- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Surat Terbuka Dari Hong Kong untuk Ustad Solmed
TS
arimanson
Surat Terbuka Dari Hong Kong untuk Ustad Solmed
Agan2 mungkin udah dengar di tipi atau lainnya ttg kasus ustad komersil Solmed dan honor 150 juta nya. nih ane berikan surat dari salah satu TKI yg ada di Hong Kong ke Solmed. mudah mudahan bukan Repost.
Kepada Yth :
Ustaz Solmed
Ustaz Solmed yang terhormat, saya
adalah salah satu TKI Hong Kong
yang terluka dengan pernyataan
ustaz di twitter yang mencurigai
kami (TKI Hong Kong) sebagai
jaringan dari komunis. Saya (masih) memaklumi jika ustaz memasang tarif saat diundang untuk berceramah.
Itu hak ustaz. Pun, saya juga
mengerti jika ustaz membela diri
ketika ustaz dituding menaikkan tarif saat diminta ceramah di Hong Kong, terlepas dari benar atau tidaknya argumen yang ustad
sampaikan. Namun, ketika ustad
“berkicau” di twitter dengan
menyatakan kecurigaan bahwa TKI
Hong Kong merupakan bagian
dari jaringan komunis, maka saya
sebagai bagian dari TKI Hong Kong
merasa terluka, teriris hati saya
mendengar hal ini.
Saya suka menulis, saya
menyampaikan hal ini melalui tulisan dan membroadcastnya di sosmed bukan untuk mencari sensasi, apalagi popularitas. Ini adalah suara hati saya. Sedih tak terkira saya melihat seorang ustad “memerangi” saudara seagamanya dengan bersenjatakan media.
Miris, melihat dan mendengar
pemberitaan beberapa media yang
menurunkan berita timpang (tidak
balance, hanya memaparkan berita
dari pihak ustad Solmed, tidak
berusaha melakukan cross check dengan pihak EO di Hong Kong).
Secara pribadi, saya tidak ada
dendam dengan ustad. Saya pertama kali melihat ustazmelalui tayangan sinetron di televisi (saya lupa judulnya). Tayangan itu saya
saksikan melalui internet. Saya bukan pecinta sinetron, hanya saja saya tertarik menyaksikan sinetron tersebut karena ada Maher Zain yang ikut syuting di dalamnya (sewaktu dia berkunjung ke Indonesia).
Sebagai TKI Hong Kong, saya
memang mengikuti perkembangan
konflik ustad dengan salah satu event organizer (EO) di Hong
Kong yang mengundang ustad untuk berceramah. Namun, saya tak ikut ambil pusing.
Saya bukan bagian dari EO tersebut, dan (tadinya) saya pikir, perselisihan ustad dengan EO tersebut dapat menemui titik temu (damai). Tetapi,
semakin lama, ustad semakin
membuat pernyataan yang tidak-tidak, bahkan cenderung memfitnah. Di infotainment, ustad menyebut angka 150 juta rupiah yang bakalan dikeruk
oleh EO di Hong Kong dari penjualan tiket masuk yang dijual kepada para jamaah.
Ijinkan saya bertanya, dari mana
ustaz dapatkan angka fantastis
tersebut?
Hampir tujuh tahun saya di Hong
Kong dan selama 4 tahun terakhir
ini saya berkecimpung dalam
organisasi yang kadang menjadi EO
suatau acara dengan mengundang
bintang tamu artis dari Indonesia.
Sedikit banyak, saya tahu seluk-
beluk penyelenggaraan acara di
Hong Kong. Untuk gedung di Sheung Wan yang rencananya akan dipakai untuk acara yang sedianya akan ustad hadiri tersebut, setidaknya sudah 3 kali saya memasukinya.
Gedung tersebut merupakan
ruangan berbentuk L yang
kapasitasnya (menurut pengamatan orang awam seperti saya), hanya muat untuk 500 orang (itu juga kalau dijejal-jejal).
Jika tiket masuk dijual seharga 50
(Hong Kong dollar), dan pengajian
diadakan dua sesi, maka hasil dari
penjualan tiket adalah : 50 x 1000
orang = 50.000 (Hong Kong dollar).
Kurs saat ini : HK$ 1 = Rp. 1300
(kurang lebih, karena kurs naik
turun). Jadi, jika ustazmenyebut
angka 150 juta rupiah, maka saya
katakan hal tersebut adalah
AJAIB (kalau tak mau dikatakan
OMONG KOSONG).
Lagipula, angka HK$50. 000 itu
dengan asumsi bahwa tiket terjual
habis (sold out)*. Pada kenyataanya, tidak semua tiket bisa terjual habis.
Dan uang sejumlah itu bisa
dikatakan sangat pas-pasan untuk
membiayai sebuah acara di Hong
Kong. Ini berdasarkan pengalaman
saya selama bergelut
dalam organisasi Forum Lingkar Pena Hong Kong.
Perlu ustaz ketahui, pengajian di
Hong Kong dengan menjual tiket
(entah itu HK$20, 50, atau 100) itu
sudah lazim di kalangan tenaga
kerja Indonesia di Hong Kong ini.
Di Hong Kong ini, memakai mesjid
atau gedung TIDAK BISA GRATIS.
Minimal perlu HK$ 4.000 untuk sewa satu gedung (ini harga sewa gedung di pelosok, kalau di pusat kota minimal bisa dua kali lipatnya).
Belum lagi sewa sound systemnya
(tidak mungkin ‘kan ustad teriak-
teriak atau lari sana-sini agar suara
ustad dapat didengar oleh jamaah
yang hadir).
Harga sewa sound system bisa
berkisar HK$ 5.000 ke atas. Belum
lagi ditambah biaya pembelian tiket pesawat untuk ustad dan manajer ustad, biaya hotel,
konsumsi,transportasi, dll. Jika pun
acara di laksanakan di tempat
terbuka, seperti lapangan Victoria
Park, itu juga harus ada ijin dari
pengelolanya.
Setidaknya, penyelenggara acara
harus membayar uang asuransi pada
pengelola taman jika ingin
menggunakan area tersebut. Hal ini
saya ketahui saat mencari info
tentang
penggunaan lapangan rumput dan
tenda putih atas Victoria Park.
Dan lebih fantastis lagi, sound
system kalau untuk outdoor seperti
di lapangan Victoria Park, harga
sewanya bisa mencapai belasan juta
rupiah. Jadi, jika ustad
mengatakan bahwa dakwah ustad
dijadikan lahan bisnis oleh EO di
Hong Kong, saya sangat meragukan
hal ini.
Karena, yang saya tahu, jika pun
acara pengajian itu memperoleh
keuntungan dari penjulan tiket serta
dana dari kotak amal (yang
diedarkan saat pengajian
berlangsung), maka dana tersebut
tidak akan masuk ke kantong panitia
penyelenggara, melainkan
disumbangkan ke Indonesia, entah
itu untuk pembangunan mesjid,
pesantren, dll.
Mengenai hal ini, mungkin ustaz
bisa bertanya pada EO yang
mengundang ustaz, berapa pondok
pesantren yang sudah mereka biayai
dari uang sisa yang didapat dari
acara pengajian yang mereka
adakan.
Ustad akan lebih tercengang lagi,
jika melihat fakta bahwa
begitu banyak mujahidah di Hong
Kong ini yang rela berpanas-
hujan menjual majalah,
meminjamkan buku melalui
perpustakaan lesehan, menjual
buku, dll demi mendapat
keuntungan 1 atau 2 dolar yang
mereka kumpulkan untuk
kemudian disumbangkan ke
Indonesia.
Bayangkan, mereka rela berlelah-
lelah di hari yang seharusnya
menjadi hari libur mereka. Saya
sendiri pun pernah mengalaminya,
menggeret-geret koper besar berisi
buku-buku untuk dipinjamkan.
Uang penyewaan buku hanya
numpang lewat di tangan saya,untuk
kemudian disumbangkan ke
Indonesia. Jika ustad mengatakan
bahwa seluruh biaya yang
saya sebutkan itu (tiket pesawat,
hotel, dll) sudah ditanggung
oleh sponsor, maka silakan
disebutkan siapa saja sponsor
acara tersebut, berapa banyak uang
yang mereka berikan sehingga bisa
mengcover seluruh biaya tersebut?
Setahu saya, untuk satu event
semisal pengajian, 3 atau 4 sponsor
saja itu belum tentu ada, karena kini
semakin banyak organisasi TKI di
Hong Kong, banyak acara yang bisa
mereka pilih untuk didukung.
Satu sponsor saja, biasanya member
support materi yang tidak begitu
banyak, sekitar HK$500 – HK$ 2.000, sangat jauh untuk bisa menutup biaya-biaya yang harus dikeluarkan.
Saya berbicara berdasarkan fakta.
Menurut pengalaman saya dalam
mencari dana dari sponsor, kadang
dana dari sponsor tidak diberikan
dalam bentuk tunai, tapi berupa
barang yang harus dijual, jadi tidak
berbentuk cash money.
Well, dua pertanyaan itu (dari mana
angka 150 juta itu ustad dapat dan
sponsor mana yang mau mendanai
penuh acara yang akan ustad
hadiri), akan membuktikan
kebenaran dari
ucapan ustad.
Mari bicara fakta, atau diam jika
hanya menimbulkan fitnah,
menyakiti kami (TKI Hong Kong)
yang ustad sebut sebagai “saudara”.
Sekali lagi, saya sangat maklum jika
benar ustad memasang tariff dan
meminta fasilitas ini-itu pada
panitia. Saya juga tidak
menyalahkan
jika ustad (mungkin) berbohong di
media untuk menjaga reputasi
ustad. Itu manusiawi.
Silakan saja, dosa ditanggung ustad
sendiri. Namun, jika konfliknya
melebar sampai ustad
koar-koar di twitter dengan
menyatakan kecurigaan bahwa TKI
Hong Kong adalah jaringan dari
komunis, itu sudah keterlaluan.
Curiga boleh saja, tapi tak harus
berkicau di sosmed tanpa fakta,
tanpa tabayyun, karena itu semua
akan menjadi fitnah yang lebih
kejam dari pembunuhan.
Untuk media-media di Indonesia Di
Indonesia, mungkin nama ustad
Solmed sangat layak jual. Sehingga
otomatis, berita yang menyangkut
dirinya akan menarik bagi
masyarakat.
Namun, setahu saya setiap berita
yang diturunkan haruslah
berimbang, tidak boleh hanya
dari satu sisi saja. Meskipun
narasumber berita jauh, wartawan
harus tetap mengusahakan
untuk mewawancarainya meski hanya
melalui saluran telepon.
Jika si narasumber tidak dapat
dihubungi, maka hal tersebut juga
harus disampaikan kepada
masyarakat, bahwa si
wartawan sudah berusaha
menghubungi, namun hingga saat
berita
diturunkan, narasumber belum
memberikan jawaban.
Silakan menghubungi dan
mewawancarai langsung EO
yang mengundang ustad Solmed ke
Hong Kong, agar berita
yang disampaikan pada masyarakat
tidak berat sebelah, dan tidak
lebay (saya pernah melihat tayangan
infotainment yang menampilan
media yang memuat berita dengan
judul “Astaga, tarif ustad Solmed
150 juta”.
Menurut saya judul
tersebut sangatlah lebay karena
angka 150 juta tersebut bukan tariff
yang dipatok sang ustad, melainkan
angka perkiraan sang ustad dari
penghitungan penjulan tiket yang
dijual oleh panitia). Memang, judul
bombastis bisa menaikkan
berita, tapi akan merugikan media
sendiri jika judul tak sesuai dengan
isi.
Akibatnya, bukan tidak mungkin
media yang seperti itu akan
kehilangan kepercayaan dari
masayarakat yang berimbas pada
kematian media itu sendiri.
TKI di Hong Kong mudah dijumpai
di jejaring social Facebook. Itulah
mengapa, ketika ustad Solmed koar-
koar di Twitter, yang ikut me-retweet
dari kalangan TKI Hong Kong hanya
mempunyai beberapa follower,
karena memang TKI Hong Kong
hanya sedikit saja yang ber-twitter
ria. Kami lebih nyaman di Facebook
karena bisa membaca info-info
menarik dari catatan fans fage,
sharing foto, dll, sedangkan
twitter tidak memungkinkan hal itu,
karena membatasi penulisan hanya
140 karakter saja.
Untuk teman-teman TKI/BMI Hong
Kong, kita adalah satu tubuh, ketika
ada pihak yang menyakiti bagian
dari diri kita, tentu kita akan ikut
terluka. Demikian pula halnya
dengan diri saya. Awalnya saya tak
ingin angkat bicara, malas koar-koar
di sosmed.
Tetapi, saya melihat beberapa aktivis
BMI HK yang biasanya vocal
membela BMI, diam melihat hal ini,
sama sekali tak berkomentar. Dan
yang bukan aktivis, ada saja yang
nyinyir dengan mengatakan bahwa
pengajian harus gratis lah, salah
panitia ngundangnya artis lah, dll.
Untuk yang belum pernah
berkecimpung di organisasi BMI,
tentu pernyataan “gratis” tadi wajar
saja, karena ketidaktahuan mereka
bahwa tidak ada yang gratis di Hong
Kong ini.
Lagipula, tiket dijual kepada mereka
yang bersedia membayar, tak ada
paksaan. Pun dengan kotak amal,
tidak ada paksaan untuk mengisinya.
Saya ungkapkan di sini, event
pengajian yang diadakan berbagai
organisasi BMI di Hong Kong,
tidaklah bertujuan untuk mengeruk
untung ataupun dijadikan lahan
bisnis seperti yang dikatakan
ustaz Solmed. Saudara-saudara kita
berjuang menegakkan agama islam
di negeri non muslim ini.
Jika pun ada yang membisniskan
pengajian, itu adalah oknum, jangan
pernah melakukan generalisir
dengan menyebutkan BMI/TKI
Hong Kong, karena akan sangat fatal
akibatnya, menjadi fitnah yang
menyakiti semua.
Kita bisa saja memaafkan ustad
Solmed atas pernyataannya di twitter
yang mencurigai TKI Hong Kong
sebagai komunis, kita juga bisa
memboikot ustad Solmed dengan
menganjurkan
keluarga kita agar meninggalkan
segala tontonan yang menampilkan
ustad Solmed. Kita adalah kekuatan
yang besar jika bersatu. Kita
dikatakan komunis, komunis itu tak
bertuhan, rela kita dikatakan
demikian?
Untuk teman-teman yang
berkecimpung di
organisasi, terutama dalam bidang
keagamaan, mari jadikan kasus
ini sebagai pelajaran. Selama ini,
mungkin teman-teman tidak pernah
membuat perjanjian (kontrak)
tertulis dengan tamu (ustaz/artis)
yang akan diundang.
Belajar dari hal ini, tawarkanlan
surat perjanjian pada tamu yang
akan diundang. Jika hal itu dianggap
merepotkan, maka gunakan
fasilitas rekam suara di HP. Kita bisa
merekam pembicaraan di HP dengan
sang tamu yang akan diundang.
Atau, simpanlah bukti sms/whatsapp
untuk setiap deal yang teman-
teman lakukan dengan calon tamu.
Jadi, jika di kemudian hari terjadi
konflik seperti ustad Solmed di atas,
teman-teman punya bukti kuat.
Demikian yang ingin saya
ungkapkan. Mohon maaf jika
ada pembaca yang kurang berkenan
dengan tulisan saya ini. Silakan
diluruskan jika da kekeliruan dalam
tulisan saya ini.
Saya Rihanu Alifa, saya TKI Hong
Kong, tidak kenal ustad Solmed, juga
tidak kenal dengan organisasi TKI
Hong Kong yang berseteru
dengannya. Saya tidak memihak
siapapun.
Saya menuliskan hal ini karena
bagaimanapun juga, saya adalah
bagian dari TKI Hong Kong yang
akan terluka jika nama TKI Hong
Kong dinodai. Yang benar hanya dari Allah. Semoga tulisan saya ini
bermanfaat dan ada hikmah
yang dapat dipetik di dalamnya,
tidak menjadi ghibah, apalagi fitnah.
Shatin, 17 Agustus 2013
Salam santun,
Rihanu Alifa
Sori berantakan gan. soalnya suratnya panjang. nah sekarang Solmed pontang panting membela diri dan mengatakan itu fitnah. Med, gak ada asap kalo gak ada api. makin muak ane liat elu med
Kepada Yth :
Ustaz Solmed
Ustaz Solmed yang terhormat, saya
adalah salah satu TKI Hong Kong
yang terluka dengan pernyataan
ustaz di twitter yang mencurigai
kami (TKI Hong Kong) sebagai
jaringan dari komunis. Saya (masih) memaklumi jika ustaz memasang tarif saat diundang untuk berceramah.
Itu hak ustaz. Pun, saya juga
mengerti jika ustaz membela diri
ketika ustaz dituding menaikkan tarif saat diminta ceramah di Hong Kong, terlepas dari benar atau tidaknya argumen yang ustad
sampaikan. Namun, ketika ustad
“berkicau” di twitter dengan
menyatakan kecurigaan bahwa TKI
Hong Kong merupakan bagian
dari jaringan komunis, maka saya
sebagai bagian dari TKI Hong Kong
merasa terluka, teriris hati saya
mendengar hal ini.
Saya suka menulis, saya
menyampaikan hal ini melalui tulisan dan membroadcastnya di sosmed bukan untuk mencari sensasi, apalagi popularitas. Ini adalah suara hati saya. Sedih tak terkira saya melihat seorang ustad “memerangi” saudara seagamanya dengan bersenjatakan media.
Miris, melihat dan mendengar
pemberitaan beberapa media yang
menurunkan berita timpang (tidak
balance, hanya memaparkan berita
dari pihak ustad Solmed, tidak
berusaha melakukan cross check dengan pihak EO di Hong Kong).
Secara pribadi, saya tidak ada
dendam dengan ustad. Saya pertama kali melihat ustazmelalui tayangan sinetron di televisi (saya lupa judulnya). Tayangan itu saya
saksikan melalui internet. Saya bukan pecinta sinetron, hanya saja saya tertarik menyaksikan sinetron tersebut karena ada Maher Zain yang ikut syuting di dalamnya (sewaktu dia berkunjung ke Indonesia).
Sebagai TKI Hong Kong, saya
memang mengikuti perkembangan
konflik ustad dengan salah satu event organizer (EO) di Hong
Kong yang mengundang ustad untuk berceramah. Namun, saya tak ikut ambil pusing.
Saya bukan bagian dari EO tersebut, dan (tadinya) saya pikir, perselisihan ustad dengan EO tersebut dapat menemui titik temu (damai). Tetapi,
semakin lama, ustad semakin
membuat pernyataan yang tidak-tidak, bahkan cenderung memfitnah. Di infotainment, ustad menyebut angka 150 juta rupiah yang bakalan dikeruk
oleh EO di Hong Kong dari penjualan tiket masuk yang dijual kepada para jamaah.
Ijinkan saya bertanya, dari mana
ustaz dapatkan angka fantastis
tersebut?
Hampir tujuh tahun saya di Hong
Kong dan selama 4 tahun terakhir
ini saya berkecimpung dalam
organisasi yang kadang menjadi EO
suatau acara dengan mengundang
bintang tamu artis dari Indonesia.
Sedikit banyak, saya tahu seluk-
beluk penyelenggaraan acara di
Hong Kong. Untuk gedung di Sheung Wan yang rencananya akan dipakai untuk acara yang sedianya akan ustad hadiri tersebut, setidaknya sudah 3 kali saya memasukinya.
Gedung tersebut merupakan
ruangan berbentuk L yang
kapasitasnya (menurut pengamatan orang awam seperti saya), hanya muat untuk 500 orang (itu juga kalau dijejal-jejal).
Jika tiket masuk dijual seharga 50
(Hong Kong dollar), dan pengajian
diadakan dua sesi, maka hasil dari
penjualan tiket adalah : 50 x 1000
orang = 50.000 (Hong Kong dollar).
Kurs saat ini : HK$ 1 = Rp. 1300
(kurang lebih, karena kurs naik
turun). Jadi, jika ustazmenyebut
angka 150 juta rupiah, maka saya
katakan hal tersebut adalah
AJAIB (kalau tak mau dikatakan
OMONG KOSONG).
Lagipula, angka HK$50. 000 itu
dengan asumsi bahwa tiket terjual
habis (sold out)*. Pada kenyataanya, tidak semua tiket bisa terjual habis.
Dan uang sejumlah itu bisa
dikatakan sangat pas-pasan untuk
membiayai sebuah acara di Hong
Kong. Ini berdasarkan pengalaman
saya selama bergelut
dalam organisasi Forum Lingkar Pena Hong Kong.
Perlu ustaz ketahui, pengajian di
Hong Kong dengan menjual tiket
(entah itu HK$20, 50, atau 100) itu
sudah lazim di kalangan tenaga
kerja Indonesia di Hong Kong ini.
Di Hong Kong ini, memakai mesjid
atau gedung TIDAK BISA GRATIS.
Minimal perlu HK$ 4.000 untuk sewa satu gedung (ini harga sewa gedung di pelosok, kalau di pusat kota minimal bisa dua kali lipatnya).
Belum lagi sewa sound systemnya
(tidak mungkin ‘kan ustad teriak-
teriak atau lari sana-sini agar suara
ustad dapat didengar oleh jamaah
yang hadir).
Harga sewa sound system bisa
berkisar HK$ 5.000 ke atas. Belum
lagi ditambah biaya pembelian tiket pesawat untuk ustad dan manajer ustad, biaya hotel,
konsumsi,transportasi, dll. Jika pun
acara di laksanakan di tempat
terbuka, seperti lapangan Victoria
Park, itu juga harus ada ijin dari
pengelolanya.
Setidaknya, penyelenggara acara
harus membayar uang asuransi pada
pengelola taman jika ingin
menggunakan area tersebut. Hal ini
saya ketahui saat mencari info
tentang
penggunaan lapangan rumput dan
tenda putih atas Victoria Park.
Dan lebih fantastis lagi, sound
system kalau untuk outdoor seperti
di lapangan Victoria Park, harga
sewanya bisa mencapai belasan juta
rupiah. Jadi, jika ustad
mengatakan bahwa dakwah ustad
dijadikan lahan bisnis oleh EO di
Hong Kong, saya sangat meragukan
hal ini.
Karena, yang saya tahu, jika pun
acara pengajian itu memperoleh
keuntungan dari penjulan tiket serta
dana dari kotak amal (yang
diedarkan saat pengajian
berlangsung), maka dana tersebut
tidak akan masuk ke kantong panitia
penyelenggara, melainkan
disumbangkan ke Indonesia, entah
itu untuk pembangunan mesjid,
pesantren, dll.
Mengenai hal ini, mungkin ustaz
bisa bertanya pada EO yang
mengundang ustaz, berapa pondok
pesantren yang sudah mereka biayai
dari uang sisa yang didapat dari
acara pengajian yang mereka
adakan.
Ustad akan lebih tercengang lagi,
jika melihat fakta bahwa
begitu banyak mujahidah di Hong
Kong ini yang rela berpanas-
hujan menjual majalah,
meminjamkan buku melalui
perpustakaan lesehan, menjual
buku, dll demi mendapat
keuntungan 1 atau 2 dolar yang
mereka kumpulkan untuk
kemudian disumbangkan ke
Indonesia.
Bayangkan, mereka rela berlelah-
lelah di hari yang seharusnya
menjadi hari libur mereka. Saya
sendiri pun pernah mengalaminya,
menggeret-geret koper besar berisi
buku-buku untuk dipinjamkan.
Uang penyewaan buku hanya
numpang lewat di tangan saya,untuk
kemudian disumbangkan ke
Indonesia. Jika ustad mengatakan
bahwa seluruh biaya yang
saya sebutkan itu (tiket pesawat,
hotel, dll) sudah ditanggung
oleh sponsor, maka silakan
disebutkan siapa saja sponsor
acara tersebut, berapa banyak uang
yang mereka berikan sehingga bisa
mengcover seluruh biaya tersebut?
Setahu saya, untuk satu event
semisal pengajian, 3 atau 4 sponsor
saja itu belum tentu ada, karena kini
semakin banyak organisasi TKI di
Hong Kong, banyak acara yang bisa
mereka pilih untuk didukung.
Satu sponsor saja, biasanya member
support materi yang tidak begitu
banyak, sekitar HK$500 – HK$ 2.000, sangat jauh untuk bisa menutup biaya-biaya yang harus dikeluarkan.
Saya berbicara berdasarkan fakta.
Menurut pengalaman saya dalam
mencari dana dari sponsor, kadang
dana dari sponsor tidak diberikan
dalam bentuk tunai, tapi berupa
barang yang harus dijual, jadi tidak
berbentuk cash money.
Well, dua pertanyaan itu (dari mana
angka 150 juta itu ustad dapat dan
sponsor mana yang mau mendanai
penuh acara yang akan ustad
hadiri), akan membuktikan
kebenaran dari
ucapan ustad.
Mari bicara fakta, atau diam jika
hanya menimbulkan fitnah,
menyakiti kami (TKI Hong Kong)
yang ustad sebut sebagai “saudara”.
Sekali lagi, saya sangat maklum jika
benar ustad memasang tariff dan
meminta fasilitas ini-itu pada
panitia. Saya juga tidak
menyalahkan
jika ustad (mungkin) berbohong di
media untuk menjaga reputasi
ustad. Itu manusiawi.
Silakan saja, dosa ditanggung ustad
sendiri. Namun, jika konfliknya
melebar sampai ustad
koar-koar di twitter dengan
menyatakan kecurigaan bahwa TKI
Hong Kong adalah jaringan dari
komunis, itu sudah keterlaluan.
Curiga boleh saja, tapi tak harus
berkicau di sosmed tanpa fakta,
tanpa tabayyun, karena itu semua
akan menjadi fitnah yang lebih
kejam dari pembunuhan.
Untuk media-media di Indonesia Di
Indonesia, mungkin nama ustad
Solmed sangat layak jual. Sehingga
otomatis, berita yang menyangkut
dirinya akan menarik bagi
masyarakat.
Namun, setahu saya setiap berita
yang diturunkan haruslah
berimbang, tidak boleh hanya
dari satu sisi saja. Meskipun
narasumber berita jauh, wartawan
harus tetap mengusahakan
untuk mewawancarainya meski hanya
melalui saluran telepon.
Jika si narasumber tidak dapat
dihubungi, maka hal tersebut juga
harus disampaikan kepada
masyarakat, bahwa si
wartawan sudah berusaha
menghubungi, namun hingga saat
berita
diturunkan, narasumber belum
memberikan jawaban.
Silakan menghubungi dan
mewawancarai langsung EO
yang mengundang ustad Solmed ke
Hong Kong, agar berita
yang disampaikan pada masyarakat
tidak berat sebelah, dan tidak
lebay (saya pernah melihat tayangan
infotainment yang menampilan
media yang memuat berita dengan
judul “Astaga, tarif ustad Solmed
150 juta”.
Menurut saya judul
tersebut sangatlah lebay karena
angka 150 juta tersebut bukan tariff
yang dipatok sang ustad, melainkan
angka perkiraan sang ustad dari
penghitungan penjulan tiket yang
dijual oleh panitia). Memang, judul
bombastis bisa menaikkan
berita, tapi akan merugikan media
sendiri jika judul tak sesuai dengan
isi.
Akibatnya, bukan tidak mungkin
media yang seperti itu akan
kehilangan kepercayaan dari
masayarakat yang berimbas pada
kematian media itu sendiri.
TKI di Hong Kong mudah dijumpai
di jejaring social Facebook. Itulah
mengapa, ketika ustad Solmed koar-
koar di Twitter, yang ikut me-retweet
dari kalangan TKI Hong Kong hanya
mempunyai beberapa follower,
karena memang TKI Hong Kong
hanya sedikit saja yang ber-twitter
ria. Kami lebih nyaman di Facebook
karena bisa membaca info-info
menarik dari catatan fans fage,
sharing foto, dll, sedangkan
twitter tidak memungkinkan hal itu,
karena membatasi penulisan hanya
140 karakter saja.
Untuk teman-teman TKI/BMI Hong
Kong, kita adalah satu tubuh, ketika
ada pihak yang menyakiti bagian
dari diri kita, tentu kita akan ikut
terluka. Demikian pula halnya
dengan diri saya. Awalnya saya tak
ingin angkat bicara, malas koar-koar
di sosmed.
Tetapi, saya melihat beberapa aktivis
BMI HK yang biasanya vocal
membela BMI, diam melihat hal ini,
sama sekali tak berkomentar. Dan
yang bukan aktivis, ada saja yang
nyinyir dengan mengatakan bahwa
pengajian harus gratis lah, salah
panitia ngundangnya artis lah, dll.
Untuk yang belum pernah
berkecimpung di organisasi BMI,
tentu pernyataan “gratis” tadi wajar
saja, karena ketidaktahuan mereka
bahwa tidak ada yang gratis di Hong
Kong ini.
Lagipula, tiket dijual kepada mereka
yang bersedia membayar, tak ada
paksaan. Pun dengan kotak amal,
tidak ada paksaan untuk mengisinya.
Saya ungkapkan di sini, event
pengajian yang diadakan berbagai
organisasi BMI di Hong Kong,
tidaklah bertujuan untuk mengeruk
untung ataupun dijadikan lahan
bisnis seperti yang dikatakan
ustaz Solmed. Saudara-saudara kita
berjuang menegakkan agama islam
di negeri non muslim ini.
Jika pun ada yang membisniskan
pengajian, itu adalah oknum, jangan
pernah melakukan generalisir
dengan menyebutkan BMI/TKI
Hong Kong, karena akan sangat fatal
akibatnya, menjadi fitnah yang
menyakiti semua.
Kita bisa saja memaafkan ustad
Solmed atas pernyataannya di twitter
yang mencurigai TKI Hong Kong
sebagai komunis, kita juga bisa
memboikot ustad Solmed dengan
menganjurkan
keluarga kita agar meninggalkan
segala tontonan yang menampilkan
ustad Solmed. Kita adalah kekuatan
yang besar jika bersatu. Kita
dikatakan komunis, komunis itu tak
bertuhan, rela kita dikatakan
demikian?
Untuk teman-teman yang
berkecimpung di
organisasi, terutama dalam bidang
keagamaan, mari jadikan kasus
ini sebagai pelajaran. Selama ini,
mungkin teman-teman tidak pernah
membuat perjanjian (kontrak)
tertulis dengan tamu (ustaz/artis)
yang akan diundang.
Belajar dari hal ini, tawarkanlan
surat perjanjian pada tamu yang
akan diundang. Jika hal itu dianggap
merepotkan, maka gunakan
fasilitas rekam suara di HP. Kita bisa
merekam pembicaraan di HP dengan
sang tamu yang akan diundang.
Atau, simpanlah bukti sms/whatsapp
untuk setiap deal yang teman-
teman lakukan dengan calon tamu.
Jadi, jika di kemudian hari terjadi
konflik seperti ustad Solmed di atas,
teman-teman punya bukti kuat.
Demikian yang ingin saya
ungkapkan. Mohon maaf jika
ada pembaca yang kurang berkenan
dengan tulisan saya ini. Silakan
diluruskan jika da kekeliruan dalam
tulisan saya ini.
Saya Rihanu Alifa, saya TKI Hong
Kong, tidak kenal ustad Solmed, juga
tidak kenal dengan organisasi TKI
Hong Kong yang berseteru
dengannya. Saya tidak memihak
siapapun.
Saya menuliskan hal ini karena
bagaimanapun juga, saya adalah
bagian dari TKI Hong Kong yang
akan terluka jika nama TKI Hong
Kong dinodai. Yang benar hanya dari Allah. Semoga tulisan saya ini
bermanfaat dan ada hikmah
yang dapat dipetik di dalamnya,
tidak menjadi ghibah, apalagi fitnah.
Shatin, 17 Agustus 2013
Salam santun,
Rihanu Alifa
Sori berantakan gan. soalnya suratnya panjang. nah sekarang Solmed pontang panting membela diri dan mengatakan itu fitnah. Med, gak ada asap kalo gak ada api. makin muak ane liat elu med
0
2.3K
12
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan