- Beranda
- Komunitas
- Female
- Kids & Parenting
Ditemukan Gen Penyebab Ibu Pemarah


TS
noviaputrii
Ditemukan Gen Penyebab Ibu Pemarah

Quote:
Ilmuwan Amerika Serikat telah mengidentifikasi penyebab seorang ibu bisa menjadi pemarah dan cenderung melakukan kekerasan pada anaknya. Hasil penelitian menunjukkan, adanya varian protein dalam gen seorang wanita memengaruhi perilakunya dalam pengasuhan anak, terutama ketika terjadi masalah ekonomi. Para ilmuwan menemukan 'pengasuhan keras' meningkat selama terjadinya Great Recession pada tahun 2007 sampai 2009 di AS.
“Umumnya, kesulitan ekonomi dianggap sebagai penyebab stres dalam keluarga yang akhirnya menurunkan kualitas pengasuhan,” ujar Dr Dohoon Lee, dari New York University, seperti dikutip laman Daily Mail, hari ini.
Namun rupanya, masalah ekonomi tidak sepenuhnya menjadi penyebab pengasuhan yang keras. Penelitian menemukan, lebih dari setengah orang tua AS memiliki gen yang dikenal sebagai DRD2. Gen ini mengontrol dopamin, perilaku, dan suasana hati yang akhirnya mengatur otak.
Penelitian yang dipublikasikan dalam National Academy of Sciences, mengatakan, variasi gen membuat si ibu bisa bereaksi lebih terhadap lingkungan mereka. Jadi, kondisi keuangan yang memburuk tidak akan memengaruhi pola asuh yang keras jika si ibu tidak memiliki gen sensitif ini.
Profesor Irwin Garfinkel, dari Universitas Columbia, mengatakan, “Temuan ini memberikan bukti lebih lanjut yang mendukung hipotesis anggrek-dandelion.” Manusia bisa dibedakan atas dua tipe kepribadiaan, yakni kepribadian anggrek dan kepribadian dandelion.
Manusia yang memiliki gen sensitif termasuk jenis anggrek. Ia akan layu dan mati pada lingkungan yang buruk, tapi akan berkembang pada lingkungan baik. Sementara itu, manusia dandelion tidak memiliki gen sensitif ini. Jadi, ia akan tetap bertahan di lingkungan apapun, baik lingkungan yang buruk atau lingkungan yang terawat.
“Umumnya, kesulitan ekonomi dianggap sebagai penyebab stres dalam keluarga yang akhirnya menurunkan kualitas pengasuhan,” ujar Dr Dohoon Lee, dari New York University, seperti dikutip laman Daily Mail, hari ini.
Namun rupanya, masalah ekonomi tidak sepenuhnya menjadi penyebab pengasuhan yang keras. Penelitian menemukan, lebih dari setengah orang tua AS memiliki gen yang dikenal sebagai DRD2. Gen ini mengontrol dopamin, perilaku, dan suasana hati yang akhirnya mengatur otak.
Penelitian yang dipublikasikan dalam National Academy of Sciences, mengatakan, variasi gen membuat si ibu bisa bereaksi lebih terhadap lingkungan mereka. Jadi, kondisi keuangan yang memburuk tidak akan memengaruhi pola asuh yang keras jika si ibu tidak memiliki gen sensitif ini.
Profesor Irwin Garfinkel, dari Universitas Columbia, mengatakan, “Temuan ini memberikan bukti lebih lanjut yang mendukung hipotesis anggrek-dandelion.” Manusia bisa dibedakan atas dua tipe kepribadiaan, yakni kepribadian anggrek dan kepribadian dandelion.
Manusia yang memiliki gen sensitif termasuk jenis anggrek. Ia akan layu dan mati pada lingkungan yang buruk, tapi akan berkembang pada lingkungan baik. Sementara itu, manusia dandelion tidak memiliki gen sensitif ini. Jadi, ia akan tetap bertahan di lingkungan apapun, baik lingkungan yang buruk atau lingkungan yang terawat.
sumber: TEMPO
ternyata faktor ekonomi tidak selalu menjadi pemicu emosi ya

Bagaimana Cara Memarahi Anak dengan Bijak?

Quote:
Mendidik anak dengan memarahi mereka ternyata juga membutuhkan teknik khusus. Salah memarahi anak bisa berdampak fatal kepada perkembangan psikologi mereka.
Politikus Zannuba Arifah Chasof mengatakan tak haram jika orang tua merasa marah. Menurutnya, orang tua berhak marah kepada anak untuk memberikan pembelajaran berdisiplin dan agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Tapi, kata wanita yang biasa disapa Yenny Wahid ini, kemarahan diungkapkan dengan perkataan pelan dan bijak, lalu ia mengajak anaknya bicara dari hati ke hati. Kemudian dia biasanya menutup dengan memberikan pelukan dan ciuman. “Ini sebagai tanda, meski kita memarahinya, namun kita tetap sayang dia.”
Sementara psikolog anak, Ayu Tirtagana, mengatakan memarahi anak balita yang berbuat salah memang harus dengan cara yang bijak. “Orang tua tidak boleh terlalu keras, misalnya membentak kasar, apalagi memukul,” kata Ayu, yang ditemui di klinik Buah Hati, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Kalau anak berbuat salah, kata Ayu, sebaiknya orang tua menarik napas panjang atau pergi ke ruangan lain untuk menetralkan emosi dan kemarahan. Setelah tenang, barulah kembali ke si kecil. “Tunjukkan sikap marah Anda dengan bijak. Karena anak balita akan menanam bentuk apa pun, termasuk sikap kemarahan orang tua terhadapnya, dan berakibat pada pertumbuhan jiwanya di masa mendatang.”
Menurut Ayu, ada banyak orang tua pemarah yang biasanya pada masa kecilnya pernah mengalami sebuah peristiwa yang membekas di benaknya ketika dimarahi saat melakukan kesalahan, bahkan dipukul orang tuanya. “Apa yang terjadi saat kecil berakibat pada seseorang di saat dewasa nanti,” ujar dia.
Psikolog anak lainnya, Anna Surti Ariani, sepakat soal perlunya teguran terhadap anak balita yang berbuat salah. “Kalau ditegur, karena yang melakukan kesalahan masih kecil, kita bisa mengajarinya tentang sikap atau perbuatan salah yang tidak boleh diulangi lagi,” katanya.
Psikolog dari Universitas Indonesia ini mengingatkan, dalam menghadapi kondisi tersebut, harus ada pembelajaran dari kedua belah pihak. Dengan menegur si kecil, hal ini mengajarinya bagaimana menghadapi persoalan. “Hal ini akan membantunya menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. Jadi tidak harus dibentak atau dipukul,” katanya. Di sisi lain, Anna menegaskan orang tua harus belajar mengendalikan emosi.
Politikus Zannuba Arifah Chasof mengatakan tak haram jika orang tua merasa marah. Menurutnya, orang tua berhak marah kepada anak untuk memberikan pembelajaran berdisiplin dan agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Tapi, kata wanita yang biasa disapa Yenny Wahid ini, kemarahan diungkapkan dengan perkataan pelan dan bijak, lalu ia mengajak anaknya bicara dari hati ke hati. Kemudian dia biasanya menutup dengan memberikan pelukan dan ciuman. “Ini sebagai tanda, meski kita memarahinya, namun kita tetap sayang dia.”
Sementara psikolog anak, Ayu Tirtagana, mengatakan memarahi anak balita yang berbuat salah memang harus dengan cara yang bijak. “Orang tua tidak boleh terlalu keras, misalnya membentak kasar, apalagi memukul,” kata Ayu, yang ditemui di klinik Buah Hati, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Kalau anak berbuat salah, kata Ayu, sebaiknya orang tua menarik napas panjang atau pergi ke ruangan lain untuk menetralkan emosi dan kemarahan. Setelah tenang, barulah kembali ke si kecil. “Tunjukkan sikap marah Anda dengan bijak. Karena anak balita akan menanam bentuk apa pun, termasuk sikap kemarahan orang tua terhadapnya, dan berakibat pada pertumbuhan jiwanya di masa mendatang.”
Menurut Ayu, ada banyak orang tua pemarah yang biasanya pada masa kecilnya pernah mengalami sebuah peristiwa yang membekas di benaknya ketika dimarahi saat melakukan kesalahan, bahkan dipukul orang tuanya. “Apa yang terjadi saat kecil berakibat pada seseorang di saat dewasa nanti,” ujar dia.
Psikolog anak lainnya, Anna Surti Ariani, sepakat soal perlunya teguran terhadap anak balita yang berbuat salah. “Kalau ditegur, karena yang melakukan kesalahan masih kecil, kita bisa mengajarinya tentang sikap atau perbuatan salah yang tidak boleh diulangi lagi,” katanya.
Psikolog dari Universitas Indonesia ini mengingatkan, dalam menghadapi kondisi tersebut, harus ada pembelajaran dari kedua belah pihak. Dengan menegur si kecil, hal ini mengajarinya bagaimana menghadapi persoalan. “Hal ini akan membantunya menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. Jadi tidak harus dibentak atau dipukul,” katanya. Di sisi lain, Anna menegaskan orang tua harus belajar mengendalikan emosi.
sumber: TEMPO
0
1.3K
Kutip
7
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan