Seorang tokoh Islam yang terkenal di Pakistan, Maulana Ali Ahmad Abbasi menulis di dalam bukunya “Hazrat Mu’aawiah Ki Siasi Zindagi” bahwa di dalam sejarah Islam, ada dua orang yang sungguh kontroversial. Seorang di antaranya adalah Amirul Mukminin Yazid yang makin lama makin dimusnahkan image-nya walaupun semasa hayatnya beliau diterima baik oleh tokoh-tokoh utama di zaman itu. Seorang lagi ialah Manshur Al Hallaj. Di zamannya dia telah dihukum sebagai mulhid, zindiq, dan salah seorang dari golongan Qaramithah oleh masyarakat Islam yang membawanya disalib. Amirul Mukminin Al Muqtadir Billah telah menghukumnya murtad berdasarkan fatwa seluruh ulama dan fuqaha’ yang hidup pada waktu itu, tetapi image-nya semakin cerah tahun demi tahun sehingga akhirnya telah dianggap sebagai salah seorang ‘Aulia Illah’.
Bagaimanapun, semua ini adalah permainan khayalan dan fantasi manusia yang jauh dari berpijak di bumi yang nyata. Semua ini adalah akibat dari tidak menghargai dan memberikan penilaian yang sewajarnya kepada pendapat orang-orang pada zaman mereka masing-masing.
Pendapat tokoh-tokoh dari kalangan sabahat dan tabi’in yang sezaman dengan Yazid, berdasarkan riwayat-riwayat yang muktabar dan sangat kuat kedudukannya, menjelaskan kepada kita bahwa Yazid adalah seorang anak muda yang bertaqwa, alim, budiman, shalih, dan pemimpin ummah yang sah dan disepakati kepemimpinannya. Baladzuri umpamanya dalam “Ansabu Al Asyraf” mengatakan bahwa, “Bila Yazid dilantik menjadi khalifah maka Abdullah bin Abbas, seorang tokoh dari Ahlul Bait berkata: “Sesungguhnya anaknya Yazid adalah dari keluarga yang shalih. Oleh karena itu, tetaplah kamu berada di tempat-tempat duduk kamu dan berilah ketaatan dan bai’at kamu kepadanya” (Ansabu Al Asyraf, jilid 4, halaman 4).
Sejarawan Baladzuri adalah di antara ahli sejarah yang setia kepada para Khulafa Al Abbasiyah. Beliau telah mengemukakan kata-kata Ibnu Abbas ini di hadapan mereka dan menyebutkan pula sebelum nama Yazid sebutan ‘Amirul Mukminin’.
Abdullah Ibnu Umar yang dianggap sebagai orang tua di kalangan sahabat pada masa itu pun bersikap tegas terhadap orang-orang yang menyokong pemberontakan yang dipimpin oleh Ibnu Zubair terhadap kerajaan Yazid, dan sikap yang ini disebutkan di dalam Shahih Bukhari bahwa, bila penduduk Madinah membatalkan bai’at mereka terhadap Yazid bin Muawiyah maka Ibnu Umar mengumpulkan anak pinak dan sanak saudaranya lalu berkata,
“Saya pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Akan dipancangkan bendera untuk setiap orang yang curang (membatalkan bai’atnya) pada hari kiamat. Sesungguhnya kita telah berbai’at kepadanya dengan nama Allah dan RasulNya. Sesungguhnya saya tidak mengetahui kecurangan yang lebih besar dibandingkan kita berbai’at kepada seseorang dengan nama Allah dan RasulNya, kemudian kita bangkit pula memeranginya. Kalau saya tahu ada siapa saja dari kamu membatalkan bai’at kepadanya, dan turut serta di dalam pemberontakan ini, maka terputuslah hubungan di antaraku dengannya.” (Shahih Bukhari – Kitabu Al Fitan)
Sebenarnya jika dikaji sejarah permulaan Islam, kita dapati pembunuhan Sayyidina Husain di zaman pemerintahan Yazid-lah yang merupakan fakta terpenting mendorong segala fitnah dan keaiban yang dikaitkan dengan Yazid tidak mudah ditolak oleh generasi kemudian. Hakikat inilah yang mendorong lebih banyak cerita-cerita palsu tentang Yazid yang diada-adakan oleh musuh-musuh Islam. Tentu saja, orang yang membunuh menantu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tersayang- dibelai oleh Rasulullah dengan penuh kasih sayang semasa hayatnya kemudian dijunjung pula dengan menyebutkan kelebihan dan keutamaan-keutamaannya di dalam hadits-hadits Baginda- tidak akan dipandang sebagai seorang yang berperi kemanusiaan apalagi untuk mengatakannya seorang shalih, budiman, bertaqwa, dan pemimpin umat Islam.
Karena itulah cerita-cerita seperti Yazid sering kali minum arak, seorang yang suka berfoya-foya, suka mendengar musik, dan menghabiskan waktu dengan penari-penari, begitu juga beliau adalah orang terlalu rendah jiwanya sehingga suka bermain dengan monyet dan kera, terlalu mudah diterima oleh umat Islam kemudian.
Tetapi soalnya, benarkah Yazid membunuh Sayyidina Husain? Atau benarkah Yazid memerintahkan supaya Sayyidina Husain dibunuh di Karbala?
Selagi tidak dapat ditentukan siapakah pembunuh Sayyidina Husain yang sebenarnya dan terus diucapkan, “Yazid-lah pembunuhnya,” tanpa soal selidik yang mendalam dan teliti, maka selama itulah nama Yazid akan terus tercemar dan dia akan dipandang sebagai manusia yang paling malang. Tetapi bagaimana jika yang membunuh Sayyidina Husain itu bukan Yazid? Kemanakah pula akan kita bawa segala tuduhan-tuduhan liar, fitnah, dan caci maki yang selama ini telah kita sandarkan pada Yazid itu?
Jika kita seorang yang cintakan keadilan, berlapang dada, sudah tentu kita akan berusaha untuk membincangkan segala keburukan yang dihubungkan kepada Yazid selama ini dan kita pindahkannya ke halaman rumah pembunuh- pembunuh Sayyidina Husain yang sebenarnya. Apalagi jika kita seorang Ahlus Sunnah wal Jamaah, sudah tentu dengan dengan adanya bukti-bukti yang kuat dan kukuh dari sumber-sumber rujukan muktabar dan berdasarkan prinsip-prinsip aqidah yang diterima di kalangan Ahlus Sunnah, kita akan terdorong untuk membersihkan Yazid daripada segala tuduhan dan meletakkannya ditempat yang istimewa dan selayak dengannya di dalam rentetan sejarah awal Islam.
Sekarang marilah kita pergi ke tengah-tengah medan penyelidikan tentang pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala bersama-sama dengan sekian banyak anggota keluarganya.
Spoiler for Pembunuh Sayyidina Husain Adalah Syiah Kufah:
Dakwaan ini berdasarkan beberapa fakta dan bukti-bukti daripada sumber-sumber rujukan sejarah yang muktabar. Kita akan membahagi-bahagikan bukti-bukti yang akan dikemukakan nanti kepada dua bagian :
1.Bukti-bukti utama
2. Bukti-bukti pendukung
[SPOILER=Bukti-bukti Utama]Dengan adanya bukti-bukti utama ini, tiada mahkamah pengadilan yang dibangun untuk mencari kebenaran dan mendapatkan keadilan akan memutuskan Yazid sebagai terdakwa dan sebagai penjahat yang bertanggungjawab di dalam pembunuhan Sayyidina Husain. Bahkan Yazid akan dilepaskan dengan penuh penghormatan dan akan terbongkarlah rahasia yang selama ini menutupi pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain yang sebenarnya di Karbala.
Bukti pertamanya ialah pengakuan Syiah Kufah sendiri bahwa merekalah yang membunuh Sayyidina Husain. Golongan Syiah Kufah yang mengaku telah membunuh Sayyidina Husain itu kemudian muncul sebagai golongan “At Tawwaabun” yang konon menyesali tindakan mereka membunuh Sayyidina Husain. Sebagai cara bertaubat, mereka telah berbunuh-bunuhan sesama mereka seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang Yahudi sebagai pernyataan taubatnya kepada Allah karena kesalahan mereka menyembah anak lembu sepeninggalan Nabi Musa ke Thur Sina.
Air mata darah yang dicurahkan oleh golongan “At Tawaabun” itu masih kelihatan dengan jelas pada lembaran sejarah dan tetap tidak hilang walaupun coba dihapuskan oleh mereka dengan beribu-ribu cara.
Pengakuan Syiah pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain ini diabadikan oleh ulama-ulama Syiah yang merupakan tunggak dalam agama mereka seperti Baqir Majlisi, Nurullah Syustri, dan lain-lain di dalam buku mereka masing-masing. Baqir Majlisi menulis :
“Sekumpulan orang-orang Kufah terkejut oleh satu suara ghaib. Maka berkatalah mereka, “Demi Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak pernah dilakukan oleh orang lain. Kita telah membunuh “Penghulu Pemuda Ahli Surga” karena Ibnu Ziad anak haram itu. Di sini mereka mengadakan janji setia di antara sesama mereka untuk memberontak terhadap Ibnu Ziad tetapi tidak berguna apa-apa.” (Jilaau Al ‘Uyun, halaman 430)
Qadhi Nurullah Syustri pula menulis di dalam bukunya Majalisu Al Mu’minin bahwa setelah sekian lama (lebih kurang 4 atau 5 tahun) Sayyidina Husain terbunuh, ketua orang-orang Syiah mengumpulkan orang-orang Syiah dan berkata,
“Kita telah memanggil Sayyidina Husain dengan memberikan janji akan taat setia kepadanya, kemudian kita berlaku curang dengan membunuhnya. Kesalahan kita sebesar ini tidak akan diampuni kecuali kita berbunuh-bunuhan sesama kita.” Dengan itu berkumpullah sekian banyak orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka membaca ayat yang bermaksud, “Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu.” (Al Baqarah: 54). Kemudian mereka berbunuh-bunuhan sesama sendiri. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah Islam dengan gelar “At Tawaabun.”
Sejarah tidak lupa dan tidak akan melupakan peranan Syits bin Rab’i di dalam pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala. Tahukah Anda siapa itu Syits bin Rab’i? Dia adalah seorang Syiah tulen, pernah menjadi duta pada Sayyidina Ali di dalam peperangan Shiffin, senantiasa bersama Sayyidina Husain. Dialah juga yang menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap pemerintahan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?
Sejarah memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4.000 orang bala tentera untuk menentang Sayyidina Husain dan dialah orang yang mula-mula turun dari kudanya untuk memenggal kepala Sayyidina Husain. (Jilaau Al Uyun dan Khulashatu Al Mashaaib, halaman 37)
Adakah masih ada orang yang ragu-ragu tentang Syiah-nya Syits bin Rab’i dan tidakkah orang yang menceritakan perkara ini ialah Mullah Baqir Majlisi, seorang tokoh Syiah terkenal? Secara tidak langsung ia bermakna pengakuan dari pihak Syiah sendiri tentang pembunuhan itu.
Lihatlah pula kepada Qais bin Asy’ats, ipar Sayyidina Husain, yang tidak diragui tentang Syiahnya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah menjelaskan kepada kita bahwa itulah orang yang merampas selimut Sayyidina Husain dari tubuhnya selepas selesai pertempuran? (Khulashatu Al Mashaaib, halaman 192)
Selain dari pengakuan mereka sendiri yang membuktikan merekalah sebenarnya pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain, pernyataan saksi-saksi yang turut serta di dalam rombongan Sayyidina Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala, yang terus hidup selepas peristiwa ini, juga membenarkan dakwaan ini termasuk pernyataan Sayyidina Husain sendiri yang sempat direkam oleh sejarah sebelum beliau terbunuh. Sayyidina Husain berkata dengan menujukan kata-katanya kepada orang- orang Syiah Kufah yang siap sedia bertempur dengan beliau:
“Wahai orang-orang Kufah! Semoga kamu dilaknat sebagaimana dilaknat maksud- maksud jahatmu. Wahai orang-orang yang curang, zalim, dan pengkhianat! Kamu telah menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan tetapi bila kami datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu maka sekarang kamu hunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-musuh di dalam menentang kami.” (Jilaau Al Uyun, halaman 391).
Beliau juga berkata kepada Syiah:
“Binasalah kamu! Bagaimana boleh kamu menghunuskan perang dendammu dari sarung-sarungnya tanpa sembarang permusuhan dan perselisihan yang ada di antara kamu dengan kami? Kenapakah kamu siap sedia untuk membunuh Ahlul Bait tanpa sembarang sebab?” (Ibid).
Akhirnya beliau mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan untuk bertempur dengan beliau:
“Ya Allah! Tahanlah keberkatan bumi dari mereka dan selerakkanlah mereka. Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka karena mereka menjemput kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka menghunuskan pedang dendam terhadap kami.” (Ibid)
Beliau juga dicatat telah mendoakan keburukan untuk mereka dengan kata-katanya:
“Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di akhirat… Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila mati nanti sudah tersedia adzab Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya.” (Mullah Baqir Majlisi – Jilaau Al Uyun, halaman 409).
Dari kata-kata Sayyidina Husain yang dipaparkan oleh sejarawan Syiah sendiri, Mullah Baqir Majlisi, dapat disimpulkan bahwa:
Propaganda yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam melalui penulisan sejarah bahwa pembunuhan Ahlul Bait di Karbala merupakan balas dendam dari Bani Umayyah terhadap Ahlul Bait yang telah membunuh pemimpin-pemimpin Bani Umayyah yang kafir di dalam peperangan Badar, Uhud, Shiffin, dan lain-lain tidak lebih daripada propaganda kosong semata-mata karena pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain dan Ahlul Bait di Karbala bukannya datang dari Syam, bukan juga dari kalangan Bani Umayyah tetapi dari kalangan Syiah Kufah.
Keadaan Syiah yang sentiasa diburu dan dihukum oleh kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang sejarah membuktikan termakbulnya doa Sayyidina Husain di medan Karbala atas Syiah.
Upacara menyiksa badan dengan memukul tubuhnya dengan rantai, pisau, dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang dilakukan oleh golongan Syiah itu sehingga mengalir darah juga merupakan bukti diterimanya doa Sayyidina Husain dan upacara ini dengan jelas dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat Syiah. Adapun di kalangan Ahlus Sunnah tidak pernah terjadi upacara yang seperti ini dan dengan itu jelas menunjukkan bahwa merekalah golongan yang bertanggungjawab membunuh Sayyidina Husain.
Betapa kejam dan kerasnya hati golongan ini dapat dilihat pada tindakan mereka menyembelih dan membunuh Sayyidina Husain bersama dengan sekian banyak anggota keluarganya, walaupun setelah mendengar ucapan dan doa keburukan untuk mereka yang dipinta oleh beliau. Itulah dia golongan yang buta mata hatinya dan telah hilang kewarasan pemikirannya karena sebaik saja mereka selesai membunuh, mereka melepaskan kuda Dzuljanah yang ditunggangi Sayyidina Husain sambil memukul-mukul tubuh untuk menyatakan penyesalan. Dan inilah dia upacara perkabungan pertama terhadap kematian Sayyidina Husain yang pernah dilakukan di atas muka bumi ini sejauh pengetahuan sejarah. Dan hari ini tidakkah anak cucu golongan ini meneruskan upacara berkabung ini setiap kali tibanya 10 Muharram?
Ali Zainal Abidin anak Sayyidina Husain yang turut serta di dalam rombongan ke Kufah dan terus hidup selepas terjadinya peristiwa itu juga berkata kepada orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang merentap dengan mengoyak-ngoyakkan baju mereka sambil menangis, dalam keadaan sakit beliau dengan suara yang lemah berkata kepada mereka,
“Mereka ini menangisi kami. Tidakkah tidak ada orang lain yang membunuh kami selain mereka?” (At Thabarsi, Al Ihtijaj, halaman 156).
Pada halaman berikutnya Thabarsi menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kufah. Kata beliau,
“Wahai manusia (orang-orang Kufah)! Dengan nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahwa kamu mengutuskan surat kepada ayahku (menjemputnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu.”
Sayyidatina Zainab, saudara perempuan Sayyidina Husain yang terus hidup selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya,
“Wahai orang-orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum kering karena kezalimanmu itu. Keluhan kami belum terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan yang memintal benang kemudian dirombaknya kembali. Kamu juga telah merombak ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran… Adakah kamu meratapi kami, padahal kamu sendirilah yang membunuh kami. Sekarang kamu pula menangisi kami. Demi Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit ketawa. Kamu telah membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukan kehinaan ini sama sekali tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun.” (Jilaau Al Uyun, halaman 424).
Doa anak Sayyidatina Fatimah ini tetap menjadi kenyataan dan berlaku di kalangan Syiah hingga hari ini.
Ummu Kultsum anak Sayyidatina Fatimah berkata sambil menangis di atas sekedupnya, “Wahai orang-oang Kufah! Buruklah hendaknya keadaanmu. Buruklah hendaklah rupamu. Kenapa kamu menjemput saudaraku, Husain, kemudian tidak membantunya, bahkan membunuhnya, merampas harta bendanya dan menawan orang-orang perempuan dari Ahli Bait-nya. Laknat Allah ke atas kamu dan semoga kutukan Allah mengenai mukamu.”
Beliau juga berkata, ” Wahai orang-orang Kufah! Orang-orang lelaki dari kalangan kamu membunuh kami sementara orang-orang perempuan pula menangisi kami. Tuhan akan memutuskan di antara kami dan kamu di hari kiamat nanti.” (Ibid, halaman 426-428)
Sementara Fatimah anak perempuan Sayyidina Husain berkata, “Kamu telah membunuh kami dan merampas harta benda kami, kemudian telah membunuh kakekku Ali (Sayyidina Ali). Senantiasa darah-darah kami menetes dari ujung-ujung pedangmu…… Tak lama lagi kamu akan menerima balasannya. Binasalah kamu! Tunggulah nanti azab dan kutukan Allah akan terus menerus menghujani kamu. Siksaan dari langit akan memusnahkan kamu akibat perbuatan terkutukmu. Kamu akan memukul tubuhmu dengan pedang-pedang di dunia ini dan di akhirat nanti kamu akan terkepung dengan azab yang pedih.”
Apa yang dikatakan oleh Sayyidatina Fatimah binti Husain ini dapat dilihat dengan mata kepala kita sendiri dimana pun Syiah berada.
Dua bukti utama yang telah kita kemukakan tadi, sebenarnya sudah mencukupi untuk kita memutuskan siapakah sebenarnya pembunuh Sayyidina Husain di Karbala. Dari keterangan dalam keduaa bukti yang lalu dapat kita simpulkan beberapa perkara :
Orang-orang yang menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk memberontak adalah Syiah.
Orang-orang yang tampil untuk bertempur dengan rombongan Sayyidina Husain di Karbala itu juga Syiah.
Sayyidina Husain dan orang-orang yang ikut serta di dalam rombongannya terdiri daripada saudara-saudara perempuannya dan anak-anaknya menyaksikan bahwa Syiah-lah yang telah membunuh mereka.
Golongan Syiah Kufah sendiri mengakui merekalah yang membunuh di samping menyatakan penyesalan mereka dengan meratap dan berkabung karena kematian orang-orang yang dibunuh oleh mereka.
Mahkamah di dunia ini menerima keempat perkara yang tersebut tadi sebagai bukti yang kukuh dan jelas menunjukkan siapakah pembunuh sebenarnya di dalam suatu kasus pembunuhan, yaitu bila pembunuh dan yang terbunuh berada di suatu tempat, ada orang menyaksikan ketika mana pembunuhan itu dilakukan. Orang yang terbunuh sendiri menyaksikan tentang pembunuhnya dan puncaknya ialah pengakuan pembunuh itu sendiri. Jika keempat perkara ini sudah terbukti dengan jelas dan diterima oleh semua pengadilan sebagai kasus pembunuhan yang cukup bukti-buktinya, maka bagaimana mungkin diragui lagi tentang pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain itu?
Spoiler for Bukti-bukti Pendukung:
Walau bagaimanapun kita akan mengemukakan lagi beberapa bukti pendukung supaya lebih menyakinkan kita tentang golongan Syiah itulah sebenarnya pembunuh Sayyidina Husain. Di antaranya ialah: