TS
dantd95
[Cerpen] Bahkan Serigala Pun Harus Mengais Sampah
Cerita ini juga diikutkan dalam [URL="http://www.S E N S O R/topic/show/1371683-lomba-cerbul-kasfan-juni-13#comment_78546299"]Lomba Cerpen Bulanan Kastil Fantasi Juni 2013.[/URL] Enjoy folks!
Spoiler for Cerpen:
Catatan 1 : File ini ditemukan di rumah Detektif Jonlowe_x_Zanaby setelah dia menghilang, dan ditunjukkan SEBAGAIMANA ADANYA untuk keperluan pengadilan. Penyebarluasan file ini adalah ILEGAL dan melanggar Pasal 231, ayat 2 Peraturan Dasar virtopia.com dengan sanksi ban 3 (tiga) hingga 26 (dua puluh enam) bulan.
Bar itu tidak terlihat baik. Aku tahu aku tidak pantas berkata seperti ini. Lagipula ‘The Speedy Bytes’ (ya, aku tahu nama itu sangat tidak kreatif, tidak orisinil, dan tidak imajinatif, tapi itu urusan nanti) bukan bar untuk kalangan penambang, atau lebih-lebih para VVVIP. Tempat itu terletak di pinggiran virtopia.com, di Junk Domains, jadi kau sudah bisa menebak siapa saja langganan bar itu. Kalau harus berkata positif, malah bisa disebutkan seperti ini : dibanding bangunan-bangunan lain di sekitarnya, ‘The Speedy Bytes’ akan terasa seperti bar-bar elit seberang Paradise Hotel. Meski begitu, tanpa hidung pun aku bisa tahu kalau tempat ini bau.
Di dalam, interiornya standar junk : dindingnya (pasti terdiri dari kumpulan data padat bekas) dilapisi seadanya oleh kolase gambar-gambar digital tahun 1980-an atau 1990-an. Gambar sampul video game obskur pra-VR, gambar iklan televisi tabung dan komputer kotak, bluescreen, semua bercampur. Kuakui hasilnya tidak seburuk yang kukira, meski tetap aneh. Meja, sofa, dan kursinya pun sebuah kolase dari banyak potongan-potongan benda apapun, dibentuk sekenanya, terlihat dari bentuknya yang asimetris dan penuh tonjolan kecil di sana sini.
Begitu pula para pelanggan. Kolase bermacam ragam avatar dengan dua kesamaan. Pertama, mereka ‘kaum paria’ yang masuk virtopia.com untuk menghindari kemiskinan dan kekerasan di dunia nyata, bisa jadi secara ilegal atau menggunakan uang haram. Kedua, mereka datang ke bar itu untuk menghabiskan berapapun Bitcoin di tangan mereka, tak peduli dari menjual data tangan kiri dan mata atau mencopet milik orang lain. Demi barang semenit atau dua menit connection, disediakan secara rahasia (meski sebenarnya sudah rahasia umum), biasanya di ruangan belakang.
“Kau baru pertama kali ke sini.”
Suara itu dari belakang, dari seorang pria botak jangkung bertubuh gempal. Bukan tipe postur avatar yang mudah ditemui; mungkin dia hode, mungkin dia tidak berniat kabur dari dunia nyata saat memilih masuk ke dunia ini, atau apalah. Yang kutahu dari pusat, dialah sang pemilik bar.
“Kenapa kau bisa tahu?” balasku, pura-pura tidak tahu.
“Ha! Satu lagi orang yang meremehkanku,” dia tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya padaku. Kubalas ulurannya dan kami pun berjabat tangan. Pria itu lalu melanjutkan, “Aku tak tahu apakah kau benar-benar tidak kenal denganku atau hanya pura-pura, tapi biarkan aku memperkenalkan diri. Aku pemilik bar ini. Namaku Horsefowler_i_am, terserah mau dipanggil Horse atau Hofia, meskipun yang kedua itu pasti terdengar seperti nama gadis.”
Dia tertawa. Aku ikut tertawa, hanya agar dia tidak marah. Orang itu pasti punya nama asli Horsefucker sebelum Peraturan Kepantasan Nama disahkan. Sepertinya dia bukan hode.
“Jadi mau apa kau datang kemari, droog...”
“Jonlowe.”
“Droog Jonlowe. Kau mau connect?”
“Tidak, tidak. Menusukkan kabel merah ke kepala hanya untuk ketenangan hati dan ledakan ilusi sesaat bukan hobi favoritku. Apalagi itu mahal sekali. Aku cuma ingin bertanya, droog Horse.”
“Bertanya? Jarang sekali ada orang ke sini untuk bertanya. Siapa kau sebenarnya dan untuk apa kau bertanya?”
Aku menunjukkan lencana polisiku padanya. Cara lama memang, tapi aku tak suka meneror otak orang-orang malang tak berdosa dengan pikiran-pikiran malangku yang pasti bocor kalau aku menggunakan ‘telepati’ (baca : transfer memori).
“Aku seorang detektif. Tenang saja, aku tidak memakai nama samaran. Kalaupun kau masih curiga, atau penasaran, atau berpikir kenapa aku tidak menggunakan ‘telepati’, kau bisa pergi ke Kepolisian Pusat dan mengecek dataku. Bilang kalau aku mengizinkannya. Nah, kembali ke urusanku, kau tentunya tahu soal hilangnya beberapa orang akhir-akhir ini.”
“Hilang? Ah, kau pasti bercanda, detektif. Beragam avatar datang dan pergi semau mereka. Banyak yang kembali ke dunia nyata, entah sementara atau selamanya. Memang tidak sebanyak orang baru yang masuk sih. Ada apa? Apa mereka melanggar aturan di sini dan kabur ke dunia nyata? Atau mereka kriminal dunia nyata yang bersembunyi dan punya ID di sini?”
“Bukan begitu, droog. Mereka hilang. Di sini hilang, di dunia nyata mereka tewas karena serangan jantung.”
“Apa maksudnya itu? Kenapa bisa terjadi? Apa kalian, para penegak hukum, yakin kalau itu bukan kebetulan? Bisa jadi ‘kan mereka punya jantung lemah atau semacamnya?”
“Kemungkinan itu memang masih ada. Sayangnya, ketiganya tidak menderita sakit jantung atau semacamnya. Semua mendadak. Kalau kami sudah tahu apa penyebab kematian mereka, aku tidak akan bicara padamu di sini. Jadi, bisa kutanyakan pertanyaannya sekarang, droog Horse?”
“Silahkan.”
“Kau tahu seseorang bernama datrav15tic? Dari informasi yang kami dapat, dia sering ada di bar ini.” Jam tanganku mengeluarkan hologram, memperlihatkan wajah avatar si bocah.
“Ya, aku tahu siapa dia. Aku dan pegawai-pegawaiku menyebutnya ‘Si Tanpa Mata’.”
“Sepertinya dia hampir setiap hari datang ke sini, bukan begitu?”
“Dari mana kau tahu?”
“Kalau dia sekedar pelanggan yang datang beberapa kali, kau tidak akan memberinya julukan.”
Horsefowler tertawa. “Sayang sekali, Tuan Sherlock Holmes, kau terlalu dalam berpikir. Aku memang suka memberi julukan pada semua orang yang kutemui. Kalau tidak aku pasti mudah lupa bahkan pada langganan yang datang seminggu dua kali.”
Dan dari mulutku hanya keluar suara “Oh”. Beberapa detik berlalu tanpa kata-kata.
“Detektif?” tanya si pria jangkung.
“Hah? Oh! Maaf, maaf. Jadi dimana aku bisa menemui datrav15tic?”
“Sayang sekali hari ini dia sudah pulang. Kau ke rumahnya saja, dari sini ke arah kanan, lurus terus sampai kau temukan gubuk yang pintunya bergambar Ecco.”
“Ecco?”
“Semacam maskot lumba-lumba jaman dahulu. Tenang saja, cuma dia yang pintunya bergambar seperti itu.”
Maka aku meninggalkan bar itu dan pergi menuju gubuk yang disebut Horse. Di luar, aku disambut warna langit yang berubah. Masih biru, tapi birunya lebih tua. Jalan lebar dan lurus terbentang di depan, diapit gerombolan gubuk rombeng yang berdesak-desakan. Suara manusia terdengar di sana sini. Beberapa mengobrol di luar gubuk mereka, yang lain di dalam gubuk. Gubuk-gubuk itu kolase juga eksteriornya, dari data-data lama seperti bar tadi, namun lebih parah. Kebanyakan berantakan, bahkan banyak yang menggunakan data terdistorsi untuk atap dan dinding. Satu gubuk yang kulewati menggunakan data suara, dikompresi paksa menjadi padat, untuk dindingnya. Aslinya mungkin lagu lama atau jingle iklan, tapi suaranya dirusak menjadi teriakan “Loop, loop, loop” tanpa berhenti.
Akhirnya aku tiba. Kuketuk pintu bergambar Ecco itu. Rupanya yang membuka pintu memang tak punya mata.
“Siapa kau?” tanya si tanpa mata.
“Polisi. Namaku Detektif Jonlowe, dan ada yang harus kutanyakan padamu.”
“Bisa kutebak... tentang temanku yang menghilang?”
“Ah, baguslah kalau kau tahu. Boleh aku masuk?”
Dia melihat –ah bukan, mengarahkan kepalanya- ke dalam gubuknya sebentar sebelum menjawab, “Boleh. Jangan sungkan, detektif, tapi di sini sempit.”
“Tak apa, droog Trav.”
“Panggil saja aku Travis,” kemudian aku masuk. Droog Travis memang jujur. Gubuk ini sempit dan agak gelap. Dia menutup pintu lalu bertanya padaku,
“Jadi apa yang ingin kau tanyakan?”
“Bagaimana-“ perkataanku terhenti. Aku terbatuk. Debu masuk ke tenggorokanku, sepertinya ke tenggorokan tubuhku di dunia nyata. “Maaf. Biar kuulang. Bisa kau ceritakan kejadiannya saat deliceverters88 tiba-tiba menghilang dari hadapanmu?”
“Apa dia dicari karena melakukan pelanggaran?”
“Tidak. Dia meninggal secara aneh di dunia nyata.”
Travis terdiam. Dia menggigit bibir bawahnya, kemudian menghirup nafas panjang dan mengepalkan tangannya yang bergetar sebelum bergumam, “Jadi itu memang terjadi...”
“Apa maksudmu?”
“Ceritanya panjang. Begini. Selasa malam kemarin aku berniat mencari data rusak bersama Dels. Kami pergi ke pembuangan data, kau pasti tahu, perbatasan utara antara Junk Domain dan Worker’s Haven. Karena di puncak tumpukan sampah tidak ada data yang cocok dengan apa yang kami mau, kami menggali ke bawah. Tahu-tahu...”
“Tahu-tahu?”
“Ada sesuatu yang menarik avatar kami ke atas, kembali ke puncak tumpukan sampah. Aku jelas tidak bisa melihatnya, tapi Dels sangat ketakutan, tubuhnya tidak bisa diam dan mulutnya bergetar. Kemudian dia tidak terdengar lagi keberadaannya, meskipun tangannya memegang tanganku. Ada sesuatu yang ber-berteriak, mengeluarkan suara-suara menyeramkan, lalu tiba-tiba kedua kakiku mati rasa. Otakku sakit. Tubuhku seperti dimasuki benda pekat. Dels berteriak keras sekali, lalu terdengar suara seperti daging dipotong, dan dia menghilang. Saat aku sadar aku sudah meringkuk di dalam gubuk. Kukira kejadian itu cuma khayalanku.”
“Memang terdengar seperti khayalan, tapi ayo kita selidiki. Sekarang kebetulan sudah mulai malam. Bisa antarkan aku ke sana? Kau tidak takut?”
“Sebenarnya aku takut.”
“Kalau begitu kuberi kau waktu untuk menenangkan diri. Besok menjelang malam aku akan mengajakmu lagi.”
Aku pun meninggalkan gubuk Travis untuk kembali keesokan harinya.
Catatan 2 : Mulai dari sini adalah kesaksian dari datrav15tic, ditata ulang dengan sepengetahuan yang bersangkutan untuk kepentingan penyidikan.
Hari itu sang detektif kembali menemuiku. Bau tubuhnya seperti bau jeruk, sama seperti hari sebelumnya.
“Bagaimana? Kau mau menemaniku?”
“Ya, kalau itu bisa membantumu mengetahui penyebab hilangnya temanku.”
Saat itu entah kenapa aku setuju. Mungkin karena keinginan sesaat, atau apa yang sering disebut impuls oleh orang-orang berilmu. Maka kami pun berjalan. Suara-suara dan bau orang-orang yang beragam menghiasi perjalanan kami.
Setelah lama berjalan, kami tiba. Aku langsung menunjukkan tumpukan sampah yang kuceritakan. Kurasa bentuknya sudah berbeda, tidak begitu membentuk puncak gunung seperti saat Dels menghilang.
“Di sini aku dan Dels mulai menggali, detektif.”
“Ya sudah. Bagaimana menggalinya?”
“Tidak ada cara khusus. Pakai saja tanganmu.”
Aku dan Detektif Jonlowe langsung mulai menggali. Dan hal itu pun terjadi lagi. Kami ditarik keluar oleh sesuatu. Mendadak aku punya firasat aneh, dan rasa ingin tahuku muncul. Maka aku bertanya pada sang detektif,
“Apa itu sebenarnya?”
“Itu b-b-bug. Kotak-kotak data yang terdistorsi-“ belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, dari bug itu keluar sebuah teriakan keras. Tubuhku seperti diputar-putar. Pusing sekali.
“Dia memakan tanganku!” teriak sang detektif panik. Aku ngeri, tapi tidak bisa kabur. Aku tidak bisa mengendalikan avatar ku sendiri. Dan setelah itu, bug itu kembali berteriak. Suara daging dipotong... suara itu kembali muncul. Entah kenapa tanganku bau darah. Detektif Jonlowe menghilang. Entah bagaimana caranya aku mendapat sepasang mata, dan yang kulihat sebelum tidak sadarkan diri adalah sesosok monster bertangan tiga dengan wajah tersenyum.
Saat aku bangun, kedua kakiku di dunia nyata hilang.
-FIN
Bar itu tidak terlihat baik. Aku tahu aku tidak pantas berkata seperti ini. Lagipula ‘The Speedy Bytes’ (ya, aku tahu nama itu sangat tidak kreatif, tidak orisinil, dan tidak imajinatif, tapi itu urusan nanti) bukan bar untuk kalangan penambang, atau lebih-lebih para VVVIP. Tempat itu terletak di pinggiran virtopia.com, di Junk Domains, jadi kau sudah bisa menebak siapa saja langganan bar itu. Kalau harus berkata positif, malah bisa disebutkan seperti ini : dibanding bangunan-bangunan lain di sekitarnya, ‘The Speedy Bytes’ akan terasa seperti bar-bar elit seberang Paradise Hotel. Meski begitu, tanpa hidung pun aku bisa tahu kalau tempat ini bau.
Di dalam, interiornya standar junk : dindingnya (pasti terdiri dari kumpulan data padat bekas) dilapisi seadanya oleh kolase gambar-gambar digital tahun 1980-an atau 1990-an. Gambar sampul video game obskur pra-VR, gambar iklan televisi tabung dan komputer kotak, bluescreen, semua bercampur. Kuakui hasilnya tidak seburuk yang kukira, meski tetap aneh. Meja, sofa, dan kursinya pun sebuah kolase dari banyak potongan-potongan benda apapun, dibentuk sekenanya, terlihat dari bentuknya yang asimetris dan penuh tonjolan kecil di sana sini.
Begitu pula para pelanggan. Kolase bermacam ragam avatar dengan dua kesamaan. Pertama, mereka ‘kaum paria’ yang masuk virtopia.com untuk menghindari kemiskinan dan kekerasan di dunia nyata, bisa jadi secara ilegal atau menggunakan uang haram. Kedua, mereka datang ke bar itu untuk menghabiskan berapapun Bitcoin di tangan mereka, tak peduli dari menjual data tangan kiri dan mata atau mencopet milik orang lain. Demi barang semenit atau dua menit connection, disediakan secara rahasia (meski sebenarnya sudah rahasia umum), biasanya di ruangan belakang.
“Kau baru pertama kali ke sini.”
Suara itu dari belakang, dari seorang pria botak jangkung bertubuh gempal. Bukan tipe postur avatar yang mudah ditemui; mungkin dia hode, mungkin dia tidak berniat kabur dari dunia nyata saat memilih masuk ke dunia ini, atau apalah. Yang kutahu dari pusat, dialah sang pemilik bar.
“Kenapa kau bisa tahu?” balasku, pura-pura tidak tahu.
“Ha! Satu lagi orang yang meremehkanku,” dia tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya padaku. Kubalas ulurannya dan kami pun berjabat tangan. Pria itu lalu melanjutkan, “Aku tak tahu apakah kau benar-benar tidak kenal denganku atau hanya pura-pura, tapi biarkan aku memperkenalkan diri. Aku pemilik bar ini. Namaku Horsefowler_i_am, terserah mau dipanggil Horse atau Hofia, meskipun yang kedua itu pasti terdengar seperti nama gadis.”
Dia tertawa. Aku ikut tertawa, hanya agar dia tidak marah. Orang itu pasti punya nama asli Horsefucker sebelum Peraturan Kepantasan Nama disahkan. Sepertinya dia bukan hode.
“Jadi mau apa kau datang kemari, droog...”
“Jonlowe.”
“Droog Jonlowe. Kau mau connect?”
“Tidak, tidak. Menusukkan kabel merah ke kepala hanya untuk ketenangan hati dan ledakan ilusi sesaat bukan hobi favoritku. Apalagi itu mahal sekali. Aku cuma ingin bertanya, droog Horse.”
“Bertanya? Jarang sekali ada orang ke sini untuk bertanya. Siapa kau sebenarnya dan untuk apa kau bertanya?”
Aku menunjukkan lencana polisiku padanya. Cara lama memang, tapi aku tak suka meneror otak orang-orang malang tak berdosa dengan pikiran-pikiran malangku yang pasti bocor kalau aku menggunakan ‘telepati’ (baca : transfer memori).
“Aku seorang detektif. Tenang saja, aku tidak memakai nama samaran. Kalaupun kau masih curiga, atau penasaran, atau berpikir kenapa aku tidak menggunakan ‘telepati’, kau bisa pergi ke Kepolisian Pusat dan mengecek dataku. Bilang kalau aku mengizinkannya. Nah, kembali ke urusanku, kau tentunya tahu soal hilangnya beberapa orang akhir-akhir ini.”
“Hilang? Ah, kau pasti bercanda, detektif. Beragam avatar datang dan pergi semau mereka. Banyak yang kembali ke dunia nyata, entah sementara atau selamanya. Memang tidak sebanyak orang baru yang masuk sih. Ada apa? Apa mereka melanggar aturan di sini dan kabur ke dunia nyata? Atau mereka kriminal dunia nyata yang bersembunyi dan punya ID di sini?”
“Bukan begitu, droog. Mereka hilang. Di sini hilang, di dunia nyata mereka tewas karena serangan jantung.”
“Apa maksudnya itu? Kenapa bisa terjadi? Apa kalian, para penegak hukum, yakin kalau itu bukan kebetulan? Bisa jadi ‘kan mereka punya jantung lemah atau semacamnya?”
“Kemungkinan itu memang masih ada. Sayangnya, ketiganya tidak menderita sakit jantung atau semacamnya. Semua mendadak. Kalau kami sudah tahu apa penyebab kematian mereka, aku tidak akan bicara padamu di sini. Jadi, bisa kutanyakan pertanyaannya sekarang, droog Horse?”
“Silahkan.”
“Kau tahu seseorang bernama datrav15tic? Dari informasi yang kami dapat, dia sering ada di bar ini.” Jam tanganku mengeluarkan hologram, memperlihatkan wajah avatar si bocah.
“Ya, aku tahu siapa dia. Aku dan pegawai-pegawaiku menyebutnya ‘Si Tanpa Mata’.”
“Sepertinya dia hampir setiap hari datang ke sini, bukan begitu?”
“Dari mana kau tahu?”
“Kalau dia sekedar pelanggan yang datang beberapa kali, kau tidak akan memberinya julukan.”
Horsefowler tertawa. “Sayang sekali, Tuan Sherlock Holmes, kau terlalu dalam berpikir. Aku memang suka memberi julukan pada semua orang yang kutemui. Kalau tidak aku pasti mudah lupa bahkan pada langganan yang datang seminggu dua kali.”
Dan dari mulutku hanya keluar suara “Oh”. Beberapa detik berlalu tanpa kata-kata.
“Detektif?” tanya si pria jangkung.
“Hah? Oh! Maaf, maaf. Jadi dimana aku bisa menemui datrav15tic?”
“Sayang sekali hari ini dia sudah pulang. Kau ke rumahnya saja, dari sini ke arah kanan, lurus terus sampai kau temukan gubuk yang pintunya bergambar Ecco.”
“Ecco?”
“Semacam maskot lumba-lumba jaman dahulu. Tenang saja, cuma dia yang pintunya bergambar seperti itu.”
Maka aku meninggalkan bar itu dan pergi menuju gubuk yang disebut Horse. Di luar, aku disambut warna langit yang berubah. Masih biru, tapi birunya lebih tua. Jalan lebar dan lurus terbentang di depan, diapit gerombolan gubuk rombeng yang berdesak-desakan. Suara manusia terdengar di sana sini. Beberapa mengobrol di luar gubuk mereka, yang lain di dalam gubuk. Gubuk-gubuk itu kolase juga eksteriornya, dari data-data lama seperti bar tadi, namun lebih parah. Kebanyakan berantakan, bahkan banyak yang menggunakan data terdistorsi untuk atap dan dinding. Satu gubuk yang kulewati menggunakan data suara, dikompresi paksa menjadi padat, untuk dindingnya. Aslinya mungkin lagu lama atau jingle iklan, tapi suaranya dirusak menjadi teriakan “Loop, loop, loop” tanpa berhenti.
Akhirnya aku tiba. Kuketuk pintu bergambar Ecco itu. Rupanya yang membuka pintu memang tak punya mata.
“Siapa kau?” tanya si tanpa mata.
“Polisi. Namaku Detektif Jonlowe, dan ada yang harus kutanyakan padamu.”
“Bisa kutebak... tentang temanku yang menghilang?”
“Ah, baguslah kalau kau tahu. Boleh aku masuk?”
Dia melihat –ah bukan, mengarahkan kepalanya- ke dalam gubuknya sebentar sebelum menjawab, “Boleh. Jangan sungkan, detektif, tapi di sini sempit.”
“Tak apa, droog Trav.”
“Panggil saja aku Travis,” kemudian aku masuk. Droog Travis memang jujur. Gubuk ini sempit dan agak gelap. Dia menutup pintu lalu bertanya padaku,
“Jadi apa yang ingin kau tanyakan?”
“Bagaimana-“ perkataanku terhenti. Aku terbatuk. Debu masuk ke tenggorokanku, sepertinya ke tenggorokan tubuhku di dunia nyata. “Maaf. Biar kuulang. Bisa kau ceritakan kejadiannya saat deliceverters88 tiba-tiba menghilang dari hadapanmu?”
“Apa dia dicari karena melakukan pelanggaran?”
“Tidak. Dia meninggal secara aneh di dunia nyata.”
Travis terdiam. Dia menggigit bibir bawahnya, kemudian menghirup nafas panjang dan mengepalkan tangannya yang bergetar sebelum bergumam, “Jadi itu memang terjadi...”
“Apa maksudmu?”
“Ceritanya panjang. Begini. Selasa malam kemarin aku berniat mencari data rusak bersama Dels. Kami pergi ke pembuangan data, kau pasti tahu, perbatasan utara antara Junk Domain dan Worker’s Haven. Karena di puncak tumpukan sampah tidak ada data yang cocok dengan apa yang kami mau, kami menggali ke bawah. Tahu-tahu...”
“Tahu-tahu?”
“Ada sesuatu yang menarik avatar kami ke atas, kembali ke puncak tumpukan sampah. Aku jelas tidak bisa melihatnya, tapi Dels sangat ketakutan, tubuhnya tidak bisa diam dan mulutnya bergetar. Kemudian dia tidak terdengar lagi keberadaannya, meskipun tangannya memegang tanganku. Ada sesuatu yang ber-berteriak, mengeluarkan suara-suara menyeramkan, lalu tiba-tiba kedua kakiku mati rasa. Otakku sakit. Tubuhku seperti dimasuki benda pekat. Dels berteriak keras sekali, lalu terdengar suara seperti daging dipotong, dan dia menghilang. Saat aku sadar aku sudah meringkuk di dalam gubuk. Kukira kejadian itu cuma khayalanku.”
“Memang terdengar seperti khayalan, tapi ayo kita selidiki. Sekarang kebetulan sudah mulai malam. Bisa antarkan aku ke sana? Kau tidak takut?”
“Sebenarnya aku takut.”
“Kalau begitu kuberi kau waktu untuk menenangkan diri. Besok menjelang malam aku akan mengajakmu lagi.”
Aku pun meninggalkan gubuk Travis untuk kembali keesokan harinya.
Catatan 2 : Mulai dari sini adalah kesaksian dari datrav15tic, ditata ulang dengan sepengetahuan yang bersangkutan untuk kepentingan penyidikan.
Hari itu sang detektif kembali menemuiku. Bau tubuhnya seperti bau jeruk, sama seperti hari sebelumnya.
“Bagaimana? Kau mau menemaniku?”
“Ya, kalau itu bisa membantumu mengetahui penyebab hilangnya temanku.”
Saat itu entah kenapa aku setuju. Mungkin karena keinginan sesaat, atau apa yang sering disebut impuls oleh orang-orang berilmu. Maka kami pun berjalan. Suara-suara dan bau orang-orang yang beragam menghiasi perjalanan kami.
Setelah lama berjalan, kami tiba. Aku langsung menunjukkan tumpukan sampah yang kuceritakan. Kurasa bentuknya sudah berbeda, tidak begitu membentuk puncak gunung seperti saat Dels menghilang.
“Di sini aku dan Dels mulai menggali, detektif.”
“Ya sudah. Bagaimana menggalinya?”
“Tidak ada cara khusus. Pakai saja tanganmu.”
Aku dan Detektif Jonlowe langsung mulai menggali. Dan hal itu pun terjadi lagi. Kami ditarik keluar oleh sesuatu. Mendadak aku punya firasat aneh, dan rasa ingin tahuku muncul. Maka aku bertanya pada sang detektif,
“Apa itu sebenarnya?”
“Itu b-b-bug. Kotak-kotak data yang terdistorsi-“ belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, dari bug itu keluar sebuah teriakan keras. Tubuhku seperti diputar-putar. Pusing sekali.
“Dia memakan tanganku!” teriak sang detektif panik. Aku ngeri, tapi tidak bisa kabur. Aku tidak bisa mengendalikan avatar ku sendiri. Dan setelah itu, bug itu kembali berteriak. Suara daging dipotong... suara itu kembali muncul. Entah kenapa tanganku bau darah. Detektif Jonlowe menghilang. Entah bagaimana caranya aku mendapat sepasang mata, dan yang kulihat sebelum tidak sadarkan diri adalah sesosok monster bertangan tiga dengan wajah tersenyum.
Saat aku bangun, kedua kakiku di dunia nyata hilang.
-FIN
0
3.9K
Kutip
8
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan