Jakarta - Malam belum begitu larut, Kamis (29/8) lalu. Sebagian pekerja di Jakarta sudah meninggalkan kantor. Salah satunya Hasan Alhabsy, 26 tahun, yang meninggalkan kantornya di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan menuju Cawang di Jakarta Timur.

Melintasi di flyover Kalibata, ia melihat seorang ibu menjadi korban penjambretan oleh dua orang yang mengendarai motor. Peristiwa yang terjadi di depan mata itu membuat Hasan menghentikan motornya. “Saya teriak ke arah orang yang nongkrong pacaran di flyover, ‘berhentiin itu motor, itu jambret’,” kata dia kepada detikcom, Senin (2/9) lalu.

Sayang teriakannya bak tenggelam di telan angin malam. Tak ada satupun orang menghiraukan teriakannya. Padahal saat itu ada sekitar 40-50 motor yang parkir di flyover Kalibata.

“Tak ada satu pun satupun yang berhentiin, padahal ketiga pelaku itu jalan beriringan dengan kecepatan lambat, bahkan penjambretnya sempat noleh ke aku,” kata Hasan.

Tak lama kemudian seorang pria berpakaian seperti polisi lewat dan menegur Hasan. Kepada Hasan si pria itu bertanya tentang peristiwa yang tengah terjadi.

“Saya bilang ada jambret, aku teriak tapi enggak ada yang bantuin. Dia bilang ‘ya sudah bubarin saja yang ada di jembatan itu, pada mabok dan pacaran,” tutur Hasan.

Pria mirip petugas itu pun membubarkan orang yang nongkrong di flyover dan Hasan ikut dari belakang. Namun, setelah pria itu berlalu, muncul 15 orang yang mengendarai motor tanpa helm dan menganiaya Hasan.

Tak hanya pukulan bertubi-tubi, Hasan juga dihujani dengan batu. Wal hasil dia menderita luka di jidatnya dan dua luka di kepala belakang, sehingga harus mendapat sembilan jahitan. Wajahnya pun lebam-lebam.

Kekesalan Hasan rupanya berlanjut. Dalam keadaan terluka, dia melarikan motornya ke pos polisi di depan Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun tak ada satu pun polisi bertugas di sana. Hasan kemudian berniat melapor ke kantor Kepolisian Sektor Pancoran.

Saat hendak meninggalkan pos polisi itulah dia melihat ada mobil patroli polisi. Oleh polisi tersebut Hasan disarankan membuat surat visum terlebih dahulu. “Padahal saya sudah luka, katanya ‘kalau sudah sekarat atau kritis baru dibawa ke rumah sakit dulu, karena masih bisa jalan jadi ke Polsek dulu’,” kata dia menirukan ucapan sang polisi.

Hasan dan polisi itu pun meluncur menuju kantor Polsek Pancoran. Dia nurut saja meski darah masih tetap mengalir dari kepalanya. Dia berharap bisa bertemu salah satu anggota pengeroyok.

Dugannya tak meleset. Saat menuju kantor kepolisian sektor ia melihat salah satu pengeroyok yang tengah duduk di sebuah motor. Melihat ada mobil patroli polisi, pemotor itu malah injak gas dan kabur. Hasan meminta polisi mengejar.

“Polisinya waktu itu bertiga, satu nyupir dan dua siap, jadi harusnya bisa ngejar. Tapi gak ngejar justru aku yang turun dan sempat ngejar,” kata Hasan.

Hasan makin kecewa dengan kinerja polisi, yang dia anggap kian tak peduli dengan nasib korban tindak kejahatan. Mereka seperti enggan menindaklanjuti laporan warga. Bahkan saat Hasan melapor, sang polisi bilang tak ada saksi-saksi mata waktu kejadian.

Rasa tak puas dengan kinerja polisi juga dialami, Janesti, 29 tahun. Pekan lalu dia melapor ke polisi karena menjadi korban pencurian. Polisi pun sempat meminta keterangan Janesti dan melakukan olah tempat kejadian perkara.

Sayang hingga kini pelaku pencurian di kamar kosnya belum berhasil diungkap. “Saya sih berharapnya polisi itu seperti dalam CSI atau 911, begitu kita telpon mereka datang lengkap, lansung dicari pelakunya dan segala macam. Tapi itu hanya di televisi kesayangan Anda,” kata dia.

CSI atau Crime Scene Investigation adalah sebuah serial drama televisi tentang kinerja tim forensik Las Vegas, dan cara-cara mereka menguak sebuah tindak kejahatan.