- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[Analisis Media Internasional] Edukasi di Indonesia: Agama Diemaskan, Sains Ditirikan


TS
dragonroar
[Analisis Media Internasional] Edukasi di Indonesia: Agama Diemaskan, Sains Ditirikan
Perhatian ! Artikel ini muncul di The International Herald Tribune pada tanggal 7 Januari 2013.
![[Analisis Media Internasional] Edukasi di Indonesia: Agama Diemaskan, Sains Ditirikan](https://dl.kaskus.id/www.arhlibrary.com/images/stories/07iht-educlede07-indonesia-articlelarge.jpg)
Annisa Nurul Jannah, 11 tahun (kiri) mengatakan, “Pelajaran Sains banyak memberikan manfaat baginya.’’ [Foto oleh Ed Wray untuk the International Herald Tribune]
Oleh SARA SCHONHARDT
Dipublikasikan: 6 Januari 2013
Translator: Iin Qurrotul Ain
JAKARTA — Annisa Nurul Jannah, 11 tahun sedang belajar bagaimana alat-alat menghantarkan panas, suara dan listrik. “ Saya suka pelajaran Sains karena Sains mengajariku banyak hal, “ kata siswa kelas 6 SD Petamburan 4, Sekolah yang sedang melakukan kegiatan praktek. Sains adalah pelajaran favoritnya. “Saya akan sedih jika pelajaran ini dihapus.”
Jutaan anak di Sekolah-sekolah Dasar Indonesia tidak akan lama lagi memiliki kelas Sains mulai Juni 2013, yang merupakan awal tahun baru berikutnya di sekolah mereka, jika Pemerintah mengesahkan sebuah usulan perbaikan kurikulum yang akan menggabungkan Sains dan IPS dengan kelas mata pelajaran lainnya sehingga waktu akan lebih banyak disediakan utuk pelajaran agama.
Konsep proposal sudah diperkenalkan secara online pada Bulan November dan Desember untuk mendapatkan respon publik. Pemerintah sedang menganalisa umpan baliknya dan akan mengadakan pertemuan dengan tim ahli dalam waktu dekat ini untuk mengembangkan “Lesson Plan” baru.
Ibnu Hamid, juru bicara Kementerian Pendidikan memberikan keterangan “feedback” telah menunjukkan masyarakat pada umumnya menyetujui perubahan kurikulum namun mereka meragukan tidak cukupnya waktu untuk membekali guru-guru dan mempersiapkan buku-buku baru.
Namun tanggapan-tanggapan masyarakat tersebut tidak dipublikasikan, beberapa kritik meragukan apakah tanggapan-tanggapan itu mencerminkan pendapat sebenarnya dari masyarakat luas.
Para pejabat yang mendukung perubahan-peruahan ini menyatakan lebih banyak jam pengajaran agama dibutuhkan karena kurangnya perkembangan moralitas yang memicu meningkatnya kekerasan dan tindakan perusakkan di kalangan generasi muda dan hal demikian dapat memancing kerusuhan sosial dan tindakan korupsi di masa depan.
“Saat ini banyak pelajar yang tidak memiliki karakter, tidak toleran terhadap yang lain dan tidak empati kepada sesama,” kata Musliar Kasim, Wakil Menteri Pendidikan dalam interview Bulan Nopember. Dia mengusulkan perubahan kurikulum ini pada September tahun lalu.
Dia adalah bagian dari tim yang terdiri dari pejabat-pejabat, orang-orang akademisi dan penasehat-penasehat dari Kantor Wakil Presiden Boediono yang bekerja untuk mempersingkat kurikulum tahun 2013.
Mr. Hamid mengatakan tujuan perubahan ini untuk menciptakan “keseimbangan antara perilaku, keterampilan dan pengetahuan.”
Draft kurikulum yang telah dilepas ke publik pada Nopember lalu menjadi titik terang yang lebih jelas. Draft tersebut tidak menguraikan apakah Sains dan IPS akan diajarkan sekali dalam kelas yang tersedia dan tidak menjelaskan apakah pelajaran agama dan PKN akan memberikan kontribusi untuk pembentukkan karakter.
Indonesia adalah Negara yang mayoritas penduduknya muslim dengan sistem pemerintahan sekuler yang mengakui hak-hak dari enam agama berbeda termasuk Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Kong Hu Cu.
Pelajaran agama bagi para siswa diberikan berdasarkan kepada keyakinan mereka, pelajar Muslim belajar Islam, sementara siswa Kristen belajar ajaran Kristen di kelas yang terpisah. Berdasarkan gambaran demografi dari Negara ini kebanyakan pengajaran agama adalah agama Islam.
Kementerian Agama memberikan masukan kepada Kementerian Pendidikan dengan mengajukan pendidikan agama ditambah menjadi 4 jam dalam seminggu dari jumlah 2 jam sebelumnya. Kurikulum ini akan menjadi pelajaran wajib seperti halnya Matematika, Kesenian dan Kerajinan Tangan, Pendidikan Olahraga, Bahasa Indonesia dan PKN.
Sehari setelah Kementerian Pendidikan memperkenalkan draft kurikulum baru ini, para orang tua, organisasi-organisasi masyarakat sipil dan anggota persatuan guru memberikan petisi online yang menyebut perubahan ini tak mendasar.
“Bukannya perbaikan kurikulum melainkan perubahan-perubahan ini akan menggantikan kurikulum yang sudah berjalan dan tidak memberikan jaminan bagi pendidikan yang lebih baik di Indonesia, “ menurut petisi yang mendapat dukungan 780 tanda tangan itu.
Proposal yang diajukan Pemerintah mengeliminasi peranan pelajaran Sains dan IPS dan yang menjadi keberatan para orangtua dan pendidik adalah kekhawatiran terpuruknya Negara ini dan membuat Indonesia menjadi Negara kurang kompetitif.
Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat luas yang berpenduduk lebih dari 240 juta jiwa yang saat ini merupakan satu dari Negara-negara Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi pesat. Upaya yang sedang dilakukan Negara ini adalah memperbaiki industri-industri manufaktur dan pelayanan juga terkait dengan upaya-upayanya menghasilkan lebih banyak pekerja yang terlatih. Pihak berwenang dalam bidang perdagangan dan Sumber daya Manusia telah mendesak lebih banyak pelatihan di lapangan seperti Sains Komputer.
Kritik-kritik itu menyatakan perubahan yang diusulkan akan membuat kemajuan Negara ini dalam arah yang berlawanan.
“Kita akan kehilangan generasi penerus,” ujar Srisetiowati Seiful, Direktur Eksekutif Surya Institute, yakni sebuah lembaga yang mengembangkan Matematika dan materi pengajaran Sains alternatif. “Negara kita berarti akan memiliki jumlah ilmuwan yang lebih sedikit, perkembangan teknologi terhambat. Dan Indonesia akan memasuki Era Kegelapan.”
Para pengajar di Sekolah Annisa di Petamburan menyatakan Sains dan IPS adalah kelas-kelas praktis yang mengajari para siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mengindentifikasi masalah dan mencari solusinya. Pelajaran-pelajaran yang dimaksud akan sulit bila digabung dengan pelajaran-pelajaran lain.
“Anak-anak belajar memahami hal-hal baru melalui Sains,” kata Edi Kusyanto, Kepala Sekolah Petamburan 04. “Sains menstimulasi semangat mereka untuk belajar dan meningkatkan keingintahuan mereka.”
Sebuah kritik terhadap rencana perubahan ini adalah Pemerintah melupakan perlunya reformasi yang lebih krusial yang sebenarnya diperlukan dalam sistem pendidikan.
“Pemerintah kita telah menjadi reaktif,” menurut Itje Chodidjah, seorang ahli pendidikan yang memberikan masukan kepada pemerintah pada-perubahan kurikulum sebelumnya. “Pemerintah berpikir saat ada banyak penyebab kekerasan dan salah satu masalah ini terjadi disekolah-sekolah solusinya adalah memberikan tambahan pendidikan agama.”
Di banyak daerah pedalaman Indonesia para pengajar kerap gagal membesarkan sekolah, Pemerintah Daerah melakukan sedikit monitor terhadap kualitas pengajaran dan buku-buku yang tak berlaku dan tidak memadai lagi. Para ahli pendidikan mengatakan banyak guru yang sedikit memiliki pengetahuan dasar tentang kurikulum saat ini dan tidak peduli dengan kenyataan bahwa mereka sebenarnya diperbolehkan untuk mengembangkan “Lesson Plan” mereka. Bahkan ini terjadi di kota-kota seperti Jakarta dimana sekolah-sekolah di lingkungan miskin seperti Sekolah tempat Annisa juga guru-gurunya kekurangan sumber daya dan tidak terlatih.
“Para guru perlu mendapatkan pelatihan yang lebih baik tentang bagaimana mengimplementasikan kurikulum terkini dan mengajari agama dengan cara yang tidak dogmatis,” kata Chodidjah. Dia menambahkan para pejabat berwenang memiliki sedikit pemahaman bahwa kualitas rendah pengajaran telah membuat Indonesia ketinggalan di dunia. Sebuah laporan yang dikeluarkan pada bulan Nopember tahun lalu oleh Pearson dan Kesatuan Intelegensi Para ahli Ekonomi yang membuat ranking sistem pendidikan nasional telah menempatkan Indonesia diurutan terbawah dari daftar 40 negara.
Para pihak berwenang yang membeking proposal ini mengatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab menyiapkan anak-anak menjadi warga Negara yang lebih baik dengan membekali mereka pelajaran moralitas dan agama.
Melihat tahun sebelumnya, para analis mencatat adanya peningkatan kekerasan bermotif agama, yaitu adanya pertentangan-pertentangan akhir-akhir ini antara Islam garis keras dengan kelompok-kelompok minoritas agama antara lain Kristen, Syiah dan golongan Ahmadiyah. Survei terbaru dari Setara Institute, sebuah kelompok Hak Asasi Manusia mencatat 371 tindakan kekerasan agama di tahun 2012, meningkat 25 persen dari tahun sebelumnya.
Beberapa pejabat menyalahkan insiden-insiden itu terjadi karena kurangnya pengembangan karakter di sekolah-sekolah.
“Bisa dilihat kita semakin tidak toleran,” kata Bambang Widianto, seorang anggota tim penasehat dari Kantor Wakil Presiden. “Pelajar-pelajar tidak dapat menerima bahwa mereka terdiri dari agama yang berbeda dan berasal dari latar belakang yang berbeda. Ini benar-benar mengkhawatirkan.”
Kamaruddin Amin, Sekretaris Direktorat Umum Pendidikan Islam Kementerian Agama mengatakan nilai-nilai agama dapat mencegah kelakuan buruk.
“Saat ini agama tidak memberikan peran berarti dalam pembentukan karakter karena waktu yang tersedia untuk pendidikan agama sangat terbatas.” ujarnya.
Dia menepis anggapan jika pengajaran agama yang ditambah akan memberikan akibat negatif dalam sistem pendidikan.
“Masyarakat Indonesia adalah orang-orang beragama, mereka akan sangat terikat dengan ajaran agama mereka, nilai ajaran agama mereka.” katanya. “Itulah mengapa agama harus diajarkan di sekolah.”
Beberapa pembuat keputusan di Komisi Dewan Perwakilan yang bertanggung jawab mengawasi urusan pendidikan dan generasi muda setuju bila doa dan shalat harus diperkenalkan di sekolah.
Kritik-kritik terhadap proposal ini tidak menganggap bahwa sebuah perbaikan kurikulum adalah jawabannya. Beberapa guru khawatir bila Pemerintah dan para pemimpin agama telah menyederhanakan masalah dan menggunakan istilah seperti “pembentukkan karakter” dan “moralitas” untuk pembenaran adanya penambahan pelajaran agama.
Indonesia telah menganggarkan sebanyak 171 triliun rupiah atau hampir $18 juta untuk membuat draft kurikulum baru, namun banyak yang khawatir jika uang tersebut akan terbuang percuma jika perhatiannya tidak ditujukan pada perbaikan sistem pendidikan secara keseluruhan.
“Untuk merubah kurikulum, harus ada pemberian training kepada guru-guru, juga penyediaan buku-buku,” kata Lestia Primayanti, yang bekerja sebagai pengajar kelas satu di SD Kembang di Jakarta. “Indonesia adalah sebuah Negara yang sangat besar. Perubahan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.”
sumber
![[Analisis Media Internasional] Edukasi di Indonesia: Agama Diemaskan, Sains Ditirikan](https://dl.kaskus.id/www.arhlibrary.com/images/stories/07iht-educlede07-indonesia-articlelarge.jpg)
Annisa Nurul Jannah, 11 tahun (kiri) mengatakan, “Pelajaran Sains banyak memberikan manfaat baginya.’’ [Foto oleh Ed Wray untuk the International Herald Tribune]
Oleh SARA SCHONHARDT
Dipublikasikan: 6 Januari 2013
Translator: Iin Qurrotul Ain
JAKARTA — Annisa Nurul Jannah, 11 tahun sedang belajar bagaimana alat-alat menghantarkan panas, suara dan listrik. “ Saya suka pelajaran Sains karena Sains mengajariku banyak hal, “ kata siswa kelas 6 SD Petamburan 4, Sekolah yang sedang melakukan kegiatan praktek. Sains adalah pelajaran favoritnya. “Saya akan sedih jika pelajaran ini dihapus.”
Jutaan anak di Sekolah-sekolah Dasar Indonesia tidak akan lama lagi memiliki kelas Sains mulai Juni 2013, yang merupakan awal tahun baru berikutnya di sekolah mereka, jika Pemerintah mengesahkan sebuah usulan perbaikan kurikulum yang akan menggabungkan Sains dan IPS dengan kelas mata pelajaran lainnya sehingga waktu akan lebih banyak disediakan utuk pelajaran agama.
Konsep proposal sudah diperkenalkan secara online pada Bulan November dan Desember untuk mendapatkan respon publik. Pemerintah sedang menganalisa umpan baliknya dan akan mengadakan pertemuan dengan tim ahli dalam waktu dekat ini untuk mengembangkan “Lesson Plan” baru.
Ibnu Hamid, juru bicara Kementerian Pendidikan memberikan keterangan “feedback” telah menunjukkan masyarakat pada umumnya menyetujui perubahan kurikulum namun mereka meragukan tidak cukupnya waktu untuk membekali guru-guru dan mempersiapkan buku-buku baru.
Namun tanggapan-tanggapan masyarakat tersebut tidak dipublikasikan, beberapa kritik meragukan apakah tanggapan-tanggapan itu mencerminkan pendapat sebenarnya dari masyarakat luas.
Para pejabat yang mendukung perubahan-peruahan ini menyatakan lebih banyak jam pengajaran agama dibutuhkan karena kurangnya perkembangan moralitas yang memicu meningkatnya kekerasan dan tindakan perusakkan di kalangan generasi muda dan hal demikian dapat memancing kerusuhan sosial dan tindakan korupsi di masa depan.
“Saat ini banyak pelajar yang tidak memiliki karakter, tidak toleran terhadap yang lain dan tidak empati kepada sesama,” kata Musliar Kasim, Wakil Menteri Pendidikan dalam interview Bulan Nopember. Dia mengusulkan perubahan kurikulum ini pada September tahun lalu.
Dia adalah bagian dari tim yang terdiri dari pejabat-pejabat, orang-orang akademisi dan penasehat-penasehat dari Kantor Wakil Presiden Boediono yang bekerja untuk mempersingkat kurikulum tahun 2013.
Mr. Hamid mengatakan tujuan perubahan ini untuk menciptakan “keseimbangan antara perilaku, keterampilan dan pengetahuan.”
Draft kurikulum yang telah dilepas ke publik pada Nopember lalu menjadi titik terang yang lebih jelas. Draft tersebut tidak menguraikan apakah Sains dan IPS akan diajarkan sekali dalam kelas yang tersedia dan tidak menjelaskan apakah pelajaran agama dan PKN akan memberikan kontribusi untuk pembentukkan karakter.
Indonesia adalah Negara yang mayoritas penduduknya muslim dengan sistem pemerintahan sekuler yang mengakui hak-hak dari enam agama berbeda termasuk Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Kong Hu Cu.
Pelajaran agama bagi para siswa diberikan berdasarkan kepada keyakinan mereka, pelajar Muslim belajar Islam, sementara siswa Kristen belajar ajaran Kristen di kelas yang terpisah. Berdasarkan gambaran demografi dari Negara ini kebanyakan pengajaran agama adalah agama Islam.
Kementerian Agama memberikan masukan kepada Kementerian Pendidikan dengan mengajukan pendidikan agama ditambah menjadi 4 jam dalam seminggu dari jumlah 2 jam sebelumnya. Kurikulum ini akan menjadi pelajaran wajib seperti halnya Matematika, Kesenian dan Kerajinan Tangan, Pendidikan Olahraga, Bahasa Indonesia dan PKN.
Sehari setelah Kementerian Pendidikan memperkenalkan draft kurikulum baru ini, para orang tua, organisasi-organisasi masyarakat sipil dan anggota persatuan guru memberikan petisi online yang menyebut perubahan ini tak mendasar.
“Bukannya perbaikan kurikulum melainkan perubahan-perubahan ini akan menggantikan kurikulum yang sudah berjalan dan tidak memberikan jaminan bagi pendidikan yang lebih baik di Indonesia, “ menurut petisi yang mendapat dukungan 780 tanda tangan itu.
Proposal yang diajukan Pemerintah mengeliminasi peranan pelajaran Sains dan IPS dan yang menjadi keberatan para orangtua dan pendidik adalah kekhawatiran terpuruknya Negara ini dan membuat Indonesia menjadi Negara kurang kompetitif.
Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat luas yang berpenduduk lebih dari 240 juta jiwa yang saat ini merupakan satu dari Negara-negara Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi pesat. Upaya yang sedang dilakukan Negara ini adalah memperbaiki industri-industri manufaktur dan pelayanan juga terkait dengan upaya-upayanya menghasilkan lebih banyak pekerja yang terlatih. Pihak berwenang dalam bidang perdagangan dan Sumber daya Manusia telah mendesak lebih banyak pelatihan di lapangan seperti Sains Komputer.
Kritik-kritik itu menyatakan perubahan yang diusulkan akan membuat kemajuan Negara ini dalam arah yang berlawanan.
“Kita akan kehilangan generasi penerus,” ujar Srisetiowati Seiful, Direktur Eksekutif Surya Institute, yakni sebuah lembaga yang mengembangkan Matematika dan materi pengajaran Sains alternatif. “Negara kita berarti akan memiliki jumlah ilmuwan yang lebih sedikit, perkembangan teknologi terhambat. Dan Indonesia akan memasuki Era Kegelapan.”
Para pengajar di Sekolah Annisa di Petamburan menyatakan Sains dan IPS adalah kelas-kelas praktis yang mengajari para siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mengindentifikasi masalah dan mencari solusinya. Pelajaran-pelajaran yang dimaksud akan sulit bila digabung dengan pelajaran-pelajaran lain.
“Anak-anak belajar memahami hal-hal baru melalui Sains,” kata Edi Kusyanto, Kepala Sekolah Petamburan 04. “Sains menstimulasi semangat mereka untuk belajar dan meningkatkan keingintahuan mereka.”
Sebuah kritik terhadap rencana perubahan ini adalah Pemerintah melupakan perlunya reformasi yang lebih krusial yang sebenarnya diperlukan dalam sistem pendidikan.
“Pemerintah kita telah menjadi reaktif,” menurut Itje Chodidjah, seorang ahli pendidikan yang memberikan masukan kepada pemerintah pada-perubahan kurikulum sebelumnya. “Pemerintah berpikir saat ada banyak penyebab kekerasan dan salah satu masalah ini terjadi disekolah-sekolah solusinya adalah memberikan tambahan pendidikan agama.”
Di banyak daerah pedalaman Indonesia para pengajar kerap gagal membesarkan sekolah, Pemerintah Daerah melakukan sedikit monitor terhadap kualitas pengajaran dan buku-buku yang tak berlaku dan tidak memadai lagi. Para ahli pendidikan mengatakan banyak guru yang sedikit memiliki pengetahuan dasar tentang kurikulum saat ini dan tidak peduli dengan kenyataan bahwa mereka sebenarnya diperbolehkan untuk mengembangkan “Lesson Plan” mereka. Bahkan ini terjadi di kota-kota seperti Jakarta dimana sekolah-sekolah di lingkungan miskin seperti Sekolah tempat Annisa juga guru-gurunya kekurangan sumber daya dan tidak terlatih.
“Para guru perlu mendapatkan pelatihan yang lebih baik tentang bagaimana mengimplementasikan kurikulum terkini dan mengajari agama dengan cara yang tidak dogmatis,” kata Chodidjah. Dia menambahkan para pejabat berwenang memiliki sedikit pemahaman bahwa kualitas rendah pengajaran telah membuat Indonesia ketinggalan di dunia. Sebuah laporan yang dikeluarkan pada bulan Nopember tahun lalu oleh Pearson dan Kesatuan Intelegensi Para ahli Ekonomi yang membuat ranking sistem pendidikan nasional telah menempatkan Indonesia diurutan terbawah dari daftar 40 negara.
Para pihak berwenang yang membeking proposal ini mengatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab menyiapkan anak-anak menjadi warga Negara yang lebih baik dengan membekali mereka pelajaran moralitas dan agama.
Melihat tahun sebelumnya, para analis mencatat adanya peningkatan kekerasan bermotif agama, yaitu adanya pertentangan-pertentangan akhir-akhir ini antara Islam garis keras dengan kelompok-kelompok minoritas agama antara lain Kristen, Syiah dan golongan Ahmadiyah. Survei terbaru dari Setara Institute, sebuah kelompok Hak Asasi Manusia mencatat 371 tindakan kekerasan agama di tahun 2012, meningkat 25 persen dari tahun sebelumnya.
Beberapa pejabat menyalahkan insiden-insiden itu terjadi karena kurangnya pengembangan karakter di sekolah-sekolah.
“Bisa dilihat kita semakin tidak toleran,” kata Bambang Widianto, seorang anggota tim penasehat dari Kantor Wakil Presiden. “Pelajar-pelajar tidak dapat menerima bahwa mereka terdiri dari agama yang berbeda dan berasal dari latar belakang yang berbeda. Ini benar-benar mengkhawatirkan.”
Kamaruddin Amin, Sekretaris Direktorat Umum Pendidikan Islam Kementerian Agama mengatakan nilai-nilai agama dapat mencegah kelakuan buruk.
“Saat ini agama tidak memberikan peran berarti dalam pembentukan karakter karena waktu yang tersedia untuk pendidikan agama sangat terbatas.” ujarnya.
Dia menepis anggapan jika pengajaran agama yang ditambah akan memberikan akibat negatif dalam sistem pendidikan.
“Masyarakat Indonesia adalah orang-orang beragama, mereka akan sangat terikat dengan ajaran agama mereka, nilai ajaran agama mereka.” katanya. “Itulah mengapa agama harus diajarkan di sekolah.”
Beberapa pembuat keputusan di Komisi Dewan Perwakilan yang bertanggung jawab mengawasi urusan pendidikan dan generasi muda setuju bila doa dan shalat harus diperkenalkan di sekolah.
Kritik-kritik terhadap proposal ini tidak menganggap bahwa sebuah perbaikan kurikulum adalah jawabannya. Beberapa guru khawatir bila Pemerintah dan para pemimpin agama telah menyederhanakan masalah dan menggunakan istilah seperti “pembentukkan karakter” dan “moralitas” untuk pembenaran adanya penambahan pelajaran agama.
Indonesia telah menganggarkan sebanyak 171 triliun rupiah atau hampir $18 juta untuk membuat draft kurikulum baru, namun banyak yang khawatir jika uang tersebut akan terbuang percuma jika perhatiannya tidak ditujukan pada perbaikan sistem pendidikan secara keseluruhan.
“Untuk merubah kurikulum, harus ada pemberian training kepada guru-guru, juga penyediaan buku-buku,” kata Lestia Primayanti, yang bekerja sebagai pengajar kelas satu di SD Kembang di Jakarta. “Indonesia adalah sebuah Negara yang sangat besar. Perubahan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.”
sumber
Diubah oleh dragonroar 27-07-2013 18:24
0
2K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan