

TS
cakjempol
REKAM JEJAK BAMBANG DH (2)
Tugas Bersih-Bersih

Dari sampah ia memulai pekerjaan, memimpin Kota Surabaya. “Saya merenung-renung, ternyata itu periode dimana tugas saya adalah bersih-bersih,” kata Bambang DH. Bersih-bersih semuanya. Terutama birokrasi dan pengelolaan politik anggaran yang korup, warisan Orde Baru. Saat itu, KMS yang singkatan dari Kotamadya Surabaya, diplesetkan menjadi Kumpulan Maling Surabaya.
Langkah pertama, ia lakukan reformasi birokrasi. Semula, di kalangan PNS, berlaku kebiasaan buruk: 704. Jam tujuh absen, menghilang dari kantor, lalu jam 4 sore (16.00) balik ke kantor untuk absen pulang.
Sekalipun bekas demonstran, pelawan Orde Baru, yang terbiasa hidup keras di dunia pergerakan jalan, Bambang DH yang bekas guru matematika itu menunjukkan kedisiplinan. Jam 06.15, ia sudah pasti datang di kantor. Acara-acara Pemkot dia hadiri tepat. Banyak anak buahnya yang kelabakan karena terbiasa molor.
Reformasi birokrasi dia mulai dengan menempatkan pejabat-pejabat baru yang cakap. Dia tarik Alisjahbana, yang sebelumnya terpental dari Pemkot Surabaya dan bertugas di Kota Administratif Batu, menjadi Sekretaris Kota Surabaya, menggantikan M. Yasin.
Ia temukan tunas-tunas baru birokrasi yang cemerlang: Sri Mulyono Herlambang (mantan Kepala Dinas PU Bina Marga), Ir. Hidayat Syah (kini, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya yang sukses meraih Adipura Kencana dua kali untuk Surabaya), Hendro Gunawan (kini, Kepala Bappeko, calon Sekretaris Kota).
Ia juga temuka Sukamto Hadi yang cerdas tapi low profile, Tri Rismaharini, Muchlas Udin, Purwito, dan masih banyak lagi kader baru birokrat yang ditemukan Bambang DH.
Perlahan-lahan ia menyusun perbaikan di mesin birokrasi Kota Surabaya. Ia terapkan prinsip the right man, and the right place. Tahun 2002 adalah masa sulit di Indonesia. Euforia reformasi masih menggelegak di masyarakat. Ketidakpercayaan publik mudah melesat muncul.
Serasa, saat itu, rakyat Surabaya tidak percaya kotanya bisa diubah lebih baik. Sementara dinamika politik kota, yang diwarnai multi partai, terus berubah-ubah, tidak mudah ditebak, dan justru mempersulit usaha reformasi.
Yang mencolok dari kabinet Bambang DH, saat itu, di tahun 2002, adalah diberinya peluang pejabat-pejabat muda, di usia 40-an tahun untuk menduduki jabatan kepala dinas. Termasuk para camat, lulusan STPDN (Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri), yang masih greng, untuk menjadi camat di kawasan-kawasan tengah kota yang strategis. (bersambung bagian 3)
0
1K
14
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan