JAKARTA - Turunnya elektabilitas Partai Demokrat (PD) membuktikan duet bapak-anak, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), gagal melakukan langkah penyelamatan partai.

Hal itu juga menunjukkan bahwa keberadaan SBY bukan lagi faktor utama Demokrat. ''SBY bukan lagi satu-satunya faktor penyelamat partai, namun sejauh mana perilaku elite dan kadernya, apakah mereka bersih dan tidak melakukan pelanggaran apa pun,''kata pengamat politik LIPI, Siti Zuhro.

Menurut dia, slogan bahwa Demokrat adalah partai yang santun, cerdas, dan bersih, justru dicederai oleh perilaku elite dan kader intinya. Bila Demokrat cerdas, tentu tidak akan menonjolkan politik kekerabatan, patronase atau dinasti. ''Selain itu, beberapa elitenya malah tersandung kasus korupsi,'' ujarnya.
Dia juga menyoroti perseteruan di internal partai seringkali yang membingungkan masyarakat. ”Dampaknya, kepercayaan dan legitimasi masyarakat semakin berkurang.”

Dikatakan, kurang maksimalnya kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II itu juga menambah ketidakpercayaan publik. Dengan demikian, bisa diprediksi bahwa turunnya elektabilitas Demokrat tidak semata-mata karena robohnya benchmarking partai, melainkan juga kinerja KIB II.

Bagaimanapun, SBY identik dengan Demokrat. Ini yang tidak disadari atau pura-pura tidak disadari sehingga sempat dimunculkan asumsi bahwa kesalahan total ada di pundak Anas Urbaningrum sebagai mantan ketua umum.

''Saat itu, juga dimunculkan asumsi bahwa bila Demokrat dipegang langsung oleh SBY, maka elektabilitasnya meningkat. Untuk itu, SBY diposisikan sebagai penyelamat partai.''

Ternyata, lanjut Siti, asumsi itu menyesatkan. Sebab, tidak ada korelasi positif apapun dengan dijadikannya SBY penguasa tunggal dengan elektabilitas Demokrat.

Terpisah, mantan Ketua DPC Demokrat Cilacap, Tri Dianto, mendesak SBY bertanggung jawab atas turunnya elektabilitas partai. Sebab, hal itu membuktikan penyelamatan yang dilakukan SBY gagal total.

''SBY harus berani jujur dan kesatria. Karena survei turun drastis, saatnya dia mundur dan diadakan lagi kongres luar biasa (KLB). SBY jangan hanya bisa ambil kewenangan Anas,'' ujarnya.

Dapat Ditebak, Siti Zuhro juga memprediksi hasil konvensi yang digagas Demokrat dapat ditebak. Sebab, yang melaksanakan orangnya sama dengan kongres luar biasa. ''Kecuali bila dalam konvensi nanti benar-benar ada konstelasi dan kompetisi yang fair. Jangan sampai dimunculkan lagi asumsi bahwa partai harus diselamatkan, sehingga kembali menggunakan sistem komando,'' tandasnya.

Menurutnya, bila SBY paham, maka akan lebih baik dia menggenjot program KIB II yang tersisa daripada menggelar konvensi. Sebab, sudah bukan waktunya lagi untuk melakukan politik pencitraan di sisa waktu yang pendek ini.
Terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Ramadhan Pohan mengatakan, tudingan tersebut tak beralasan.

Partai Demokrat, saat ini teduh, tanpa gejolak, apa itu bukan pertanda keselamatan? ”Kandidat PD juga menang di daerah Banten dan Bali, apa itu bukan prestasi, positif bagi PD? Elektabilitas Demokrat juga merayap naik. Apa itu bukan buah kinerja? Kalau amburadul, pastilah PD runyam, juga stabilitas politik Indonesia,”tandasnya.

Pendapat ane, satu-satunya cara untuk mengangkat popularitas partai Demokrat setidaknya agar lebih baik adalah dengan memecat seluruh kadernya yang disinyalir terlibat Korupsi, termasuk ketua umum partai Anas Urbaningrum serta mendukung upaya hukum untuk menjerat kader-kader yang dituduh korup tersebut. Lagian, bukan rahasia lagi bahwa publik banyak berharap agar SBY memecat ketua umum partai Demokrat. Bahkan rakyat sepertinya menunggu “keberanian” dari SBY untuk hal ini.

Boleh dong gan ts dihargai, kasih ane:

Tapi jangan kasih ane:

Atau boleh bantu: