RMOL. Pemerintah dianggap tidak punya keberanian untuk menasionalisasi aset-aset milik PT Freeport Indonesia. Padahal, keberadaan perusahaan itu selama 21 tahun di Papua tidak memberi kontribusi sedikitpun bagi masyarakat lokal.

"Sekian tahun mereka di Papua, Freeport tidak memberi kontribusi terhadap pendidikan, apalagi rumah sakit. Kalau saja coorporate social responsibility (CSR) Freeport dipakai oleh untuk itu maka tak perlu lagi ada orang Papua pergi ke daerah lain," ujar wakil ketua DPRD Papua Jimmy Demianus Ijie dalam diskusi bertema 'Penanganan Korban Runtuhnya Terowongan Freeport' di gedung DPD RI, Senayan Jakarta, Jumat (24/5).

Jimmy menyayangkan sikap pengecut pemerintah yang terlalu terikat kontrak kerjasama dengan Freeport.

"Problemnya kita tidak punya presiden yang berani. Seperti di negara Bolovia, Venezuela, atau Ekuador. Kuncinya, kita tidak punya kemauan dan kemampuan dari pemerintah untuk menasionalisasi aset asing," katanya.

Menurut Jimmy, peristiwa runtuhnya terowongan Big Gossan yang menewaskan 28 pekerja merupakan salah satu tanda bahwa Freeport harus segera angkat kaki dari Bumi Cendrawasih. Pasalnya, perusahaan asal Amerika Serikat itu semakin memperluas lokasi tambangnya hingga menyentuh tanah-tanah yang dikeramatkan masyarakat.

"Bukan soal tanah adat tidak boleh disentuh, tapi ada lokasi-lokasi tertentu oleh orang Papua tidak boleh disentuh, seperti mata air, gunung, pohon. Itulah peringatan awal bagi Freeport untuk siap-siap. Tentu peringatan juga bagi pemerintah kita bahwa korbannya justru dari rakyat Indonesia," jelas Jimmy.[wid]

sumber