah hancur, floating mass diperkirakan akan banyak yang meninggalkan PKS. Disinilah loyalitas kader-kader PKS yang terkenal militan diuji, sampai Pemilu 2014 nanti sejauh apa kinerja mereka dalam menyampaikan ide dan gagasan PKS pada masyarakat dan seberapa besarkah tingkat signifikansinya. Terlalu dini bicara Pemilu 2014 sekarang, masih banyak kemungkinan yang bisa terjadi, semua parpol (termasuk PKS) akan muai bertempur habis-habisan mulai sekarang, hasil akhir masih bisa berubah tergantung siapa yang bisa mengelola momen dan wacana menuju Pemilu 2014.
Dibalik “badai” yang kini tengah menghantam PKS sebagai sebuah entitas Partai Dakwah ada fakta menarik yang perlu dicemati, bahwa slogan sebagai Partai Dakwah dengan asas Islam dinilai secara moral tidak layak lagi, PKS ternyata tak jauh beda dengan partai sekuler lainnya. Fakta yang tidak bisa dipungkiri adalah PKS juga terjebak dalam politik transaksional, cenderung pragmatis dan oportunis. Hal ini dibuktikan dengan mudahnya tercipta “ruang penjegalan” akibat kebiasaan elite PKS yang terlalu senang memainkan politik transaksional. Skandal suap impor daging sapi yang diduga melibatkan Lutfi Hasan Ishaq (LHI) dengan seorang makelar bernama Ahmad Fathonah adalah buah dari kebiasaan itu. Walaupun kasus ini hanyalah melibatkan oknum PKS dan tidak secara langsung menyeret PKS secara institusi, namun publik akan menilai sama saja. Bahasa hukum dan bahasa opini publik kadang tidak sinergis, seorang LHI akan tetap dilihat publik sebagai PKS dan bukan oknum PKS, meskipun ketika proses peradilan LHI akan tetap bersikap sebagai Individu, publik tidak akan mengenal dan memandang seperti itu.
Publik akan bertanya dan menilai inikah ironi sebuah Partai yang mengklaim diri sebagai partai dakwah ? sama-sama korup dan seneng duit. Ah.. terlalu tergesa-gesa mengambil simpulan semacam ini, namun setidaknya publik pun menangkap adanya perubahan warna di PKS, ada perubahan nilai dari Idealisme politik santun, bersih dan penuh integritas, menjadi politik transaksional dan oportunis. Sikap elit PKS pun sering dikritisi, karena dinilai terlalu bernafsu dengan kekuasaan dan memburu materi semata. Apapun itu PKS sebagai sebuah partai yang lahir pasca Reformasi memang menjadi harapan masyarakat luas, bisa jadi malah jadi harapan terakhir atas semrawutnya perpolitikan negeri ini, maka wajar saja jika ada yang hopeless saat PKS dihajar dengan skandal semacam ini. Sikap PKS dalam mengatasi konflik yang tengah melandanya menjadi parameter sendiri. PKS memiliki soliditas kader yang kokoh, selama para kader PKS dari pusat hingga daerah bisa menunjukkan integritas personal dan membuktikan sebagai harapan, maka PKS akan mampu bangkit bahkan mungkin mengejutkan berbagai pihak yang selama ini mengatakan PKS sudah habis.
Masyarakat Umum dan kader PKS tentu berbeda sikap dalam menghadapi Skandal fitnah ini, akan kelihatan jelas mana yang defensif dan aman yang ofensif, namun setidaknya menarik apa yang disampaikan oleh KH. Rahmat Abdullah Allahuyarham, salah seorang pendiri PKS, “Jangan sampai nanti orang-orang tarbiyah dibenci gara-gara orientasi kekuasaan. Dia tidak boleh berbangga dengan bangunannya, lalu tertidur-tidur tidak pernah mengurus urusan hariannya. Tetap ia harus kembali pada akar masalahnya, akar tarbiyahnya, mahabit, tempat kancah dia dibangun..”. Perkataan ini seolah menjadi early warning bahwa bisa saja kelak kekuasaan dan materi akan menjerumuskan Partai yang dibangun atas nama dakwah ini. Terlalu larut dalam arus politik utama, memang dapat menyebabkan seseorang menjadi lalai dan mudah terpleset bahkan tenggelam dan larut didalamnya. Salah satu Tokoh PKS, Ustadz Nandang Burhanudin, menyikapi fenomena Skandal ini dengan pendapat, “Dalam percaturan politik, orientasinya adalah hasil. Yang tiada lain adalah kekuasaan. Ada benarnya adagium yang mengatakan, berpolitik itu seperti orang masuk toilet. Bau saat di luar. Melangkah begitu hati-hati takut terpeleset. Menutup hidung. Namun ketika sudah masuk dan melakukan transaksi hajat, semua bau dan kehati-hatian itu menjadi tak begitu terasa”.
Masih menurut beliau seiring dengan open mind dari kebijakan dakwah untuk membuka diri, maka PKS pun memang tidak steril dari tipe-tipe pragmatis. Tipe yang berjuang bukan karena idealisme, namun karena ada interest pribadi yang mungkin bisa ia raih saat bergabung dengan PKS. Ini adalah realitas. Kepada kader-kader PKS, jangan pernah menafikan hal ini. “Mengapa masih tidak steril? Karena sistem pengawasan internal PKS pun terlalu sulit menilai seseorang dari niat di lubuk hati. Karena prinsip yang digunakan adalah: Nahkum bidzzhawahir (menghukumi apa yang nampak di permukaan). Sedang yang di dalam hati, diserahkan semua kepada Allah.” tandas beliau menegaskan.
Isu Skandal ini pada akhirnya merembet pada wacana pembubaran PKS, Ini terlalu berlebihan, sebuah sikap yang kurang cerdas dan dewasa dalam menyikapi dinamika politik. Walaupun sempat terjadi distrust pada PKS, bersikap dewasa dan cerdas mutlak ditunjukkan baik oleh kader-kader PKS ataupun publik secara umum. Sekali lagi sikap terlalu defensif kader PKS dengan menafikan ruang-ruang kemungkinan khilaf bukanlah pilihan terbaik, pun terlalu ofensif melawan aparat penegak hukum – dalm hal ini KPK- juga tidak bagus, setidaknya kita perlu sadar PKS ini bukan partai malaikat, bisa saja khilaf, maka biarkanlah proses hukum yang tengah berjalan ini. Jika memang PKS berorientasi pada pembangunan bangsa Indonesia, maka tetap fokus pada agenda-agenda kerja pembangunan, jika citra positif ini masih bisa ditunjukkan, maka harapan publik akan bisa diraih kembali. PKS dikenal sebagai salah satu partai dengan sistem kaderisasi yang solid dan bagus, maka optimalisasi fungsi kader merupakan salah satu sarana untuk menujukkan bahwa PKS masih menjadi harapan bagi bangsa ini.
Mengakhiri tulisan ini menarik memperhatikan pendapat Ustadz Din Syamsudin, selaku ketua umum PP Muhammadiyah, ketika menerima kunjungan para petinggi DPP PKS, “..PKS jangan berkoalisi dalam kesesatan,”. Maka sikap tegas dan mengakhiri sikap politik kompromistik adalah jawaban untuk PKS agar bisa kembali tegar setelah dihajar dengan kasus-kasus skandal macam ini. Selama ini ketika berinteraksi dengan kader-kader PKS baik di tingkat pusat atau daerah, memang tidak tertutup kemungkinan ruang-ruang kesalahan itu bisa saja terjadi, maka kader PKS bisa saja salah, tapi semoga entitas gerakan mereka yang berangkat dari dakwah tidak turut pudar.

Ditulis oleh:
Aulia Mumtaza – Pegiat Aktivitas Pemberdayaan Masyarakat, tinggal di Jakarta
Follow at @aulia_mumtaza

0
1.5K
11
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan