- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Merasa Sudah Wakafkan 3 Menterinya ke Presiden, PKS Tolak Tarik Menteri dari Kabinet


TS
as4madun
Merasa Sudah Wakafkan 3 Menterinya ke Presiden, PKS Tolak Tarik Menteri dari Kabinet
PKS Tolak Tarik Menteri Dari Kabinet
Kamis, 13 Juni 2013 , 16:35:00
JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid mengatakan, partainya menyerahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengenai nasib para menteri PKS yang berada di kabinet. Hal itu menyusul sikap PKS yang berbeda sikap dengan partai pendukung pemerintah lainnya yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. "Presiden akan ambil hak prerogatif keberadaan menteri dalam koalisi. Kami menyerahkan kepada presiden RI untuk menggunakan hak prerogatif yang tertuang dalam code of conduct dan UUD," kata Hidayat di DPR, Jakarta, Kamis (13/6).
Hidayat menerangkan, dalam Code of Conduct tidak ada kata-kata partai menarik menteri dari koalisi. Sehingga jika komitmen pada itu tidak perlu PKS disuruh menarik para menteri. "Kalau ingin melaksanakan etika mestinya presiden gunakan hak prerogatif. Dalam sistem presidensial dan UUD tidak ada peluang partai menarik menteri. Yang berhak reshuffle adalah presiden, ketentuannya ada di UUD dan di code of conduct," ucapnya.
Saat ini ada tiga menteri PKS di dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Mereka adalah Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, serta Menteri Pertanian Suswono.
Menurut Hidayat, sejak awal para menteri dari PKS menegaskan mereka menjalankan tugas untuk mensejahterakan rakyat. Namun apa yang mereka lakukan terkait kenaikan harga BBM itu tidak mengatasnamakan partai. Sebab PKS sudah memutuskan untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. "Sebelum adanya hak prerogatif, apa yang dilakukan para menteri bukan atas nama partai tetapi menteri menjalankan tugas sebagai pembantu presiden," pungkasnya
http://www.jpnn.com/read/2013/06/13/...-Dari-Kabinet-
PKS Wakafkan Menterinya ke Presiden
Rabu, 12 Juni 2013 | 18:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku pasrah dengan nasib para menterinya yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Hal ini menyusul rencana dikeluarkannya PKS dari koalisi setelah menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Ya, kami ikut saja. Itu hak prerogatif Presiden, bukan partai," ujar Sekretaris Jenderal PKS Taufik Ridho di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/6/2013).
Sebaliknya, jika Presiden tetap menginginkan para menteri PKS tetap bertahan di kabinet, PKS tidak akan mempersoalkannya. "Silakan karena PKS sudah sejak lama mewakafkan para menterinya untuk mengabdi kepada negara," kata Taufik. Setidaknya, ada tiga menteri dari PKS di KIB II. Mereka adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri, dan Menteri Pertanian Suswono. Hingga saat ini, sebut Taufik, belum ada komunikasi antara partai dengan para menteri terkait rencana pendepakan PKS dari koalisi. "Belum ada komunikasi dengan menteri karena belum ada pernyataan resmi kan," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah menuturkan partainya menerima informasi sejak pekan lalu rencana pendepakan PKS dari koalisi. Seorang utusan Istana disebut-sebut sudah menghubungi salah seorang menteri dari PKS. Pesannya, Presiden SBY sudah meneken surat pengeluaran partai itu dari koalisi. Namun, secara tertulis, PKS masih belum menerima surat dari Presiden SBY.
Penyingkiran PKS dari koalisi merupakan dampak dari sikap partai itu yang menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Sikap PKS ini berbeda dengan pandangan partai-partai koalisi lainnya. Di dalam dua kali rapat Sekretariat Gabungan terakhir, PKS tidak hadir. Bahkan, pada rapat terakhir, PKS sengaja tidak diundang oleh koalisi.
Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarifuddin Hasan menyatakan, seluruh partai koalisi kecewa dengan sikap PKS. Syarief menyatakan bahwa di dalam code of conduct atau kontrak koalisi sudah jelas disebutkan sanksi bagi partai koalisi yang menentang kebijakan pemerintah.
http://nasional.kompas.com/read/2013...ya.ke.Presiden
Politisi PPP:
SBY tak Berani Keluarkan PKS
Kamis, 13 Juni 2013 , 21:28:00
JAKARTA - Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani mengatakan sangat mengapresiasi sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah secara tegas menolak harga kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun menurut Yani, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak akan berani mengeluarkan PKS dari koalisi meskipun mereka menentang kebijakan pemerintah soal kenaikan harga BBM. "SBY juga enggak berani mengeluarkan PKS ini, iya kan? PKS pun tidak mau keluar. Sama-sama ini, benci tapi rindu ini. Ini kayak Tom and Jerry aja," kata Yani di DPR, Jakarta, Kamis (13/6).
Anggota Komisi III DPR itu menilai, SBY masih membutuhkan dukungan dari PKS. Sebab jika PKS tidak ada maka partai lainnya yakni Golkar akan memegang peranan yang sangat penting. "Karena dia (SBY) masih membutuhkan dukungan. Kalau tidak, Golkar akan memainkan peran kalau PKS enggak ada," terang Yani. Ia mengaku, partainya tidak ambil pusing mengenai keputusan PKS. Sebab hal itu menjadi urusan antara SBY dengan PKS. "Enggak ada urusannya sama PPP," pungkasnya.
http://www.jpnn.com/read/2013/06/13/...Keluarkan-PKS-
Golkar Tak Yakin PKS jadi Oposisi
Kamis, 13 Juni 2013 , 22:16:00
JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Y Thohari membantah kalau Partai Golkar dianggap meraup keuntungan politik atas sikap PKS yang menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurutnya, anggapan itu terlalu sederhana karena pemerintahan tinggal setahun lagi. Golkar akan meraup keuntungan? Saya pikir itu cara berpikir yang terlalu sederhana. Apalagi usia pemerintahan sekarang hanya tinggal satu tahun," kata Hajriyanto Y Thohari, menjawab pertanyaan wartawan di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (13/6).
Terlepas dari Golkar akan diuntungkan, Hajriyanto sendiri belum yakin betul dengan sikap politik PKS yang menolak kenaikan harga BBM. Meskipun sudah menyebarkan pesan penolakan kenaikan BBM melalui spanduk yang direncanakan naik pada 17 Juni mendatang. “Lain halnya kalau sampai batas waktu harga BBM resmi dinaikkan dan PKS tetap menolak, itu baru ada kepastian politik dari PKS dan Presiden SBY pasti melakukan langkah-langkah politik sebab bagaimana pun yang namanya koalisi itu ya sama-sama. Bukan berbeda sikap,” kata Wakil Ketua MPR itu.
Hajriyanto menjelaskan keluar atau dikeluarkan PKS dari koalisi, maka kekuatan oposisi akan bertambah. Tapi, Golkar tak khawatir dengan bertambahnya kekuatan oposisi oleh PKS itu. “PKS bisa saja jadi oposisi di DPR, tapi kekuatannya tetap akan berada di bawah Setgab koalisi. Dan, sebagai kekuatan penyeimbang di luar pemerintah atau check and balances, itu baik agar pemerintahan ke depan tidak otoriter dalam membuat berbagai kebijakan,” ujarnya.
http://www.jpnn.com/read/2013/06/13/...-jadi-Oposisi-
-----------------------------
Lhaaa eyalah! Barang yang sudah diwakofkan itu, tentulah harom kalau ditarik kembali. Begitu pula logikanya dengan 3 menteri PKS itu, yang sudah diwakofkan PKS ke Presiden SBY. Masa iya mau diambil kembali?
0
1.9K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan