ART|JOG|13 dibuka oleh Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Pembukaan yang meriah ini ditandai dengan berputarnya carousel atau komidi putar karya Iwan Effendi feat. Papermoon Puppet Theatre.

Iwan Effendi feat. Papermoon Puppet Theatre menyulap wajah gedung Taman Budaya Yogyakarta menjadi tampak samping sebuah kapal raksasa. Sebagai seniman yang diangkat oleh ART|JOG untuk mendandani halaman depan Taman Budaya Yogyakarta (commision work), Iwan menggunakan 360 plat yang terbuat dari drum bekas minyak yang disusun selama 10 hari.
Selain itu, di halaman depan terdapat karya yang mencuri perhatian dari Diana P. Harjanti berjudul Little One: setengah ekor paus alumunium yang terlihat seperti sedang melompat masuk ke dalam tanah.

Banyak seniman dan pencinta seni hadir di acara pembukaan ART|JOG|13, diantaranya Oei Hong Djien, Eros Djarot, dan Djoko Pekik yang terlihat melintasi komidi putar karya Iwan Effendi feat. Papermoon Puppet Theatre.

Selain ratusan plat drum yang membentuk dinding kapal raksasa, Iwan Effendi feat. Papermoon Puppet Theatre juga membuat karya berjudul Finding Lunang.
Karya instalasi mixed media ini berbentuk komidi putar dan dipenuhi oleh boneka. Karya berukuran 500 x 500 x 650 cm ini adalah karya yang menyimbolkan tentang pencarian peradaban laut dan kejayaan maritim bangsa Indonesia.

Salah satu sudut ruang pameran ART|JOG|13. Pengunjung sedang menyaksikan video karya T-KA_T-KI (Trinodal Group) berjudul The Vision is Gone…You Can Now Open Your Eyes.

Salah satu karya pemenang Young Artist Award pada ART|JOG|13. Karya ini berjudul Noah’s Ark dan terbuat dari eser concrete steel dan aluminum. Karya yang menggambarkan perahu Nabi Nuh ini dibuat oleh Theresia Agustina Sitompul dari Yogyakarta. Young Artist Award merupakan penghargaan yang diberikan kepada seniman muda terbaik dibawah 33 tahun yang mengikuti ART|JOG. Selain Theresia Agustina Sitompul terpilih juga Michael Buniko Sri Irawan dari Bandung dengan karya berjudul Megatera Nova dan Hari Prasetyo dari Jakarta dengan karya berjudul Behind Territory Lines, Conflict, and Agreement.

Karya instalasi Eko Nugroho berjudul Museum of Mentality. Seniman yang baru saja mengikuti Venice Biennale ke-55 ini dalam karyanya mengangkat mental yang diartikannya sama dengan kejiwaan. Bangsa ini diwujudkan dengan sebuah mental perjuangan untuk kemerdekaan yang besar. Ketika reformasi bergulir, muncul benih-benih demokrasi yang kuat pada bangsa ini. Sayangnya ruang demokrasi ini telah digunakan beberapa pihak sebagai alat pemecah belah bangsa. Eko mengajak kita untuk untuk melepas topeng-topeng berkedok demokrasi yang dibuat beberapa pihak tersebut dan mengembalikan demokrasi yang sehat dan dewasa.

Dan berikut adalah karya-karya yg lain: