- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Nilai Persaudaraan dalam Kuliner Lebaran
![eksaner](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
eksaner
Nilai Persaudaraan dalam Kuliner Lebaran
TAU GAK GAN KULINER YANG SERING ADA WAKTU LEBARAN TERNYATA BANYAK YANG BERASAL DARI BUDAYA LAIN
MAAF GAN... INI BUKAN ASLI KARYA ANE...
INI ADALAH TULISAN SEJARAWAN JJ RIZAL DI MAJALAH TEMPO EDISI 21 SEPTEMBER 2010
BAGUS GAN ARTIKELNYA
INI ADALAH TULISAN SEJARAWAN JJ RIZAL DI MAJALAH TEMPO EDISI 21 SEPTEMBER 2010
BAGUS GAN ARTIKELNYA
DIBACA YA GAN BIAR PINTER
![Ngakak emoticon-Ngakak](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ohtyfyn16.gif)
![Ngakak emoticon-Ngakak](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ohtyfyn16.gif)
![Blue Guy Cendol (L) emoticon-Blue Guy Cendol (L)](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ox6pblpkt.gif)
![Blue Guy Cendol (L) emoticon-Blue Guy Cendol (L)](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ox6pblpkt.gif)
![Blue Guy Cendol (L) emoticon-Blue Guy Cendol (L)](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ox6pblpkt.gif)
Quote:
Setiap kali lebaran rumah saya selalu kebanjiran teman-teman, yaitu para urban
yang lupa kampung halamannya dan telah menjadi bagian dari proses – pinjam
istilah Lance Castles – “di Jakarta Tuhan menciptakan orang Indonesia”.
Saya selalu ingat semangat mereka ketika bikin janji: “Aha! Kita akan dapat
menemukan kembali ketupat sambel godog dengan semur, manisan buatep, dan
ananastaart, hmm...lezat”. Meskipun selama dua lebaran lalu, selalu
saja mayoritas teman-teman saya kalap melahap apa saja yang dihidangkan, tetapi
ada saja yang asyik kemak-kemik mulutnya masih cerewet tanya ini itu. Tetapi
intinya adalah: “ada begitu banyak enis makanan, dari begitu banyak budaya
apakah lebaran itu pesta makan belaka tanpa makna, adakah kearifan tradisi yang
dapat dipetik?”
Ketupat dibelah dan dipotong-potong lalu diguyur dengan sambel godog dan semur.
Ini hidangan utama dan khas lebaran di Betawi-Jakarta. Ketupat jelas tradisi
masyarakat agraris Asia Tenggara, semua kebudayaan di Nusantara memiliki tradisi
kuliner ketupat ini, hanya nama dan bentuknya saja berbeda-beda. Sedangkan yang
namanya sambel godog asli dapur orang Betawi-Jakarta, tetapi semur dari dapur
orang Portugis. Sedangkan kecap yang menjadi bumbu utama semur dari dapur orang
Cina, ingat etimologinya kee-tjiap atau sari ikan kee yang sohor di negeri Gouw,
sekarang Chekiang dan Kansu. Ada keberagaman yang menyimbol di sini.
Tetapi dalam perjalanan sejarah unsur keberagaman yang menyimbol dalam makanan
lebaran itupun sering tidak langgeng. Kudapan khas lebaran manisan kelondor,
manisan pepaya dan manisan ceremai yang berasal dari dapur orang Cina dan dulu
selalu ada saat lebaran, sekarang sudah hampir tidak dapat lagi ditemukan.
Untunglah manisan buatep alias kolang kaling masih dapat ditemukan di meja
hidangan lebaran walaupun sudah mulai jarang. Si "mutiara" legit manis yang
diolah dalam warna-warni cerah seperti merah, hijau, atau putih ini paling enak
kalau daun jeruknya berasa dan disantap dengan potongan-potongan kecil es.
Sumbangan dapur Cina lainnya untuk hidangan lebaran yang sudah sulit ditemui
lagi adalah kue satu. Kue ini berbahan tepung kacang hijau dicampur gula putih.
Cara membuatnya dicetak dengan menggunakan cetakan kayu berukiran, seperti ikan
dan kembang ros. Sebenarnya ini masih dapat ditemui di toko-toko kue, malahan
kelirnya pun tidak keruh melainkan putih sekali, tetapi sudah kehilangan rasa
aslinya karena terlalu banyak dicampur sagu.
Padahal dalam tradisi pembuatan yang azalinya kue ini sering disebut simbolisasi
yang indah sekali dari kesabaran mengumpulkan dan menjaga kesempurnaan satu demi
satu ibadah puasa. Sebab kue satu ini begitu rapuh dan gampang gugur serta
memang memerlukan penanganan yang ekstra hati-hati dan kesabaran. Bahkan
sekalipun sudah begitu sabar serta hati-hati kadang puasa tidak juga mencapai
peringkat kesucian diri yang paling sepurna, selalu saja ada titik-titik keruh
dan itu yang kelak di hari terakhir puasa saat lebaran tiba akan diputihkan
dengan penggalangan solidaritas sosial berupa zakat dan maaf memaafkan.
Tetapi menarik bahwa kelangkaan kue satu itu segera dicarikan gantinya yang baru
dari dapur orang Cina. Sudah lebih dua dasawarsa lebaran belakangan ini, di meja
hidangan orang Betawi-Jakarta mulai banyak ditemukan kue cina atau kue keranjang
yang merupakan kue utama perayaan tahun baru Cina (sin tjia).
Terang saja kue cina tidak bisa menggantikan simbolisasi dari kue satu, tetapi
kue cina yang adalah hidangan utama perayaan sin tjia penganut Sam Kauw (‘tiga
ajaran’: Konfusianisme, Taoisme, dan Budhisme), telah membuat hidangan lebaran
malah bertambah kuat bobot filosofisnya ihwal pluralisme. Sebab sebelumnya orang
Betawi-Jakarta dalam lebaran sudah memasukan kaas stengels, yaitu hidangan natal
para Belanda dan Indo penganut Kristen. Aneh memang biar lebaran itu tradisi
Islam tapi tiada masakan Arab. Tapi cobalah percaya! Justru inilah tradisi yang
mengandung pelajaran moral tentang wajah Islam yang historis di Betawi. Islam
tampil sebagai agama yang ramah dan penuh persaudaraan. Bahkan di ruang yang
paling pribadi, yaitu makanan. Saat hari besarnya, Islam justru mengisi pestanya
dengan penampilan makanan umat-umat lain sebagai menu utamanya. Inikah
toleransi? Ah, rasanya lebih dari itu.
Tengok saja kaas stengels yang Orang Betawi-Jakarta sebut kue kiju meskipun
tidak ada unsur kejunya. Kaas stengels disebut kue kiju karena itu kue orang
Belanda atau Indo yang identik dengan keju. Tapi bagaimana kaas stengels bisa
masuk hidangan lebaran orang Betawi-Jakarta?
Banyak cerita yang dituturkan dari orang-orang tua yang hidup di zaman voor de
oorlog alias zaman sebelum perang di Jakarta yang mengungkapkan bahwa orang
Betawi setiap natal dan tahun baru datang ke rumah orang Indo. Biasanya malam
hari. Mereka memberi ucapan selamat dan dijamu. Sebaliknya sinyo dan noni ikut
merayakan malam lebaran, bermain petasan dan kumpul-kumpul di kampung. Tuan dan
nyonya memberi ucapan selamat lebaran kepada tetangganya orang Betawi.
Begitulah mulanya. Orang Betawi pun jadi kenal dan doyan kaas stengels yang
ditemuinya saat natal. Bahkan tidak itu saja, dari dapur orang Indo untuk
hidangan lebaran mereka tambah dengan memasukkan juga kue "orang serani"
(Kristen) lainnya, seperti ananastaart yang dilafalkan menjadi kue nastar dan
kue botersprits yang oleh lidah Betawi disebut kue semprit. Termasuk beralih
dari peminum teh menjadi peminum sirup di hari istimewa itu. Sebaliknya orang
Indo pun jadi ikutan suka pada si hitam manis alias dodol yang merupakan
hidangan utama lebaran. Siapa pula yang tidak akan suka dodol, apalagi kalau itu
adalah buatan tangan-tangan ahlinya yaitu mereka yang disebut orang
Betawi-Jakarta sebagai orang “Belanda Depok”. Kue kiju, nastar, dodol adalah kue
yang selalu dan masih dapat ditemukan sampai lebaran sekarang ini. Selain tape
uli khas Betawi-Jakarta dan sumbangan dapur Cina lainnya yaitu kacang goreng
yang dulu pernah sangat populer sebagai pelengkap utama rijstaffel.
Lebaran akan berlalu tetapi makanan-makanan itu tidak akan pergi mengikutinya.
Hanya menghilang sejenak sebab pada akhir-akhir tahun ini dan bulan-bulan
pertama awal tahun depan, kue-kue itu akan kembali menjadi hidangan utama Natal
yang disusul Tahun Baru Masehi dan kemudian Tahun Baru Imlek. Saat natal memang
tidak makan ketupat, tetapi jangan lupa saat Imlek akan ketemu lontong Cap Gow
Meh yang sebenarnya serupa tapi tak sama dengan ketupat sayur. Desember sampai
Februari benar-benar menjadi bulan-bulan pesta, tapi tetap dengan kue-kue dan
makanan yang mayoritas sama.
Tentu agak membosankan di lidah, tetapi sangat menggembirakan di hati mengingat
persaudaraan yang menyimbol dari kehadiran kue-kue dan makanan itu. Apalagi
bukan saja persaudaraan dalam arti lintas etnik dan agama, tetapi juga suatu
potret solidaritas sosial yang dirasa tak cukup hanya dengan zakat, lebih jauh
lagi juga disimbolkan dalam tradisi nganter (saling mengirimi dan menerima)
kue-kue lebaran tersebut di antara semua anggota masyarakat sekampung, tak
terkecuali yang kaya maupun papa atau berbeda agama dan ras. Termasuk bagi-bagi
ang paw – aha, ini lagi adopsi tradisi Cina yang artinya bungkusan merah –
simbol rasa terimakasih, keberkahan sekaligus tolak bala.
Begitulah, Idul Fitri secara sederhana memang “hari raya makan dan minum”
setelah sebulan berpuasa. Ingat kata fitri pada kata idul fitri yang berasal
dari kata fithrah dekat dengan kata ifthar atau berbuka puasa alias kembali
makan dan minum. Dan lebaran atau idul fitri sebagai peristiwa budaya rupanya
secara historis menaruh banyak sekali kearifan tradisi dalam
hidangan-hidangannya.
Hidangan-hidangan lebaran mengingatkan bahwa marilah makan bersama, tapi
ingatlah hidup bukan soal makan saja, kebenaran ajaran Tuhan sehari-hari sering
terlupa, lupa kebenaran, lupa hukum, keadilan terinjak-injak maka makanan
sesuap, kue sepotong dan air seteguk jadi racun di dalam hati, kenyang dan sehat
tetapi jiwanya mati. Sedang diungkapkan Nicolai Gogol, “dalam jiwa-jiwa mati
tidak akan kau temukan kesucian”.
yang lupa kampung halamannya dan telah menjadi bagian dari proses – pinjam
istilah Lance Castles – “di Jakarta Tuhan menciptakan orang Indonesia”.
Saya selalu ingat semangat mereka ketika bikin janji: “Aha! Kita akan dapat
menemukan kembali ketupat sambel godog dengan semur, manisan buatep, dan
ananastaart, hmm...lezat”. Meskipun selama dua lebaran lalu, selalu
saja mayoritas teman-teman saya kalap melahap apa saja yang dihidangkan, tetapi
ada saja yang asyik kemak-kemik mulutnya masih cerewet tanya ini itu. Tetapi
intinya adalah: “ada begitu banyak enis makanan, dari begitu banyak budaya
apakah lebaran itu pesta makan belaka tanpa makna, adakah kearifan tradisi yang
dapat dipetik?”
Ketupat dibelah dan dipotong-potong lalu diguyur dengan sambel godog dan semur.
Ini hidangan utama dan khas lebaran di Betawi-Jakarta. Ketupat jelas tradisi
masyarakat agraris Asia Tenggara, semua kebudayaan di Nusantara memiliki tradisi
kuliner ketupat ini, hanya nama dan bentuknya saja berbeda-beda. Sedangkan yang
namanya sambel godog asli dapur orang Betawi-Jakarta, tetapi semur dari dapur
orang Portugis. Sedangkan kecap yang menjadi bumbu utama semur dari dapur orang
Cina, ingat etimologinya kee-tjiap atau sari ikan kee yang sohor di negeri Gouw,
sekarang Chekiang dan Kansu. Ada keberagaman yang menyimbol di sini.
Tetapi dalam perjalanan sejarah unsur keberagaman yang menyimbol dalam makanan
lebaran itupun sering tidak langgeng. Kudapan khas lebaran manisan kelondor,
manisan pepaya dan manisan ceremai yang berasal dari dapur orang Cina dan dulu
selalu ada saat lebaran, sekarang sudah hampir tidak dapat lagi ditemukan.
Untunglah manisan buatep alias kolang kaling masih dapat ditemukan di meja
hidangan lebaran walaupun sudah mulai jarang. Si "mutiara" legit manis yang
diolah dalam warna-warni cerah seperti merah, hijau, atau putih ini paling enak
kalau daun jeruknya berasa dan disantap dengan potongan-potongan kecil es.
Sumbangan dapur Cina lainnya untuk hidangan lebaran yang sudah sulit ditemui
lagi adalah kue satu. Kue ini berbahan tepung kacang hijau dicampur gula putih.
Cara membuatnya dicetak dengan menggunakan cetakan kayu berukiran, seperti ikan
dan kembang ros. Sebenarnya ini masih dapat ditemui di toko-toko kue, malahan
kelirnya pun tidak keruh melainkan putih sekali, tetapi sudah kehilangan rasa
aslinya karena terlalu banyak dicampur sagu.
Padahal dalam tradisi pembuatan yang azalinya kue ini sering disebut simbolisasi
yang indah sekali dari kesabaran mengumpulkan dan menjaga kesempurnaan satu demi
satu ibadah puasa. Sebab kue satu ini begitu rapuh dan gampang gugur serta
memang memerlukan penanganan yang ekstra hati-hati dan kesabaran. Bahkan
sekalipun sudah begitu sabar serta hati-hati kadang puasa tidak juga mencapai
peringkat kesucian diri yang paling sepurna, selalu saja ada titik-titik keruh
dan itu yang kelak di hari terakhir puasa saat lebaran tiba akan diputihkan
dengan penggalangan solidaritas sosial berupa zakat dan maaf memaafkan.
Tetapi menarik bahwa kelangkaan kue satu itu segera dicarikan gantinya yang baru
dari dapur orang Cina. Sudah lebih dua dasawarsa lebaran belakangan ini, di meja
hidangan orang Betawi-Jakarta mulai banyak ditemukan kue cina atau kue keranjang
yang merupakan kue utama perayaan tahun baru Cina (sin tjia).
Terang saja kue cina tidak bisa menggantikan simbolisasi dari kue satu, tetapi
kue cina yang adalah hidangan utama perayaan sin tjia penganut Sam Kauw (‘tiga
ajaran’: Konfusianisme, Taoisme, dan Budhisme), telah membuat hidangan lebaran
malah bertambah kuat bobot filosofisnya ihwal pluralisme. Sebab sebelumnya orang
Betawi-Jakarta dalam lebaran sudah memasukan kaas stengels, yaitu hidangan natal
para Belanda dan Indo penganut Kristen. Aneh memang biar lebaran itu tradisi
Islam tapi tiada masakan Arab. Tapi cobalah percaya! Justru inilah tradisi yang
mengandung pelajaran moral tentang wajah Islam yang historis di Betawi. Islam
tampil sebagai agama yang ramah dan penuh persaudaraan. Bahkan di ruang yang
paling pribadi, yaitu makanan. Saat hari besarnya, Islam justru mengisi pestanya
dengan penampilan makanan umat-umat lain sebagai menu utamanya. Inikah
toleransi? Ah, rasanya lebih dari itu.
Tengok saja kaas stengels yang Orang Betawi-Jakarta sebut kue kiju meskipun
tidak ada unsur kejunya. Kaas stengels disebut kue kiju karena itu kue orang
Belanda atau Indo yang identik dengan keju. Tapi bagaimana kaas stengels bisa
masuk hidangan lebaran orang Betawi-Jakarta?
Banyak cerita yang dituturkan dari orang-orang tua yang hidup di zaman voor de
oorlog alias zaman sebelum perang di Jakarta yang mengungkapkan bahwa orang
Betawi setiap natal dan tahun baru datang ke rumah orang Indo. Biasanya malam
hari. Mereka memberi ucapan selamat dan dijamu. Sebaliknya sinyo dan noni ikut
merayakan malam lebaran, bermain petasan dan kumpul-kumpul di kampung. Tuan dan
nyonya memberi ucapan selamat lebaran kepada tetangganya orang Betawi.
Begitulah mulanya. Orang Betawi pun jadi kenal dan doyan kaas stengels yang
ditemuinya saat natal. Bahkan tidak itu saja, dari dapur orang Indo untuk
hidangan lebaran mereka tambah dengan memasukkan juga kue "orang serani"
(Kristen) lainnya, seperti ananastaart yang dilafalkan menjadi kue nastar dan
kue botersprits yang oleh lidah Betawi disebut kue semprit. Termasuk beralih
dari peminum teh menjadi peminum sirup di hari istimewa itu. Sebaliknya orang
Indo pun jadi ikutan suka pada si hitam manis alias dodol yang merupakan
hidangan utama lebaran. Siapa pula yang tidak akan suka dodol, apalagi kalau itu
adalah buatan tangan-tangan ahlinya yaitu mereka yang disebut orang
Betawi-Jakarta sebagai orang “Belanda Depok”. Kue kiju, nastar, dodol adalah kue
yang selalu dan masih dapat ditemukan sampai lebaran sekarang ini. Selain tape
uli khas Betawi-Jakarta dan sumbangan dapur Cina lainnya yaitu kacang goreng
yang dulu pernah sangat populer sebagai pelengkap utama rijstaffel.
Lebaran akan berlalu tetapi makanan-makanan itu tidak akan pergi mengikutinya.
Hanya menghilang sejenak sebab pada akhir-akhir tahun ini dan bulan-bulan
pertama awal tahun depan, kue-kue itu akan kembali menjadi hidangan utama Natal
yang disusul Tahun Baru Masehi dan kemudian Tahun Baru Imlek. Saat natal memang
tidak makan ketupat, tetapi jangan lupa saat Imlek akan ketemu lontong Cap Gow
Meh yang sebenarnya serupa tapi tak sama dengan ketupat sayur. Desember sampai
Februari benar-benar menjadi bulan-bulan pesta, tapi tetap dengan kue-kue dan
makanan yang mayoritas sama.
Tentu agak membosankan di lidah, tetapi sangat menggembirakan di hati mengingat
persaudaraan yang menyimbol dari kehadiran kue-kue dan makanan itu. Apalagi
bukan saja persaudaraan dalam arti lintas etnik dan agama, tetapi juga suatu
potret solidaritas sosial yang dirasa tak cukup hanya dengan zakat, lebih jauh
lagi juga disimbolkan dalam tradisi nganter (saling mengirimi dan menerima)
kue-kue lebaran tersebut di antara semua anggota masyarakat sekampung, tak
terkecuali yang kaya maupun papa atau berbeda agama dan ras. Termasuk bagi-bagi
ang paw – aha, ini lagi adopsi tradisi Cina yang artinya bungkusan merah –
simbol rasa terimakasih, keberkahan sekaligus tolak bala.
Begitulah, Idul Fitri secara sederhana memang “hari raya makan dan minum”
setelah sebulan berpuasa. Ingat kata fitri pada kata idul fitri yang berasal
dari kata fithrah dekat dengan kata ifthar atau berbuka puasa alias kembali
makan dan minum. Dan lebaran atau idul fitri sebagai peristiwa budaya rupanya
secara historis menaruh banyak sekali kearifan tradisi dalam
hidangan-hidangannya.
Hidangan-hidangan lebaran mengingatkan bahwa marilah makan bersama, tapi
ingatlah hidup bukan soal makan saja, kebenaran ajaran Tuhan sehari-hari sering
terlupa, lupa kebenaran, lupa hukum, keadilan terinjak-injak maka makanan
sesuap, kue sepotong dan air seteguk jadi racun di dalam hati, kenyang dan sehat
tetapi jiwanya mati. Sedang diungkapkan Nicolai Gogol, “dalam jiwa-jiwa mati
tidak akan kau temukan kesucian”.
JANGAN LUPA KOMENG YA GAN....
![Sorry emoticon-Sorry](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1xldg9p.gif)
![Sorry emoticon-Sorry](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1xldg9p.gif)
![Sorry emoticon-Sorry](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1xldg9p.gif)
Diubah oleh eksaner 06-08-2013 04:23
0
2K
Kutip
14
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan