- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Indonesian R.E.D (Retired Extremly Dangerous)


TS
revine
Indonesian R.E.D (Retired Extremly Dangerous)
Samlekoom!
Gan pada tau R.E.D kan? Film besutan Holliwood tentang pensiunan C.I.A yang masih berbahaya pada usia pensiunnya..
Ane nemu foto R.E.D indonesia nih gan. cekidot gan
sekilas biograpphy

Prabowo Subianto sering disebut sebagai seorang jendral kontroversial. Prestasi, dan kontroversi Prabowo dimulai saat ia mendaftarkan diri di Akademi Militer Magelang pada tahun 1970. Lulus pada tahun 1974, tahun 1976 Prabowo dipercaya sebagai Komandan Pleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur.
Operasi Penangkapan Presiden Fretilin Nicolau Lobato[sunting]
Pada bulan Desember 1978, Kapten Prabowo memimpin pasukan Den 28 Kopassus yang ditugaskan untuk membunuh pendiri dan wakil ketua Fretilin, yang pada saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Leste, Nicolau dos Reis Lobato. Lobato tewas setelah tertembak di perut saat bertempur di lembah Mindelo, pada tanggal 31 Desember 1978. Karena prestasi ini, Prabowo mendapatkan kenaikan pangkat.
Pelatihan Komando di Fort Benning[sunting]
Setelah kembali dari Timor Timur, karier militernya Prabowo terus melejit. Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus). Setelah menyelesaikan pelatihan "Special Forces Officer Course" di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara.
Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma
Pada tahun 1996, Komandan Kopassus Prabowo Subianto memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma. Operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspediti Lorentz '95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka. 5 orang yang disandera adalah peneliti biologi asal Indonesia, sedangkan 7 sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda dan Jerman[2]..
Ekspedisi Gunung Everest[sunting]
Pada tanggal 26 April 1997, Tim Nasional Indonesia ke Puncak Everest berhasil mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi dunia setelah mendaki melalui jalur selatan Nepal. Tim yang terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, dan Mapala UI ini diprakarsai oleh Komandan Jendral Kopassus, Mayor Jendral TNI Prabowo Subianto [3]. Ekspedisi dimulai pada tanggal 12 Maret 1997 dari Phakding, Nepal.
"Waktu itu kita mendengar bahwa Malaysia sudah mencanangkan akan mengibarkan bendera kebangsaan mereka pada tanggal 10 Mei 1997. Saya tidak rela bangsa Indonesia, sebagai bangsa 200 juta jiwa, harus kalah dengan bangsa lain di kawasan kita. Karena mencapai puncak tertinggi di dunia sudah menjadi salah satu tonggak ukuran prestasi suatu bangsa" tulis Prabowo dalam buku 'Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan'.
Keberhasilan ekspedisi ini menjadikan Indonesia negara pertama dari kawasan tropis, sekaligus juga negara di Asia Tenggara pertama yang mencatat sukses menggapai puncak Everest[4].
Jabatan dan Penghargaan Militer
Berikut adalah daftar jabatan yang Prabowo saat mengabdi sebagai prajurit TNI:[20]
Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha (1976)
Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha (1977)
Wakil Komandan Detasemen–81 Kopassus (1983-1985)
Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1985-1987)
Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1987-1991)
Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad (1991-1993)
Komandan Group-3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (1993-1994)
Wakil Komandan Komando Pasukan Khusus (1994)
Komandan Komando Pasukan Khusus (1995-1996)
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998)
Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998)
Komandan Sekolah Staf Dan Komando ABRI (1998)
Berikut adalah daftar penghargaan militer Prabowo:
Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
Satya Lencana Kesetiaan XVI Tahun
Satya Lencana Seroja Ulangan–III
Satya Lencana Raksaka Dharma
Satya Lencana Dwija Sistha
Satya Lencana Wira Karya
The First Class The Padin Medal Ops Honor dari Pemerintah Kamboja
Bintang Yudha Dharma Nararya

Sintong mulai mencoba memasuki dunia militer saat mencoba melamar masuk Akademi Angkatan Udara pada tahun 1959. Saat menunggu hasil lamarannya tadi, Sintong juga mengikuti ujian masuk Akademi Militer Nasional pada tahun 1960, dan lulus sebagai bagian dari 117 taruna AMN angkatan V. Sintong lulus dari AMN pada tahun 1963 dengan pangkat Letnan Dua. Selanjutnya ia mengikuti sekolah dasar cabang Infantri di Bandung dan lulus pada tanggal 27 Juni 1964 dan ditempatkan sebagai perwira pertama Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), pasukan elit TNI Angkatan Darat (kini bernama Komando Pasukan Khusus - Kopassus).
Pada periode Agustus 1964-Februari 1965 Sintong menerima perintah operasi tempur peramanya di dalam Operasi Kilat penumpasan gerombolan DI/TII pimpinan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Sejak Februari 1965, Sintong mengikuti pendidikan dasar komando di Pusat Pendidikan Para Komando AD di Batujajar. Ia memperoleh atribut Komando di Pantai Permisan, 1 Agustus 1965, dan kembali ke Batujajar untuk pendidikan dasar Para dan mengalami 3 kali terjun. Setelah itu ia menerima perintah untuk diterjunkan di Kuching, Serawak, Malaysia Timur sebagai bagian dari Kompi Sukarelawan Pembebasan Kalimantan Utara dalam rangka Konfrontasi Malaysia.
Terjadinya Gerakan 30 September (G30S) membatalkan rencana penerjunan di atas. Sintong sebagai bagian dari Kompi yang berada di bawah pimpinan Lettu Feisal Tanjung kemudian berperan aktif dalam menggagalkan G30S. Sintong memimpin Peleton 1 untuk merebut stasiun / kantor pusat Radio Republik Indonesia (RRI), yang memungkinkan Kapuspen-AD, Brigjen TNI Ibnu Subroto menyiarkan amanat Mayjen TNI Soeharto. Sintong juga turut serta dalam mengamankan Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, dan memimpin anak buahnya dalam penemuan sumur tua di Lubang Buaya.[4]
Setelah itu Sintong menerima tugas operasi pemulihan keamanan dan ketertiban di Jawa Tengah, untuk memimpin Peleton 1 di bawah kompi Tanjung beroperasi memberantas pendukung G30S di Semarang, Demak, Blora, Kudus, Cepu, Salatiga, Boyolali, Yogyakarta hingga lereng timur Gunung Merapi.[5]
Pada tahun 1969 Kapten Feisal Tanjung mengikutsertakan Sintong dalam upaya membujuk kepala-kepala suku di Irian Barat untuk memilih bergabung bersama Indonesia dalam Penentuan Pendapat Rakyat.[6] Berbagai prestasi Sintong di kesatuan khusus TNI-AD ini mengantarkannya ke kursi Komandan Kopassandha di periode 1985-1987, menggantikan Brigjen. Wismoyo Arismunandar.
Sintong Panjaitan adalah pemimpin Grup-1 Para Komando yang terjun dalam operasi pembebasan kontra terorisme dalam peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla tanggal 31 Maret 1981. Operasi ini dijalankan saat pangkatnya adalah Letnan Kolonel. Walaupun terdapat dua korban jiwa (satu Pilot dan satu anggota Para Komando), operasi tersebut dinilai sukses oleh pemerintah Indonesia karena selamatnya seluruh awak dan penumpang pesawat yang lain, sehingga ia beserta tim-nya dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat.
Keterlibatannya dalam operasi militer di daerah Timor Timur kemudian menjadi salah satu penyebab diangkatnya Sintong menjadi Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana yang mencakup Provinsi Timor Timur. Sintong kemudian dicopot dari jabatannya sebagai pangdam akibat Insiden Dili yang terjadi di pemakaman Santa Cruz, 11 November 1991, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan skandal internasional. Beberapa pihak menyatakan bahwa peristiwa ini turut mengakhiri karier militer Sintong.[7] Akibat keterlibatannya dalam insiden tersebut ia dituntut pada 1992 oleh keluarga seorang korban jiwa dan divonis, pada 1994, untuk membayar ganti rugi sebanyak total 14 juta dollars AS.[8]

Haji Abdullah Makhmud Hendropriyono, Jenderal TNI (Purnawirawan), dilahirkan di Yogyakarta pada 7 Mei 1945. Menempuh pendidikan umum: SR Muhammadiyah Jl Garuda 33 Kemayoran Jakarta, SR Negeri Jl Lematang Jakarta, SMP Negeri V bag B (Ilmu Pasti) Jl Dr Sutomo Jakarta, SMA Negeri II bag B (Ilmu Pasti) Jl Gajah Mada di Jakarta.
Pendidikan militer diperoleh di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang (lulus 1967), Australian Intelligence Course di Woodside (1971), United States Army General Staff College di Fort Leavenworth, Amerika Serikat (1980), Sekolah Staf dan Komando (Sesko) ABRI, yang lulus terbaik pada 1989 bidang akademik dan kertas karya perorangan dengan mendapat anugerah Wira Karya Nugraha.
Pernah menjadi peserta KSA VI Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dengan predikat prestasi tertinggi.
Beberapa latihan ketrampilan militer yang pernah diikutinya antara lain adalah Para-Komando, terjun tempur statik, terjun bebas militer (Military Free Fall) dan penembak mahir.
Karir militer AM Hendropriyono diawali sebagai Komandan Peleton dengan pangkat Letnan Dua Infantri di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Ia kemudian menjadi Komandan Detasemen Tempur Para-Komando, Asisten Intelijen Komando Daerah Militer Jakarta Raya/Kodam Jaya (1986), Komandan Resor Militer 043/Garuda Hitam Lampung (1988), Direktur Pengamanan VIP dan Obyek Vital, Direktur Operasi Dalam Negeri Badan Intelijen Strategis (Bais) ABRI (199I-1993). Panglima Daerah Militer Jakarta Raya dan Komandan Kodiklat TNI AD.
Berbagai operasi militer yang diikutinya adalah Gerakan Operasi Militer (GOM) VI, dua kali terlibat dalam Operasi Sapu Bersih III dan dua kali dalam Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang bernama Timor Leste).
Pendidikan umum AM Hendropriyono menjadikannya sebagai sarjana dalam Administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara (STIA-LAN), Sarjana Hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), Sarjana Ekonomi dari Universitas Terbuka (UT) Jakarta, Sarjana Teknik Industri dari Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Bandung, Magister Administrasi Niaga dari University of the City of Manila Filipina, Magister di bidang hukum dari STHM dan pada bulan Juli 2009 meraih gelar doktor filsafat di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan predikat Cum Laude.
Dalam birokrasi pemerintahan RI, AM Hendropriyono pernah memangku berbagai jabatan yang berturut-turut : Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan Republik Indonesia (1996-1998), Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) dalam Kabinet Pembangunan VII, Menteri Transmigrasi dan PPH dalam Kabinet Reformasi yang kemudian merangkap Menteri Tenaga Kerja. Pada periode tahun 2001-2004 sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Kabinet Gotong Royong. AM Hendropriyono merupakan penggagas lahirnya Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) di Sentul Bogor dan Dewan Analis Strategis (DAS) Badan Intelijen Negara.
Ia juga penyandang berbagai kehormatan negara RI, dalam wujud bintang dan tanda jasa antara lain : Bintang Mahaputera Indonesia Adipradana, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya-prestasi, Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Yudha Dharma, Bintang Dharma, Satya Lencana Bhakti untuk luka-luka di medan pertempuran, serta anggota Legiun Veteran Pembela Republik Indonesia (Pembela/E, NPV : 21.157.220).
Dewasa ini AM Hendropriyono menjadi pengamat terorisme, yang kerap diminta untuk menjadi nara sumber oleh media massa dan berbagai Lembaga, giat menulis bermacam pemikirannya dalam artikel-artikel di berbagai koran, majalah, radio dan televisi. Ia mendedikasikan ilmunya dengan mengajar Filsafat Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Militer Jakarta dan berbagai perguruan tinggi lain.

Agum Gumelar
Agum Gumelar lahir di Tasikmalaya, 17 Desember 1945. Dari pernikahannya dengan Linda Achmad Tahir, Agum memperoleh 2 anak, yaitu Khaseli dan Ami. Agum sendiri menamatkan sekolah SD hingga SMA-nya di Bandung (1964), lantas masuk Akademi Militer Nasional (AMN) 1969.
Pada (1973-1976), Agum sempat menjabat sebagai staf Kopkamtib dan Bakin. Lalu Wakil Asintel Kopassus (1987-1988), Asisten Intelijen Kopassus (1988-1990), Asisten Intelijen I Kasdam Jaya (1991-1992).
Pada 1992-1993, Agum jadi Danrem 043/Garuda Hitam Lampung. Lalu Direktur A Badan Intelijen dan Strategis (BAIS) ABRI 1993-1994, Komandan Kopassus ke-13 (1993-1994). Pada 1994-1996, dia naik pangkat sebagai Kasdam I Bukit Barisan (1994-1996).
Agum lalu menjabat Staf Ahli Pangab bidang Polkam (1996), Pangdam VII Wirabuana (1996-1998), dan Gubernur Lemhanas (1998). Selain aktif di kemiliteran, Agum masih menjadi Ketua Liga Amatir PSSI dan Ketua Liga Indonesia (1993-1995) dan Ketua Umum PSSI (1998). Di era Gus Dur, jenderal bintang 3 ini menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Lantas, posnya ditambahi menjadi Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi.
Di masa akhir pemerintahan Presiden Gus Dur, Agum ditunjuk sebagai Menko Polsoskam menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono. Agum terus mencorong setelah dia menolak dekrit presiden. Dalam SI MPR Juli 2001, Agum dicalonkan sebagai wakil presiden, meski akhirnya terjungkal. (ma2n dari berbagai sumber)
Biodata
Nama:
Letjen TNI Agum Gumelar
Lahir:
Tasikmalaya, 17 Desember 1945
Agama:
Islam
Istri:
Linda Amaliasari Achmad Tahir
Anak:
- Khaseli
- Ami
Pendidikan:
- SD, SMP, SMA, di Bandung, (1964)
- Akademi Militer Nasional (AMN), (1968)
Organisasi dan Karir Penting:
- Staf Kopkamtib dan Bakin, (1973-1976)
- Wakil Asintel Kopassus, (1987-1988)
- Asisten Intelijen Kopassus, (1988-1990)
- Asisten Intelijen I Kasdam Jaya, (1991-1992)
- Danrem 043/Garuda Hitam Lampung, (1992-1993)
- Direktur A Badan Intelijen dan Strategis (Bais) ABRI, (1993-1994)
- Komandan Kopassus ke-13, (1993-1994)
- Ketua Liga Amatir PSSI dan Ketua Liga Indonesia, (1993-1995)
- Kasdam I/Bukit Barisan, (1994-1996)
- Staf Ahli Pangab bidang Polkam, (1996)
- Pangdam VII/Wirabuana, (1996-1998)
- Ketua Umum PSSI, (1998- )
- Gubernur Lemhanas, (1998)
- Menteri Perhubungan, (1999-2001)
- Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan, (2001)
- Menteri Perhubungan Kabinet Gotong Royong, (2001-2004)
Thanks udah mampir gan.. Maap kalo REPOST..
Gan pada tau R.E.D kan? Film besutan Holliwood tentang pensiunan C.I.A yang masih berbahaya pada usia pensiunnya..
Ane nemu foto R.E.D indonesia nih gan. cekidot gan
Spoiler for RED:
Spoiler for RED:

Spoiler for RED:

Spoiler for Indonesian RED:
R.E.D Indonesia lagi ngumpul.. serem 
ada Pak Prabowo, Pak Soebagyo HS, Pak Agum Gumelar, Pak Hendro Priyono, Pak Sintong Panjaitan.
kira- kira se berbahaya apa ya gan mereka sekarang??


kira- kira se berbahaya apa ya gan mereka sekarang??

sekilas biograpphy
Spoiler for biography:
Spoiler for PRABOWO:

Prabowo Subianto sering disebut sebagai seorang jendral kontroversial. Prestasi, dan kontroversi Prabowo dimulai saat ia mendaftarkan diri di Akademi Militer Magelang pada tahun 1970. Lulus pada tahun 1974, tahun 1976 Prabowo dipercaya sebagai Komandan Pleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur.
Operasi Penangkapan Presiden Fretilin Nicolau Lobato[sunting]
Pada bulan Desember 1978, Kapten Prabowo memimpin pasukan Den 28 Kopassus yang ditugaskan untuk membunuh pendiri dan wakil ketua Fretilin, yang pada saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Leste, Nicolau dos Reis Lobato. Lobato tewas setelah tertembak di perut saat bertempur di lembah Mindelo, pada tanggal 31 Desember 1978. Karena prestasi ini, Prabowo mendapatkan kenaikan pangkat.
Pelatihan Komando di Fort Benning[sunting]
Setelah kembali dari Timor Timur, karier militernya Prabowo terus melejit. Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus). Setelah menyelesaikan pelatihan "Special Forces Officer Course" di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara.
Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma
Pada tahun 1996, Komandan Kopassus Prabowo Subianto memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma. Operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspediti Lorentz '95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka. 5 orang yang disandera adalah peneliti biologi asal Indonesia, sedangkan 7 sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda dan Jerman[2]..
Ekspedisi Gunung Everest[sunting]
Pada tanggal 26 April 1997, Tim Nasional Indonesia ke Puncak Everest berhasil mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi dunia setelah mendaki melalui jalur selatan Nepal. Tim yang terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, dan Mapala UI ini diprakarsai oleh Komandan Jendral Kopassus, Mayor Jendral TNI Prabowo Subianto [3]. Ekspedisi dimulai pada tanggal 12 Maret 1997 dari Phakding, Nepal.
"Waktu itu kita mendengar bahwa Malaysia sudah mencanangkan akan mengibarkan bendera kebangsaan mereka pada tanggal 10 Mei 1997. Saya tidak rela bangsa Indonesia, sebagai bangsa 200 juta jiwa, harus kalah dengan bangsa lain di kawasan kita. Karena mencapai puncak tertinggi di dunia sudah menjadi salah satu tonggak ukuran prestasi suatu bangsa" tulis Prabowo dalam buku 'Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan'.
Keberhasilan ekspedisi ini menjadikan Indonesia negara pertama dari kawasan tropis, sekaligus juga negara di Asia Tenggara pertama yang mencatat sukses menggapai puncak Everest[4].
Jabatan dan Penghargaan Militer
Berikut adalah daftar jabatan yang Prabowo saat mengabdi sebagai prajurit TNI:[20]
Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha (1976)
Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha (1977)
Wakil Komandan Detasemen–81 Kopassus (1983-1985)
Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1985-1987)
Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1987-1991)
Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad (1991-1993)
Komandan Group-3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (1993-1994)
Wakil Komandan Komando Pasukan Khusus (1994)
Komandan Komando Pasukan Khusus (1995-1996)
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998)
Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998)
Komandan Sekolah Staf Dan Komando ABRI (1998)
Berikut adalah daftar penghargaan militer Prabowo:
Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
Satya Lencana Kesetiaan XVI Tahun
Satya Lencana Seroja Ulangan–III
Satya Lencana Raksaka Dharma
Satya Lencana Dwija Sistha
Satya Lencana Wira Karya
The First Class The Padin Medal Ops Honor dari Pemerintah Kamboja
Bintang Yudha Dharma Nararya
Spoiler for Sintong Panjaitan:

Sintong mulai mencoba memasuki dunia militer saat mencoba melamar masuk Akademi Angkatan Udara pada tahun 1959. Saat menunggu hasil lamarannya tadi, Sintong juga mengikuti ujian masuk Akademi Militer Nasional pada tahun 1960, dan lulus sebagai bagian dari 117 taruna AMN angkatan V. Sintong lulus dari AMN pada tahun 1963 dengan pangkat Letnan Dua. Selanjutnya ia mengikuti sekolah dasar cabang Infantri di Bandung dan lulus pada tanggal 27 Juni 1964 dan ditempatkan sebagai perwira pertama Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), pasukan elit TNI Angkatan Darat (kini bernama Komando Pasukan Khusus - Kopassus).
Pada periode Agustus 1964-Februari 1965 Sintong menerima perintah operasi tempur peramanya di dalam Operasi Kilat penumpasan gerombolan DI/TII pimpinan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Sejak Februari 1965, Sintong mengikuti pendidikan dasar komando di Pusat Pendidikan Para Komando AD di Batujajar. Ia memperoleh atribut Komando di Pantai Permisan, 1 Agustus 1965, dan kembali ke Batujajar untuk pendidikan dasar Para dan mengalami 3 kali terjun. Setelah itu ia menerima perintah untuk diterjunkan di Kuching, Serawak, Malaysia Timur sebagai bagian dari Kompi Sukarelawan Pembebasan Kalimantan Utara dalam rangka Konfrontasi Malaysia.
Terjadinya Gerakan 30 September (G30S) membatalkan rencana penerjunan di atas. Sintong sebagai bagian dari Kompi yang berada di bawah pimpinan Lettu Feisal Tanjung kemudian berperan aktif dalam menggagalkan G30S. Sintong memimpin Peleton 1 untuk merebut stasiun / kantor pusat Radio Republik Indonesia (RRI), yang memungkinkan Kapuspen-AD, Brigjen TNI Ibnu Subroto menyiarkan amanat Mayjen TNI Soeharto. Sintong juga turut serta dalam mengamankan Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, dan memimpin anak buahnya dalam penemuan sumur tua di Lubang Buaya.[4]
Setelah itu Sintong menerima tugas operasi pemulihan keamanan dan ketertiban di Jawa Tengah, untuk memimpin Peleton 1 di bawah kompi Tanjung beroperasi memberantas pendukung G30S di Semarang, Demak, Blora, Kudus, Cepu, Salatiga, Boyolali, Yogyakarta hingga lereng timur Gunung Merapi.[5]
Pada tahun 1969 Kapten Feisal Tanjung mengikutsertakan Sintong dalam upaya membujuk kepala-kepala suku di Irian Barat untuk memilih bergabung bersama Indonesia dalam Penentuan Pendapat Rakyat.[6] Berbagai prestasi Sintong di kesatuan khusus TNI-AD ini mengantarkannya ke kursi Komandan Kopassandha di periode 1985-1987, menggantikan Brigjen. Wismoyo Arismunandar.
Sintong Panjaitan adalah pemimpin Grup-1 Para Komando yang terjun dalam operasi pembebasan kontra terorisme dalam peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla tanggal 31 Maret 1981. Operasi ini dijalankan saat pangkatnya adalah Letnan Kolonel. Walaupun terdapat dua korban jiwa (satu Pilot dan satu anggota Para Komando), operasi tersebut dinilai sukses oleh pemerintah Indonesia karena selamatnya seluruh awak dan penumpang pesawat yang lain, sehingga ia beserta tim-nya dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat.
Keterlibatannya dalam operasi militer di daerah Timor Timur kemudian menjadi salah satu penyebab diangkatnya Sintong menjadi Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana yang mencakup Provinsi Timor Timur. Sintong kemudian dicopot dari jabatannya sebagai pangdam akibat Insiden Dili yang terjadi di pemakaman Santa Cruz, 11 November 1991, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan skandal internasional. Beberapa pihak menyatakan bahwa peristiwa ini turut mengakhiri karier militer Sintong.[7] Akibat keterlibatannya dalam insiden tersebut ia dituntut pada 1992 oleh keluarga seorang korban jiwa dan divonis, pada 1994, untuk membayar ganti rugi sebanyak total 14 juta dollars AS.[8]
Spoiler for Hendro priyono:

Haji Abdullah Makhmud Hendropriyono, Jenderal TNI (Purnawirawan), dilahirkan di Yogyakarta pada 7 Mei 1945. Menempuh pendidikan umum: SR Muhammadiyah Jl Garuda 33 Kemayoran Jakarta, SR Negeri Jl Lematang Jakarta, SMP Negeri V bag B (Ilmu Pasti) Jl Dr Sutomo Jakarta, SMA Negeri II bag B (Ilmu Pasti) Jl Gajah Mada di Jakarta.
Pendidikan militer diperoleh di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang (lulus 1967), Australian Intelligence Course di Woodside (1971), United States Army General Staff College di Fort Leavenworth, Amerika Serikat (1980), Sekolah Staf dan Komando (Sesko) ABRI, yang lulus terbaik pada 1989 bidang akademik dan kertas karya perorangan dengan mendapat anugerah Wira Karya Nugraha.
Pernah menjadi peserta KSA VI Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dengan predikat prestasi tertinggi.
Beberapa latihan ketrampilan militer yang pernah diikutinya antara lain adalah Para-Komando, terjun tempur statik, terjun bebas militer (Military Free Fall) dan penembak mahir.
Karir militer AM Hendropriyono diawali sebagai Komandan Peleton dengan pangkat Letnan Dua Infantri di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Ia kemudian menjadi Komandan Detasemen Tempur Para-Komando, Asisten Intelijen Komando Daerah Militer Jakarta Raya/Kodam Jaya (1986), Komandan Resor Militer 043/Garuda Hitam Lampung (1988), Direktur Pengamanan VIP dan Obyek Vital, Direktur Operasi Dalam Negeri Badan Intelijen Strategis (Bais) ABRI (199I-1993). Panglima Daerah Militer Jakarta Raya dan Komandan Kodiklat TNI AD.
Berbagai operasi militer yang diikutinya adalah Gerakan Operasi Militer (GOM) VI, dua kali terlibat dalam Operasi Sapu Bersih III dan dua kali dalam Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang bernama Timor Leste).
Pendidikan umum AM Hendropriyono menjadikannya sebagai sarjana dalam Administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara (STIA-LAN), Sarjana Hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), Sarjana Ekonomi dari Universitas Terbuka (UT) Jakarta, Sarjana Teknik Industri dari Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Bandung, Magister Administrasi Niaga dari University of the City of Manila Filipina, Magister di bidang hukum dari STHM dan pada bulan Juli 2009 meraih gelar doktor filsafat di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan predikat Cum Laude.
Dalam birokrasi pemerintahan RI, AM Hendropriyono pernah memangku berbagai jabatan yang berturut-turut : Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan Republik Indonesia (1996-1998), Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) dalam Kabinet Pembangunan VII, Menteri Transmigrasi dan PPH dalam Kabinet Reformasi yang kemudian merangkap Menteri Tenaga Kerja. Pada periode tahun 2001-2004 sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Kabinet Gotong Royong. AM Hendropriyono merupakan penggagas lahirnya Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) di Sentul Bogor dan Dewan Analis Strategis (DAS) Badan Intelijen Negara.
Ia juga penyandang berbagai kehormatan negara RI, dalam wujud bintang dan tanda jasa antara lain : Bintang Mahaputera Indonesia Adipradana, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya-prestasi, Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Yudha Dharma, Bintang Dharma, Satya Lencana Bhakti untuk luka-luka di medan pertempuran, serta anggota Legiun Veteran Pembela Republik Indonesia (Pembela/E, NPV : 21.157.220).
Dewasa ini AM Hendropriyono menjadi pengamat terorisme, yang kerap diminta untuk menjadi nara sumber oleh media massa dan berbagai Lembaga, giat menulis bermacam pemikirannya dalam artikel-artikel di berbagai koran, majalah, radio dan televisi. Ia mendedikasikan ilmunya dengan mengajar Filsafat Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Militer Jakarta dan berbagai perguruan tinggi lain.
Spoiler for Agum Gumelar:

Agum Gumelar
Agum Gumelar lahir di Tasikmalaya, 17 Desember 1945. Dari pernikahannya dengan Linda Achmad Tahir, Agum memperoleh 2 anak, yaitu Khaseli dan Ami. Agum sendiri menamatkan sekolah SD hingga SMA-nya di Bandung (1964), lantas masuk Akademi Militer Nasional (AMN) 1969.
Pada (1973-1976), Agum sempat menjabat sebagai staf Kopkamtib dan Bakin. Lalu Wakil Asintel Kopassus (1987-1988), Asisten Intelijen Kopassus (1988-1990), Asisten Intelijen I Kasdam Jaya (1991-1992).
Pada 1992-1993, Agum jadi Danrem 043/Garuda Hitam Lampung. Lalu Direktur A Badan Intelijen dan Strategis (BAIS) ABRI 1993-1994, Komandan Kopassus ke-13 (1993-1994). Pada 1994-1996, dia naik pangkat sebagai Kasdam I Bukit Barisan (1994-1996).
Agum lalu menjabat Staf Ahli Pangab bidang Polkam (1996), Pangdam VII Wirabuana (1996-1998), dan Gubernur Lemhanas (1998). Selain aktif di kemiliteran, Agum masih menjadi Ketua Liga Amatir PSSI dan Ketua Liga Indonesia (1993-1995) dan Ketua Umum PSSI (1998). Di era Gus Dur, jenderal bintang 3 ini menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Lantas, posnya ditambahi menjadi Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi.
Di masa akhir pemerintahan Presiden Gus Dur, Agum ditunjuk sebagai Menko Polsoskam menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono. Agum terus mencorong setelah dia menolak dekrit presiden. Dalam SI MPR Juli 2001, Agum dicalonkan sebagai wakil presiden, meski akhirnya terjungkal. (ma2n dari berbagai sumber)
Biodata
Nama:
Letjen TNI Agum Gumelar
Lahir:
Tasikmalaya, 17 Desember 1945
Agama:
Islam
Istri:
Linda Amaliasari Achmad Tahir
Anak:
- Khaseli
- Ami
Pendidikan:
- SD, SMP, SMA, di Bandung, (1964)
- Akademi Militer Nasional (AMN), (1968)
Organisasi dan Karir Penting:
- Staf Kopkamtib dan Bakin, (1973-1976)
- Wakil Asintel Kopassus, (1987-1988)
- Asisten Intelijen Kopassus, (1988-1990)
- Asisten Intelijen I Kasdam Jaya, (1991-1992)
- Danrem 043/Garuda Hitam Lampung, (1992-1993)
- Direktur A Badan Intelijen dan Strategis (Bais) ABRI, (1993-1994)
- Komandan Kopassus ke-13, (1993-1994)
- Ketua Liga Amatir PSSI dan Ketua Liga Indonesia, (1993-1995)
- Kasdam I/Bukit Barisan, (1994-1996)
- Staf Ahli Pangab bidang Polkam, (1996)
- Pangdam VII/Wirabuana, (1996-1998)
- Ketua Umum PSSI, (1998- )
- Gubernur Lemhanas, (1998)
- Menteri Perhubungan, (1999-2001)
- Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan, (2001)
- Menteri Perhubungan Kabinet Gotong Royong, (2001-2004)
Thanks udah mampir gan.. Maap kalo REPOST..

Diubah oleh revine 16-06-2013 08:39
0
11.6K
Kutip
63
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan