- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Marina Chapman - Real Life Tarzan


TS
Fix.Vallen
Marina Chapman - Real Life Tarzan
PENTING!
Quote:
Sebelumnya saya sendiri menyatakan berita ini sudah pernah di posting, tpai sepertinya belum menghasilkan HT, jadi ane coba ahhk... sapa tau konsep ane mengumpulkan data bisa menyampaikan berita ini ke agan-agan yang masih belum mendengar kisah aganwati Marina Chapman ini.
Lokasi Thread sebelum ane >>> Thread 1- Thread 2
Marina Chapman - Tarzan dalam kehidupan nyata.

Quote:
VIVAnews -- Mungkin tak ada orang yang punya kisah hidup seaneh Marina Chapman. Ia mengaku lahir di Kolombia, diculik pada usia empat tahun, kemudian ditelantarkan di tengah hutan. Dan yang luar biasa, ia dibesarkan kawanan monyet Capuchin.
Sebagai anak adopsi kawanan monyet, Marina mengaku belajar untuk menjadi monyet dewasa. Memanjat pohon, menangkap kelinci dengan tangannya. Kehidupannya yang mirip Tarzan berakhir setelah keberadaannya diketahui sejumlah pemburu.
Pemburu itu itu menukarnya dengan seekor burung beo di tempat prostitusi, melarikan diri sebelum melayani lelaki hidung belang pertamanya, menjadi pemimpin geng anak-anak, dan berakhir di Bradford, Inggris.
Maka tak mengejutkan saat kisah hidupnya yang menakjubkan dilaporkan Sunday Times, di halaman tiga, dengan judul menarik, "Me Tarzana, queen of the jungle" atau "Aku Tarzana, Sang Ratu Hutan".
Ceritanya yang mirip dongeng juga menjadi subyek buku berjudul, "The Girl With No Name" atau "Gadis Tanpa Nama" yang akan terbit di Inggris musim semi mendatang. Pembuatan film dokumenter menyusul kemudian.

Buku yang hak penerbitannya sudah terjual di tujuh negara menceritakan kisah Marina tinggal di tengah keluarga monyet Capuchin nya: mengikuti kawanannya dan meniru apa yang mereka makan dan minum, ikut serta dalam aktivitas sosial primata unik itu, belajar bahasa yang mereka gunakan. Marina secara bertahap menjadi bagian dari keluarga monyet itu selama lima tahun.
"Mereka berkelahi, bermain, dan berbagi pengalaman manis juga menakutkan," demikian publikasi terkait buku tersebut. "Marina memiliki kemampuan luar biasa melebihi manusia lain seperti memanjat pohon, bergerak diam-diam, dan komunikasi binatang."
Buku itu juga menceritakan jalan hidup Marina setelah berpisah dari keluarga monyetnya. Diadopsi sebuah keluarga di Bradford, belajar menjadi koki, bekerja di National Media Museum, banting setir dengan berkarir membantu anak-anak bermasalah setelah menikah dengan ahli bakteri di tahun 1970-an.
Marina, yang diyakini berusia 50-an, tidak mengetahui pasti kapan ia lahir. Dengan alasan kesepakatan terkait penerbitan buku, ia dilarang bicara dengan orang luar tentang masa lalunya.
Sementara, para tetangganya tidak mengira ia pernah tinggal dengan kawanan monyet. Di Bradfort, ia terkenal karena pernah memasak quiche, pastri asin untuk Duke of Kent, yang memuji setinggi langit hasil masakannya itu sebagai "yang terbaik".
Ia dan suaminya John (64) dikenal hanya bicara yang perlu-perlu saja, punya selera humor baik, dan membesarkan anak-anaknya dengan normal, bukan cara monyet. Sedikit berbeda dengan pernyataan anak perempuan Marina, Vanessa James dalam sebuah laporan. "Ketika kami menginginkan makanan, kami harus membuat suara-suara tertentu."
Model sekaligus komposer itu juga mengaku ibunya kerap menceritakan pengalamannya hidup di hutan. Anak beranak itu juga pernah berkunjung ke Kolombia, melacak akar Marina. Namun tak berhasil.
Karena itulah Marina menyanggupi kisah hidupnya dijadikan buku. Sebagian dari keuntungan dari buku itu akan disumbangkan untuk amal. Melawan perdagangan manusia dan perbudakan anak di Kolombia.
Sebagai anak adopsi kawanan monyet, Marina mengaku belajar untuk menjadi monyet dewasa. Memanjat pohon, menangkap kelinci dengan tangannya. Kehidupannya yang mirip Tarzan berakhir setelah keberadaannya diketahui sejumlah pemburu.
Pemburu itu itu menukarnya dengan seekor burung beo di tempat prostitusi, melarikan diri sebelum melayani lelaki hidung belang pertamanya, menjadi pemimpin geng anak-anak, dan berakhir di Bradford, Inggris.
Maka tak mengejutkan saat kisah hidupnya yang menakjubkan dilaporkan Sunday Times, di halaman tiga, dengan judul menarik, "Me Tarzana, queen of the jungle" atau "Aku Tarzana, Sang Ratu Hutan".
Ceritanya yang mirip dongeng juga menjadi subyek buku berjudul, "The Girl With No Name" atau "Gadis Tanpa Nama" yang akan terbit di Inggris musim semi mendatang. Pembuatan film dokumenter menyusul kemudian.

Buku yang hak penerbitannya sudah terjual di tujuh negara menceritakan kisah Marina tinggal di tengah keluarga monyet Capuchin nya: mengikuti kawanannya dan meniru apa yang mereka makan dan minum, ikut serta dalam aktivitas sosial primata unik itu, belajar bahasa yang mereka gunakan. Marina secara bertahap menjadi bagian dari keluarga monyet itu selama lima tahun.
"Mereka berkelahi, bermain, dan berbagi pengalaman manis juga menakutkan," demikian publikasi terkait buku tersebut. "Marina memiliki kemampuan luar biasa melebihi manusia lain seperti memanjat pohon, bergerak diam-diam, dan komunikasi binatang."
Buku itu juga menceritakan jalan hidup Marina setelah berpisah dari keluarga monyetnya. Diadopsi sebuah keluarga di Bradford, belajar menjadi koki, bekerja di National Media Museum, banting setir dengan berkarir membantu anak-anak bermasalah setelah menikah dengan ahli bakteri di tahun 1970-an.
Marina, yang diyakini berusia 50-an, tidak mengetahui pasti kapan ia lahir. Dengan alasan kesepakatan terkait penerbitan buku, ia dilarang bicara dengan orang luar tentang masa lalunya.
Sementara, para tetangganya tidak mengira ia pernah tinggal dengan kawanan monyet. Di Bradfort, ia terkenal karena pernah memasak quiche, pastri asin untuk Duke of Kent, yang memuji setinggi langit hasil masakannya itu sebagai "yang terbaik".
Ia dan suaminya John (64) dikenal hanya bicara yang perlu-perlu saja, punya selera humor baik, dan membesarkan anak-anaknya dengan normal, bukan cara monyet. Sedikit berbeda dengan pernyataan anak perempuan Marina, Vanessa James dalam sebuah laporan. "Ketika kami menginginkan makanan, kami harus membuat suara-suara tertentu."
Model sekaligus komposer itu juga mengaku ibunya kerap menceritakan pengalamannya hidup di hutan. Anak beranak itu juga pernah berkunjung ke Kolombia, melacak akar Marina. Namun tak berhasil.
Karena itulah Marina menyanggupi kisah hidupnya dijadikan buku. Sebagian dari keuntungan dari buku itu akan disumbangkan untuk amal. Melawan perdagangan manusia dan perbudakan anak di Kolombia.
Sedikit Detil Kehidupan Marina.
Awal Kejadian.
Quote:
Di usia 4 tahun, Marina mengaku dibius, diculik dari rumahnya di Kolombia, lalu entah bagaimana berakhir di
hutan hujan tropis. Ia lalu dirawat dan dibesarkan di kawanan Monyet Capuchin. Belajar bertahan hidup, memanjat pohon, dan tidur di dahan.
Seperti halnya Tarzan, Marina merasa berutang budi pada keluarga monyet yang merawatnya, yang "lebih manusiawi" daripada orang-orang yang menculiknya.

Kisah Marina diawali suatu hari di tahun 1954. Kala itu ia sedang asyik bermain di kebun rumahnya di Kolombia. Tak menyadari ada bahaya mendekat. "Tiba-tiba aku melihat kilatan tangan hitam dan kain putih, menutup wajahku. Saat aku merasa syok dan terteror, aku mencium bau bahan kimia kuat," kata dia seperti dimuat Daily Mail (30/3/2013).
Lalu, ia tak sadarkan diri. "Kupikir aku bakal mati."
Saat tersadar, Marina mengaku mendengar suara mesin. Ia sadar berada di bagian belakang truk. Dan tak sendirian. "Aku mendengar suara tangis yang sesenggukan. Ada anak-anak lain di sana, yang ketakutan seperti aku," kata dia.
Tak sempat berbincang Marina kembali tak sadarkan diri. Lalu ia merasa bumi berguncang, ternyata ia berada di gendongan seseorang pria yang berlari. Pria yang lain ikut berlari di sebelah mereka.
Dua pria itu membawanya ke hutan dan meninggalkannya di sana. Seorang gadis kecil, tak berdaya, di tengah hutan, melewati malam pertama sendirian.
Marina terbangun dalam kondisi ketakutan dan luar biasa lapar, ia menangis, namun tak ada satupun yang datang. Ia pun lantas kembali tertidur, dan saat terbangun monyet-monyet telah mengerumuninya.
hutan hujan tropis. Ia lalu dirawat dan dibesarkan di kawanan Monyet Capuchin. Belajar bertahan hidup, memanjat pohon, dan tidur di dahan.
Seperti halnya Tarzan, Marina merasa berutang budi pada keluarga monyet yang merawatnya, yang "lebih manusiawi" daripada orang-orang yang menculiknya.

Kisah Marina diawali suatu hari di tahun 1954. Kala itu ia sedang asyik bermain di kebun rumahnya di Kolombia. Tak menyadari ada bahaya mendekat. "Tiba-tiba aku melihat kilatan tangan hitam dan kain putih, menutup wajahku. Saat aku merasa syok dan terteror, aku mencium bau bahan kimia kuat," kata dia seperti dimuat Daily Mail (30/3/2013).
Lalu, ia tak sadarkan diri. "Kupikir aku bakal mati."
Saat tersadar, Marina mengaku mendengar suara mesin. Ia sadar berada di bagian belakang truk. Dan tak sendirian. "Aku mendengar suara tangis yang sesenggukan. Ada anak-anak lain di sana, yang ketakutan seperti aku," kata dia.
Tak sempat berbincang Marina kembali tak sadarkan diri. Lalu ia merasa bumi berguncang, ternyata ia berada di gendongan seseorang pria yang berlari. Pria yang lain ikut berlari di sebelah mereka.
Dua pria itu membawanya ke hutan dan meninggalkannya di sana. Seorang gadis kecil, tak berdaya, di tengah hutan, melewati malam pertama sendirian.
Marina terbangun dalam kondisi ketakutan dan luar biasa lapar, ia menangis, namun tak ada satupun yang datang. Ia pun lantas kembali tertidur, dan saat terbangun monyet-monyet telah mengerumuninya.
Hidup Sebagai Monyet
Quote:
Para monyet, sekitar 30 ekor, mengelilinginya. Satu di antaranya menghampiri dan memukulnya hingga terguling.
Penampilan yang berbeda membuat para monyet menginspeksinya -- menarik-narik bajunya dan menjambak
rambutnya. Marina meronta-ronta. "Aku berteriak, lepaskan aku! berkali-kali. Tapi monyet-monyet itu baru berhenti setelah menginspeksiku."
Lalu, suara jeritan mengagetkannya, seekor monyet menjatuhkan pisang yang ia bawa. Pisang itu masih hijau, belum matang. Para monyet berpesta pisang, Marina pun ikut bergabung. Saking laparnya.
Lantas ia memutuskan untuk menghabiskan malam ketiganya di hutan bersama monyet. "Berada di sekeliling mereka membuatku merasa aman. Saat malam tiba, suara mereka membuatku nyaman."
Namun, ada juga pengalaman mengerikan, seperti saat Marina melihat kawanan monyet berkelahi dengan penyusup. Ia makin merasa kesepian karena hari demi hari tak ada orang yang menyelamatkannya.
Untuk membunuh sepi, ia menirukan suara monyet. Untuk menyenangkan diri dan agar merasa nyaman mendengar suaranya sendiri. Tak disangka para monyet merespon suaranya.
Marina pun makin mirip monyet. Makin sering menggaruk badannya yang jadi tempat hidup banyak binatang kecil, termasuk kutu.
Suatu hari ia merasakan sakit luar biasa di perutnya, hampir mati rasanya. Gara-garanya ia memakan buah asam. Di tengah perasaan tak karuan, muncullah kakek monyet, yang menggoyang badannya dengan lembut, mendorongnya, dan memintanya ikut.
Susah payah berjalan dan berkali-kali jatuh, Marina menyusuri sungai berbatu. Perjalanan itu berakhir di sebuah genangan. Si kakek monyet mendorong kepalanya di cekungan itu. Khawatir bakal ditenggelamkan, Marina melawan sejadi-jadinya. Namun, saat melihat wajah kera tua itu, ia terkesiap. Binatang itu nampak tenang, tak marah. "Aku lantas beranggapan mungkin ia ingin menyampaikan sesuatu," kata Marina.
Si kakek memintanya minum air berlumpur itu. Setelah minum dalam jumlah besar, Marina ambruk, terbatuk, dan memuntahkan banyak cairan asam dari lambungnya.
"Pengobatan" itu berhasil. Perlahan Marina berjalan ke kawananya. "Kakek monyet nampak puas dengan usahanya, berbalik, lalu kembali ke pohonnya," kata dia. Sejak itu, sikap si kakek berubah, dari acuh dan curiga, menjadi pelindung sekaligus temannya.
Lambat laun Marina berbaur dengan teman-temannya. Memberi mereka nama: Spot yang energik, Brownie yang lembut dan pengasih, Tip yang pemalu. Juga sahabatnya, Mia yang juga pemalu.
Setelah merasa diterima, ia belajar memanjat pohon. Otot-ototnya makin kuat. Saat sampai di sarang di puncak pohon untuk kali pertamanya, para monyet acuh saja. Merasa kehadiran Marina di teritori mereka sebagai hal wajar.
Marina kecil masih kerap menangis sedih, terutama di malam hari, namun kebersamaannya dengan keluarga barunya membuatnya lambat laun melupakan kesedihannya.
Penampilan yang berbeda membuat para monyet menginspeksinya -- menarik-narik bajunya dan menjambak
rambutnya. Marina meronta-ronta. "Aku berteriak, lepaskan aku! berkali-kali. Tapi monyet-monyet itu baru berhenti setelah menginspeksiku."
Lalu, suara jeritan mengagetkannya, seekor monyet menjatuhkan pisang yang ia bawa. Pisang itu masih hijau, belum matang. Para monyet berpesta pisang, Marina pun ikut bergabung. Saking laparnya.
Lantas ia memutuskan untuk menghabiskan malam ketiganya di hutan bersama monyet. "Berada di sekeliling mereka membuatku merasa aman. Saat malam tiba, suara mereka membuatku nyaman."
Namun, ada juga pengalaman mengerikan, seperti saat Marina melihat kawanan monyet berkelahi dengan penyusup. Ia makin merasa kesepian karena hari demi hari tak ada orang yang menyelamatkannya.
Untuk membunuh sepi, ia menirukan suara monyet. Untuk menyenangkan diri dan agar merasa nyaman mendengar suaranya sendiri. Tak disangka para monyet merespon suaranya.
Marina pun makin mirip monyet. Makin sering menggaruk badannya yang jadi tempat hidup banyak binatang kecil, termasuk kutu.
Suatu hari ia merasakan sakit luar biasa di perutnya, hampir mati rasanya. Gara-garanya ia memakan buah asam. Di tengah perasaan tak karuan, muncullah kakek monyet, yang menggoyang badannya dengan lembut, mendorongnya, dan memintanya ikut.
Susah payah berjalan dan berkali-kali jatuh, Marina menyusuri sungai berbatu. Perjalanan itu berakhir di sebuah genangan. Si kakek monyet mendorong kepalanya di cekungan itu. Khawatir bakal ditenggelamkan, Marina melawan sejadi-jadinya. Namun, saat melihat wajah kera tua itu, ia terkesiap. Binatang itu nampak tenang, tak marah. "Aku lantas beranggapan mungkin ia ingin menyampaikan sesuatu," kata Marina.
Si kakek memintanya minum air berlumpur itu. Setelah minum dalam jumlah besar, Marina ambruk, terbatuk, dan memuntahkan banyak cairan asam dari lambungnya.
"Pengobatan" itu berhasil. Perlahan Marina berjalan ke kawananya. "Kakek monyet nampak puas dengan usahanya, berbalik, lalu kembali ke pohonnya," kata dia. Sejak itu, sikap si kakek berubah, dari acuh dan curiga, menjadi pelindung sekaligus temannya.
Lambat laun Marina berbaur dengan teman-temannya. Memberi mereka nama: Spot yang energik, Brownie yang lembut dan pengasih, Tip yang pemalu. Juga sahabatnya, Mia yang juga pemalu.
Setelah merasa diterima, ia belajar memanjat pohon. Otot-ototnya makin kuat. Saat sampai di sarang di puncak pohon untuk kali pertamanya, para monyet acuh saja. Merasa kehadiran Marina di teritori mereka sebagai hal wajar.
Marina kecil masih kerap menangis sedih, terutama di malam hari, namun kebersamaannya dengan keluarga barunya membuatnya lambat laun melupakan kesedihannya.
Penampakan
Quote:



Quote:



Lanjut ke Pertamax
0
6.6K
Kutip
54
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan