- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sikap Optimistis Dapat Dibentuk dalam Tujuh Minggu
![noviaputrii](https://s.kaskus.id/user/avatar/2013/03/18/avatar5281962_5.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
noviaputrii
Sikap Optimistis Dapat Dibentuk dalam Tujuh Minggu
![Sikap Optimistis Dapat Dibentuk dalam Tujuh Minggu](https://dl.kaskus.id/statik.tempo.co/data/2011/09/21/id_91312/91312_620.jpg)
Quote:
Siapa bilang sikap pesimistis merupakan bawaan lahir? Nyatanya, sikap pesimistis bisa diubah menjadi optimistis. Peneliti mengklaim, hanya butuh 7 minggu untuk dapat melatih diri menjadi pribadi yang optimistis.
“Pelatihan dibagi menjadi dua. Pelatihan pertama dengan ‘melihat ekspresi muka senyum dan marah’. Pelatihan kedua dengan melakukan meditasi selama 20 menit,” tulis Daily Mail, Kamis, 11 Juli 2013. Para ilmuwan menemukan, cara kerja otak akan berubah bila pelatihan ini dilakukan secara teratur.
Temuan tersebut disiarkan dalam sebuah film dokumenter BBC yang menyelidiki ilmu di balik kepribadian orang dan apakah mungkin mengubah kepribadian itu.
Penonton diajak untuk menyaksikan kisah presenter Michael Mosley yang mengalami insomnia kronis selama 20 tahun terakhir. Otak ayah empat anak ini diuji oleh Profesor Elaine Fox dari Universitas Essex, Inggris. Hasil penelitian menunjukkan, dia memiliki aktivitas di bagian otak yang berhubungan dengan sifat negatif, seperti pesimisme dan kecenderungan kuat untuk melihat sisi gelap kehidupan.
Studi terdahulu telah menemukan orang-orang yang rentan terhadap pesimisme dan kecemasan otak memiliki aktivitas otak yang berbeda antara otak kiri dan otak kanan. Aktivitas otak kanan cenderung lebih besar daripada otak kiri. Sayangnya, peneliti belum memahami mengapa hal ini bisa terjadi.
Dengan menganalisis aktivitas listrik di otak, para ahli melihat sisi kanan otak Mosley tiga kali lebih aktif daripada sisi kirinya. Profesor Fox menyarankan Mosley untuk melakukan dua bentuk pelatihan mental setiap hari.
Pelatihan pertama mengharuskan ia untuk duduk bermeditasi di tempat yang tenang. Ia harus fokus pada sensasi fisik, seperti berat tubuh dan pernapasan. Teknik ini akan membantunya untuk merenung dengan bebas.
Sementara pelatihan kedua melibatkan sebuah layar yang menampilkan raut wajah yang marah dan yang tersenyum. Mosley diharuskan melihat satu ekspresi wajah dan mengkliknya hingga muncul ekspresi lain. Pelatihan ini bertujuan untuk menumbuhkan citra positif di otaknya. Dengan latihan teratur, diharapkan pelatihan ini akan menyambungkan citra positif di dalam otaknya.
Setelah tujuh minggu, Mosley merasa suasana hatinya membaik. Ia mulai tidur lebih baik dan merasa lebih optimistis. Dia kemudian kembali ke laboratorium untuk melihat apakah otaknya benar sudah berubah. Peneliti menyatakan, kini otak Mosley jauh lebih seimbang. Ini adalah indikator kuat untuk menjadi lebih optimistis. Tertarik mencobanya?
“Pelatihan dibagi menjadi dua. Pelatihan pertama dengan ‘melihat ekspresi muka senyum dan marah’. Pelatihan kedua dengan melakukan meditasi selama 20 menit,” tulis Daily Mail, Kamis, 11 Juli 2013. Para ilmuwan menemukan, cara kerja otak akan berubah bila pelatihan ini dilakukan secara teratur.
Temuan tersebut disiarkan dalam sebuah film dokumenter BBC yang menyelidiki ilmu di balik kepribadian orang dan apakah mungkin mengubah kepribadian itu.
Penonton diajak untuk menyaksikan kisah presenter Michael Mosley yang mengalami insomnia kronis selama 20 tahun terakhir. Otak ayah empat anak ini diuji oleh Profesor Elaine Fox dari Universitas Essex, Inggris. Hasil penelitian menunjukkan, dia memiliki aktivitas di bagian otak yang berhubungan dengan sifat negatif, seperti pesimisme dan kecenderungan kuat untuk melihat sisi gelap kehidupan.
Studi terdahulu telah menemukan orang-orang yang rentan terhadap pesimisme dan kecemasan otak memiliki aktivitas otak yang berbeda antara otak kiri dan otak kanan. Aktivitas otak kanan cenderung lebih besar daripada otak kiri. Sayangnya, peneliti belum memahami mengapa hal ini bisa terjadi.
Dengan menganalisis aktivitas listrik di otak, para ahli melihat sisi kanan otak Mosley tiga kali lebih aktif daripada sisi kirinya. Profesor Fox menyarankan Mosley untuk melakukan dua bentuk pelatihan mental setiap hari.
Pelatihan pertama mengharuskan ia untuk duduk bermeditasi di tempat yang tenang. Ia harus fokus pada sensasi fisik, seperti berat tubuh dan pernapasan. Teknik ini akan membantunya untuk merenung dengan bebas.
Sementara pelatihan kedua melibatkan sebuah layar yang menampilkan raut wajah yang marah dan yang tersenyum. Mosley diharuskan melihat satu ekspresi wajah dan mengkliknya hingga muncul ekspresi lain. Pelatihan ini bertujuan untuk menumbuhkan citra positif di otaknya. Dengan latihan teratur, diharapkan pelatihan ini akan menyambungkan citra positif di dalam otaknya.
Setelah tujuh minggu, Mosley merasa suasana hatinya membaik. Ia mulai tidur lebih baik dan merasa lebih optimistis. Dia kemudian kembali ke laboratorium untuk melihat apakah otaknya benar sudah berubah. Peneliti menyatakan, kini otak Mosley jauh lebih seimbang. Ini adalah indikator kuat untuk menjadi lebih optimistis. Tertarik mencobanya?
sumber: TEMPO
panjang ya artikelnya, tapi coba dibaca deh insya Allah berguna
![Smilie emoticon-Smilie](https://s.kaskus.id/images/smilies/sumbangan/15.gif)
Sikap Optimistis, Kunci Hidup Sehat Jiwa Raga
![Sikap Optimistis Dapat Dibentuk dalam Tujuh Minggu](https://dl.kaskus.id/statik.tempo.co/data/2011/05/05/id_74470/74470_620.jpg)
Quote:
Sikap optimistis sering dianggap sebagai bentuk naif penyelesaian masalah. Pasalnya, optimistis lebih mudah untuk diucapkan ketimbang dijalankan.Namun, ternyata optimistis tidak hanya memberikan efek dalam jiwa manusia, tetapi juga untuk raganya.
Penelitian menunjukkan, optimistis memiliki manfaat kesehatan yang nyata. Optimistis adalah pondasi kesehatan mental yang akan menunjang kesehatan fisik. Bahkan, lebih dari 100 studi mengkonfirmasi gagasan bahwa sikap optimis dapat memberikan harapan kesehatan mental yang lebih baik selama hidup. Di sisi lain, optimisme berhubungan dengan kesehatan mental korban bencana.
“Sebuah penelitian di Belanda meneliti lebih dari 600 korban bencana dan menemukan bahwa orang yang pesimis akan lebih rentan terhadap kecemasan, kesulitan tidur, dan gangguan sistem obsesif-kompulsif,” demikian laporan situs Daily Health Post, rabu, 3 Juli 2013. Jadi, mengelola optimisme akan membantu mengelola stres sehingga memberikan lebih sedikit dampak negatif bagi kesehatan mental.
Secara umum, orang yang optimistis telah menunjukkan kondisi kesehatan yang lebih baik daripada mereka yang pesimis. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa orang yang pesimis lebih rentan menderita penyakit menular, memiliki masalah kesehatan yang buruk, dan mengalami kematian dini.
Ini sangat masuk akal. Pasalnya, optimis akan mengurangi stres. Sementara stres adalah kontributor bagi masalah sistem kekebalan tubuh. Selain itu, kurangnya keterampilan manajemen stres juga dapat menyebabkan penyakit jantung. Jadi, sangat masuk akal bahwa orang yang pesimis lebih berisiko menderita hipertensi dan masalah kesehatan jantung lainnya.
Banyak orang percaya bahwa optimisme adalah sifat bawaan. Nyatanya, banyak cara untuk menjadi orang yang lebih optimis. Salah satu cara paling sederhana adalah dengan menghilangkan anggapan negatif pada diri sendiri dan meningkatkan pikiran positif. Meskipun ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, dengan latihan, ketekunan, dan kemauan, cara ini akan berhasil. Tidak hanya itu, menghargai kesehatan diri dengan tidur yang cukup dan makan makanan sehat, akan membantu menaikkan tingkat optimistis.
Penelitian menunjukkan, optimistis memiliki manfaat kesehatan yang nyata. Optimistis adalah pondasi kesehatan mental yang akan menunjang kesehatan fisik. Bahkan, lebih dari 100 studi mengkonfirmasi gagasan bahwa sikap optimis dapat memberikan harapan kesehatan mental yang lebih baik selama hidup. Di sisi lain, optimisme berhubungan dengan kesehatan mental korban bencana.
“Sebuah penelitian di Belanda meneliti lebih dari 600 korban bencana dan menemukan bahwa orang yang pesimis akan lebih rentan terhadap kecemasan, kesulitan tidur, dan gangguan sistem obsesif-kompulsif,” demikian laporan situs Daily Health Post, rabu, 3 Juli 2013. Jadi, mengelola optimisme akan membantu mengelola stres sehingga memberikan lebih sedikit dampak negatif bagi kesehatan mental.
Secara umum, orang yang optimistis telah menunjukkan kondisi kesehatan yang lebih baik daripada mereka yang pesimis. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa orang yang pesimis lebih rentan menderita penyakit menular, memiliki masalah kesehatan yang buruk, dan mengalami kematian dini.
Ini sangat masuk akal. Pasalnya, optimis akan mengurangi stres. Sementara stres adalah kontributor bagi masalah sistem kekebalan tubuh. Selain itu, kurangnya keterampilan manajemen stres juga dapat menyebabkan penyakit jantung. Jadi, sangat masuk akal bahwa orang yang pesimis lebih berisiko menderita hipertensi dan masalah kesehatan jantung lainnya.
Banyak orang percaya bahwa optimisme adalah sifat bawaan. Nyatanya, banyak cara untuk menjadi orang yang lebih optimis. Salah satu cara paling sederhana adalah dengan menghilangkan anggapan negatif pada diri sendiri dan meningkatkan pikiran positif. Meskipun ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, dengan latihan, ketekunan, dan kemauan, cara ini akan berhasil. Tidak hanya itu, menghargai kesehatan diri dengan tidur yang cukup dan makan makanan sehat, akan membantu menaikkan tingkat optimistis.
sumber: TEMPO
kalau artikel dibawah ini memang repost, tapi aku cantumin lagi biar artikelnya nyambung dengan thread ini
![Smilie emoticon-Smilie](https://s.kaskus.id/images/smilies/sumbangan/15.gif)
10 Cara Menumbuhkan Sikap Optimistis
![Sikap Optimistis Dapat Dibentuk dalam Tujuh Minggu](https://dl.kaskus.id/statik.tempo.co/data/2011/08/23/id_88901/88901_620.jpg)
Quote:
Sikap optimistis melahirkan banyak manfaat. Orang yang optimistis diketahui memiliki kemampuan mengendalikan stres lebih baik sehingga lebih rendah terserang stroke dibanding rekan-rekan mereka yang kurang optimistis.
Memiliki sikap optimistis memang mudah diucapkan tapi sulit untuk dilakukan. David Mezzapelle, penulis buku Contagious Optimism, berbagi 10 tip untuk hidup lebih optimistis, sebagaimana dilansir dalam situs The Huffington Post, Jumat, 31 Mei 2013. Berikut adalah paparannya:
1. Bersyukur
Bersyukurlah atas apapun yang Anda dapatkan. Tidak hanya bersyukur pada rezeki, kebahagiaan, dan kenyamanan hidup, tetapi juga bersyukur saat diberi hambatan dan kegagalan. Hal itulah yang akan mengasah kebijaksanaan manusia. Itu pulalah yang mengajarkan manusia cara bertahan dan berusaha.
2. Berbagi
Berbagi cerita kepada orang lain, baik cerita keberhasilan maupun cerita kegagalan. Berbagi cerita akan membuat kita menyadari bahwa kita tidak sendiri dalam perahu kehidupan ini. Itu pula yang akan menjadi ajang saling menguatkan dan memberi harapan.
3. Memaafkan
Memaafkan memang tidak mudah, namun akan menghalangi ganjalan pada langkah Anda meraih masa depan. Lupakan kesalahan masa lalu dan buka kehidupan yang lebih positif dan bahagia.
4. Jadi pendengar yang (lebih) baik
Mendengar yang tak hanya sekadar mendengar, tapi uga menyimak dan menelaah untuk mengambil lebih banyak pengetahuan. Pengetahuan dan keyakinan adalah bukti bahwa Anda aman dan positif dengan diri sendiri, sehingga memancarkan energi positif juga.
5. Ubah rasa iri menjadi energi
Iri atas prestasi orang lain hanya akan menyakiti diri sendiri. Jadikan rasa iri sebagai cambukan bagi Anda. Yakinkan diri bahwa Anda juga bisa melakukan yang orang lain bisa lakukan.
6. Perbanyak senyum, kurangi masam
Tersenyum tidak hanya merangsang orang di sekitar kita untuk ikut tersenyum. Tersenyum juga akan merangsang hormom serotonin (hormon bahagia) yang akan menemani Anda melewati hari terberat sekalipun.
7. Olahraga, diet sehat, dan konsumsi Vitamin D
Ini mungkin saran umum, tapi kita semua membutuhkan beberapa bentuk olahrahga ringan dan paparan sinar matahari setiap hari. Jika Anda kurang mendapat sinar matahari, konsultasikan ke dokter Anda, barangkali Anda membutuhkan terapi sinar atau suplemen vitamin D. Jangan lupa, imbangi dengan asupan makanan sehat setiap hari. Energi yang kita dapatkan dari olahraga, diet sehat, dan paparan cahaya akan memberikan kita sikap alami yang positif. "
8. Berpikir maju
Memiliki visi ke depan akan memberikan Anda bayangan untuk menemukan cahaya di setiap awan kesulitan. Yakinlah bahwa hari esok akan selalu lebih baik dari hari ini.
9. Berhenti menyalahkan orang lain
Seringkali kita menyalahkan orang lain jika kita mendapatkan posisi yang tidak menguntungkan. Kita menggerutu soal ekonomi, politik, atasan kita, dan pihak lain dalam masalah kita. Pada kenyataannya, Andalah yang mengontrol diri Anda sendiri. Jika Anda sudah meyakini hal itu maka keoptimisan dalam meraih kesuksesan akan datang dengan sendirinya.
10. Pahami, masa lalu bukanlah catatan hitam untuk meraih masa depan
Kegagalan saat ini bukan berarti kegagalan masa depan. Jangan jadikan kegagalan masa lalu sebagai sandungan untuk Anda melangkah ke depan. Justru, kegagalan masa lalu adalah pembelajaran untuk meraih kesukesan di masa mendatang.
Memiliki sikap optimistis memang mudah diucapkan tapi sulit untuk dilakukan. David Mezzapelle, penulis buku Contagious Optimism, berbagi 10 tip untuk hidup lebih optimistis, sebagaimana dilansir dalam situs The Huffington Post, Jumat, 31 Mei 2013. Berikut adalah paparannya:
1. Bersyukur
Bersyukurlah atas apapun yang Anda dapatkan. Tidak hanya bersyukur pada rezeki, kebahagiaan, dan kenyamanan hidup, tetapi juga bersyukur saat diberi hambatan dan kegagalan. Hal itulah yang akan mengasah kebijaksanaan manusia. Itu pulalah yang mengajarkan manusia cara bertahan dan berusaha.
2. Berbagi
Berbagi cerita kepada orang lain, baik cerita keberhasilan maupun cerita kegagalan. Berbagi cerita akan membuat kita menyadari bahwa kita tidak sendiri dalam perahu kehidupan ini. Itu pula yang akan menjadi ajang saling menguatkan dan memberi harapan.
3. Memaafkan
Memaafkan memang tidak mudah, namun akan menghalangi ganjalan pada langkah Anda meraih masa depan. Lupakan kesalahan masa lalu dan buka kehidupan yang lebih positif dan bahagia.
4. Jadi pendengar yang (lebih) baik
Mendengar yang tak hanya sekadar mendengar, tapi uga menyimak dan menelaah untuk mengambil lebih banyak pengetahuan. Pengetahuan dan keyakinan adalah bukti bahwa Anda aman dan positif dengan diri sendiri, sehingga memancarkan energi positif juga.
5. Ubah rasa iri menjadi energi
Iri atas prestasi orang lain hanya akan menyakiti diri sendiri. Jadikan rasa iri sebagai cambukan bagi Anda. Yakinkan diri bahwa Anda juga bisa melakukan yang orang lain bisa lakukan.
6. Perbanyak senyum, kurangi masam
Tersenyum tidak hanya merangsang orang di sekitar kita untuk ikut tersenyum. Tersenyum juga akan merangsang hormom serotonin (hormon bahagia) yang akan menemani Anda melewati hari terberat sekalipun.
7. Olahraga, diet sehat, dan konsumsi Vitamin D
Ini mungkin saran umum, tapi kita semua membutuhkan beberapa bentuk olahrahga ringan dan paparan sinar matahari setiap hari. Jika Anda kurang mendapat sinar matahari, konsultasikan ke dokter Anda, barangkali Anda membutuhkan terapi sinar atau suplemen vitamin D. Jangan lupa, imbangi dengan asupan makanan sehat setiap hari. Energi yang kita dapatkan dari olahraga, diet sehat, dan paparan cahaya akan memberikan kita sikap alami yang positif. "
8. Berpikir maju
Memiliki visi ke depan akan memberikan Anda bayangan untuk menemukan cahaya di setiap awan kesulitan. Yakinlah bahwa hari esok akan selalu lebih baik dari hari ini.
9. Berhenti menyalahkan orang lain
Seringkali kita menyalahkan orang lain jika kita mendapatkan posisi yang tidak menguntungkan. Kita menggerutu soal ekonomi, politik, atasan kita, dan pihak lain dalam masalah kita. Pada kenyataannya, Andalah yang mengontrol diri Anda sendiri. Jika Anda sudah meyakini hal itu maka keoptimisan dalam meraih kesuksesan akan datang dengan sendirinya.
10. Pahami, masa lalu bukanlah catatan hitam untuk meraih masa depan
Kegagalan saat ini bukan berarti kegagalan masa depan. Jangan jadikan kegagalan masa lalu sebagai sandungan untuk Anda melangkah ke depan. Justru, kegagalan masa lalu adalah pembelajaran untuk meraih kesukesan di masa mendatang.
sumber: TEMPO
semoga artikel ini bermanfaat ya
![Smilie emoticon-Smilie](https://s.kaskus.id/images/smilies/sumbangan/15.gif)
UPDATEini malah aneh
Pesimis Lebih Panjang Umur
![Sikap Optimistis Dapat Dibentuk dalam Tujuh Minggu](https://dl.kaskus.id/statik.tempo.co/data/2012/02/18/id_106628/106628_620.jpg)
Quote:
Sikap pesimistis sering kali dianggap tak ada gunanya. Namun, kali ini, ada yang patut dibanggakan dari sikap pesimistis. Ternyata, mereka yang suka memandang muram masa depan memiliki hidup yang lebih panjang dibandingkan dengan optimis.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Erlang-Nuremberg, Jerman mendapati kehidupan para pesimis justru lebih sehat. Penulis penelitian, Frieder R. Lang, menunjukkan bahwa mereka yang "terlalu optimistis" dalam memprediksi masa depan, risiko terkena kecacatan dan kematiannya lebih besar. "Pesimistis akan masa depan mungkin mendorong orang untuk hidup lebih hati-hati, menjaga kesehatan, dan berusaha tetap selamat," ujarnya.
Studi ini didasarkan data yang dikumpulkan sejak 1993 hingga 2003 dan melibatkan 40 ribu orang. Mereka dibagi dalam tiga kelompok usia, umur 18-39 tahun, 40- 64 tahun, dan 65 tahun ke atas. Mereka dinilai seberapa puas dengan kehidupannya dan bagaimana pikiran mereka soal hidup lima tahun kelak. Pada kelompok usia tertua, 43 persen telah pesimistis dengan masa depan mereka. Sementara itu, 25 persen telah meramalkan kebahagiaan masa depan mereka secara akurat, dan 32 persen adalah optimis.
Lima tahun kemudian, mereka diwawancarai lagi. Tingkat kepuasan mereka dibandingkan dengan prediksi mereka sendiri. Hasilnya, kelompok tertua yang optimistis akan masa depan mereka ditemukan 9,5 persen lebih mudah terkena cacat. Mereka juga 10 persen risiko kematiannya lebih tinggi. Orang tua, yang cenderung memiliki "pandangan gelap" akan masa depan, dikatakan lebih realistis dengan prediksi mereka dan lebih akurat. Sebaliknya, yang "terlalu optimis" dengan masa depan, lebih besar risikonya menderita cacat atau kematian dalam waktu sepuluh tahun.
Penelitian, yang diterbitkan oleh American Psychological Association ini, juga menemukan orang-orang dengan pendapatan yang lebih tinggi akan lebih besar kemungkinannya untuk menderita cacat. "Kami menemukan bahwa pendapatan yang lebih tinggi terkait dengan risiko yang lebih besar untuk menderita cacat," ujar Lang.
Temuan ini, ujarnya, memberikan pandangan baru bagaimana perspektif seseorang dapat membantu untuk meningkatkan kemungkinan hidup yang lebih sehat.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Erlang-Nuremberg, Jerman mendapati kehidupan para pesimis justru lebih sehat. Penulis penelitian, Frieder R. Lang, menunjukkan bahwa mereka yang "terlalu optimistis" dalam memprediksi masa depan, risiko terkena kecacatan dan kematiannya lebih besar. "Pesimistis akan masa depan mungkin mendorong orang untuk hidup lebih hati-hati, menjaga kesehatan, dan berusaha tetap selamat," ujarnya.
Studi ini didasarkan data yang dikumpulkan sejak 1993 hingga 2003 dan melibatkan 40 ribu orang. Mereka dibagi dalam tiga kelompok usia, umur 18-39 tahun, 40- 64 tahun, dan 65 tahun ke atas. Mereka dinilai seberapa puas dengan kehidupannya dan bagaimana pikiran mereka soal hidup lima tahun kelak. Pada kelompok usia tertua, 43 persen telah pesimistis dengan masa depan mereka. Sementara itu, 25 persen telah meramalkan kebahagiaan masa depan mereka secara akurat, dan 32 persen adalah optimis.
Lima tahun kemudian, mereka diwawancarai lagi. Tingkat kepuasan mereka dibandingkan dengan prediksi mereka sendiri. Hasilnya, kelompok tertua yang optimistis akan masa depan mereka ditemukan 9,5 persen lebih mudah terkena cacat. Mereka juga 10 persen risiko kematiannya lebih tinggi. Orang tua, yang cenderung memiliki "pandangan gelap" akan masa depan, dikatakan lebih realistis dengan prediksi mereka dan lebih akurat. Sebaliknya, yang "terlalu optimis" dengan masa depan, lebih besar risikonya menderita cacat atau kematian dalam waktu sepuluh tahun.
Penelitian, yang diterbitkan oleh American Psychological Association ini, juga menemukan orang-orang dengan pendapatan yang lebih tinggi akan lebih besar kemungkinannya untuk menderita cacat. "Kami menemukan bahwa pendapatan yang lebih tinggi terkait dengan risiko yang lebih besar untuk menderita cacat," ujar Lang.
Temuan ini, ujarnya, memberikan pandangan baru bagaimana perspektif seseorang dapat membantu untuk meningkatkan kemungkinan hidup yang lebih sehat.
sumber: TEMPO
Diubah oleh noviaputrii 17-07-2013 13:22
0
1.6K
Kutip
14
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan