- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Waspadai Ancaman Infeksi Paska Operasi Mata


TS
Aanmedia
Waspadai Ancaman Infeksi Paska Operasi Mata
Jakarta - Gangguan kesehatan mata yang penyembuhannya harus melalui operasi ternyata tidak serta merta terselesaikan begitu saja setelah menjalani operasi.
Ada ancaman gangguan yang tak kalah bahayanya yaitu infeksi paska operasi karena bisa berujung pada kebutaan jika tak tertangani dengan cepat dan benar.
Infeksi paska operasi mata atau bahasa medisnya, endophthalmitis berisiko terjadi pada seluruh tindakan operasi yang menembus mata bagian dalam (intraokular). Mayoritasnya yaitu 90% berisiko terjadi pasca operasi katarak.
"Mengingat 70% dari seluruh tindakan operasi mata berupa operasi katarak, tindakan ini merupakan operasi intraokular yang paling sering dilakukan di dunia, sehingga risiko infeksi lebih besar di sini," terang dokter spesialis mata, dokter Darwan M. Purba Sp.M dari Jakarta Eye Centre Kedoya di Jakarta, kemarin (15/6).
Endophthalmitis dijelaskan dokter Darwan merupakan infeksi mikroba peradangan berat pada seluruh jaringan intraokular yang mengenai dua dinding bola mata yaitu retina dan koroid. Infeksi ini biasanya disertai rasa sakit yang luar biasa, kemerahan pada mata bagian putih atau konjungtiva.
Waktu kapan ini menyerang memang berbeda-beda untuk setiap orang. Menurut dokter Darwan,ada yang satu bulan setelah operasi baru terkena, atau beberapa minggu setelahnya, tapi ada juga beberapa jam setelah operasi langsung merasakan adanya tanda-tanda terkena infeksi.
Namun yang terpenting ini harus segera diambil tindakan karena akibatnya bisa fatal.
"Bisa sangat berbahaya karena dengan cepat mengancam kemampuan penglihatan secara permanen, yaitu kebutaan," sambung dokter spesialis mata Donny V. Istiantoro Sp.M dalam kesempatan yang sama.
Lalu apa pemicunya? Dokter Darwan mengatakan, banyak faktor yang menjadi pemicu mengapa seseorang bisa terkena endophthalmitis. Karena ini merupakan infeksi yang umum terjadi pasca operasi, maka bagaimana tindakan operasi dan metode yang digunakan memiliki andil besar apakah seseorang bisa terkena infeksi ini atau tidak.
Darwan menjelaskan, masuknya bakteri atau mikroba ke dalam bola mata berpotensi melalui bekas luka sayatan pada bola mata ketika hendak dioperasi. Pada katarak misalnya, bola mata perlu dirobek sedikit untuk memasukkan alat yang akan membersihkan atau menghancurkan katarak itu sendiri yang menghalangi pandangan seseorang.
Sementara dia menjelaskan, sayatan pada bola mata pada operasi katarak sendiri bisa menjapai 1,5 centimeter. Ini yang bisa menjadi pintu gerbang masuknya bakteri jika tidak dirawat dengan baik pasca operasi. Metode operasi yang modern memungkinkan sayatan sangat kecil sehingga dapat meminimalisir terjadinya infeksi.
Kemampuan dokter juga sangat menentukan apakah si pasien bisa terkena infeksi setelah melakukan operasi.
"Karena perlu diketahui bahwa semakin lama proses operasi, maka akan semakin lama pula luka terbuka sehingga semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi," kata dokter humoris ini. Untuk operasi katarak, setidaknya idealnya dibutuhkan waktu 8 hingga 12 menit hingga selesai.
Selanjutnya, kondisi ruangan dan peralatan bedah juga turut menyumbang kontribusi. Ruangan dan alat bedah yang tidak dijaga kebersihannya dan banyak menyimpan debu tentu akan menjadi sarang berkumpulnya bakteri atau kuman yang bisa menyebabkan infeksi lebih cepat terjadi.
Tak kalah pentingnya, lanjut dokter Darwan, adalah kebersihan dan ketaatan si pasien dalam merawat bekas operasinya setelah kembali ke rumah. "Apakah pasiennya jorok atau tidak, apakah pasiennya mengikuti anjuran dokter tidak untuk menjaga kebersihan dan memakai obat, ini juga sangat penting," terangnya.
Jakarta Eye Centre (JEC) sebagai pionir rumah sakit mata pertama di Indonesia, kata Darwan yang juga Direktur Utamanya selain mengutamakan keberhasilan dalam proses operasi juga memikirkan bagaimana kondisi kesehatan pasien setelah pasca operasi agar tidak terkena infeksi.
Salah satunya dengan berhasil diwujudkannya 0% infeksi pasca operasi atau zero infection selama setahun terakhir ini. Bahkan pencapaian ini melampaui standar tolerasi infeksi yang bisa diterima yang ditetapkan European Society of Cataract dan Refractive Surgeons (ESCRS) yaitu sebesar 0,015%-0,5%. Dibuka sejak 2 April 2012 dan hingga 2 April lalu,JEC @Kedoya telah melakukan lebih dari 5.971 operasi intraokular dimana 3.130 diantaranya adalah berupa tindakan operasi katarak.
Prestasi ini sebenarnya tak mengherankan mengingat, teknologi operasi yang dilakukan JEC sudah menggunakan metode dan alat yang modern yaitu tanpa jahitan atau Veco dan bladless laser cataract surgery yaitu bedah katarak tak lagi mengenakan pisau melainkan laser. Tehnik ini bahkan diklaim satu-satunya di Indonesia yang diterapkan JEC.
"Pada Veco sayatan yang dibutuhkan tak lebih dari 2 milimeter, sementara di Indonesia mesin Veco itu sangat mahal, tidak semua kota bisa beli. Sedangkan bladless yang saat ini baru ada di JEC, ini pertama di Indonesia," kata Darwan.
Selain teknologi bedah,ruang operasi dan peralatan operasi juga diklaim sudah memenuhi standar sterilitas. Yaitu ruang operasi mengenakan teknologi positive pressure. "Dimana udara di dalam ruang operasi memiliki tekanan yang lebih tinggi dari udara di luar ruang sehingga seluruh isi ruang operasi dipastikan steril dari debu," kata Dokter Donny. Maka tak mengherankan pasien sudah seharusnya mendapat yang terbaik.
SUMBER
Ada ancaman gangguan yang tak kalah bahayanya yaitu infeksi paska operasi karena bisa berujung pada kebutaan jika tak tertangani dengan cepat dan benar.
Infeksi paska operasi mata atau bahasa medisnya, endophthalmitis berisiko terjadi pada seluruh tindakan operasi yang menembus mata bagian dalam (intraokular). Mayoritasnya yaitu 90% berisiko terjadi pasca operasi katarak.
"Mengingat 70% dari seluruh tindakan operasi mata berupa operasi katarak, tindakan ini merupakan operasi intraokular yang paling sering dilakukan di dunia, sehingga risiko infeksi lebih besar di sini," terang dokter spesialis mata, dokter Darwan M. Purba Sp.M dari Jakarta Eye Centre Kedoya di Jakarta, kemarin (15/6).
Endophthalmitis dijelaskan dokter Darwan merupakan infeksi mikroba peradangan berat pada seluruh jaringan intraokular yang mengenai dua dinding bola mata yaitu retina dan koroid. Infeksi ini biasanya disertai rasa sakit yang luar biasa, kemerahan pada mata bagian putih atau konjungtiva.
Waktu kapan ini menyerang memang berbeda-beda untuk setiap orang. Menurut dokter Darwan,ada yang satu bulan setelah operasi baru terkena, atau beberapa minggu setelahnya, tapi ada juga beberapa jam setelah operasi langsung merasakan adanya tanda-tanda terkena infeksi.
Namun yang terpenting ini harus segera diambil tindakan karena akibatnya bisa fatal.
"Bisa sangat berbahaya karena dengan cepat mengancam kemampuan penglihatan secara permanen, yaitu kebutaan," sambung dokter spesialis mata Donny V. Istiantoro Sp.M dalam kesempatan yang sama.
Lalu apa pemicunya? Dokter Darwan mengatakan, banyak faktor yang menjadi pemicu mengapa seseorang bisa terkena endophthalmitis. Karena ini merupakan infeksi yang umum terjadi pasca operasi, maka bagaimana tindakan operasi dan metode yang digunakan memiliki andil besar apakah seseorang bisa terkena infeksi ini atau tidak.
Darwan menjelaskan, masuknya bakteri atau mikroba ke dalam bola mata berpotensi melalui bekas luka sayatan pada bola mata ketika hendak dioperasi. Pada katarak misalnya, bola mata perlu dirobek sedikit untuk memasukkan alat yang akan membersihkan atau menghancurkan katarak itu sendiri yang menghalangi pandangan seseorang.
Sementara dia menjelaskan, sayatan pada bola mata pada operasi katarak sendiri bisa menjapai 1,5 centimeter. Ini yang bisa menjadi pintu gerbang masuknya bakteri jika tidak dirawat dengan baik pasca operasi. Metode operasi yang modern memungkinkan sayatan sangat kecil sehingga dapat meminimalisir terjadinya infeksi.
Kemampuan dokter juga sangat menentukan apakah si pasien bisa terkena infeksi setelah melakukan operasi.
"Karena perlu diketahui bahwa semakin lama proses operasi, maka akan semakin lama pula luka terbuka sehingga semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi," kata dokter humoris ini. Untuk operasi katarak, setidaknya idealnya dibutuhkan waktu 8 hingga 12 menit hingga selesai.
Selanjutnya, kondisi ruangan dan peralatan bedah juga turut menyumbang kontribusi. Ruangan dan alat bedah yang tidak dijaga kebersihannya dan banyak menyimpan debu tentu akan menjadi sarang berkumpulnya bakteri atau kuman yang bisa menyebabkan infeksi lebih cepat terjadi.
Tak kalah pentingnya, lanjut dokter Darwan, adalah kebersihan dan ketaatan si pasien dalam merawat bekas operasinya setelah kembali ke rumah. "Apakah pasiennya jorok atau tidak, apakah pasiennya mengikuti anjuran dokter tidak untuk menjaga kebersihan dan memakai obat, ini juga sangat penting," terangnya.
Jakarta Eye Centre (JEC) sebagai pionir rumah sakit mata pertama di Indonesia, kata Darwan yang juga Direktur Utamanya selain mengutamakan keberhasilan dalam proses operasi juga memikirkan bagaimana kondisi kesehatan pasien setelah pasca operasi agar tidak terkena infeksi.
Salah satunya dengan berhasil diwujudkannya 0% infeksi pasca operasi atau zero infection selama setahun terakhir ini. Bahkan pencapaian ini melampaui standar tolerasi infeksi yang bisa diterima yang ditetapkan European Society of Cataract dan Refractive Surgeons (ESCRS) yaitu sebesar 0,015%-0,5%. Dibuka sejak 2 April 2012 dan hingga 2 April lalu,JEC @Kedoya telah melakukan lebih dari 5.971 operasi intraokular dimana 3.130 diantaranya adalah berupa tindakan operasi katarak.
Prestasi ini sebenarnya tak mengherankan mengingat, teknologi operasi yang dilakukan JEC sudah menggunakan metode dan alat yang modern yaitu tanpa jahitan atau Veco dan bladless laser cataract surgery yaitu bedah katarak tak lagi mengenakan pisau melainkan laser. Tehnik ini bahkan diklaim satu-satunya di Indonesia yang diterapkan JEC.
"Pada Veco sayatan yang dibutuhkan tak lebih dari 2 milimeter, sementara di Indonesia mesin Veco itu sangat mahal, tidak semua kota bisa beli. Sedangkan bladless yang saat ini baru ada di JEC, ini pertama di Indonesia," kata Darwan.
Selain teknologi bedah,ruang operasi dan peralatan operasi juga diklaim sudah memenuhi standar sterilitas. Yaitu ruang operasi mengenakan teknologi positive pressure. "Dimana udara di dalam ruang operasi memiliki tekanan yang lebih tinggi dari udara di luar ruang sehingga seluruh isi ruang operasi dipastikan steril dari debu," kata Dokter Donny. Maka tak mengherankan pasien sudah seharusnya mendapat yang terbaik.
SUMBER
0
3K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan