- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
ex-Menko Perekonomian RI: Asal Tahu aja, 15% APBN itu Sudah di Korupsi di Level DPR


TS
karmila
ex-Menko Perekonomian RI: Asal Tahu aja, 15% APBN itu Sudah di Korupsi di Level DPR

Rizal Ramli: 15 Persen Korupsi Sudah Terjadi Pada level Pembahasan dengan DPR
Mon, 03/06/2013 - 18:21 WIB
RIMANEWS- Sebelum era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, korupsi biasanya senilai 30 persen dari anggaran pembangunan dan banyak terjadi pada tahapan implementasi. Dan di era SBY ini angka tersebut makin menggelembung. "Tapi di era SBY, justru sebanyak 15 persen korupsi sudah terjadi pada level pembahasan dengan DPR. Korupsi berjamaah karena semua partai ikut," jelas mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli, dalam Talkshow "Pemuda Anti Korupsi (Peak): How Corrupt Are We?" di Kampus B, London School of Public Relations, Jakarta, Senin (3/6).
Ditambahkannya, perbuatan korupsi itu lebih banyak terjadi pada saat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), seperti yang sedang dibahas oleh DPR dengan pemerintah saat ini. Saat itu biasanya prosedur pencairan lebih cepat karena anggaran bersifat dadakan dan hampir semua kasus besar terjadi pada tahap itu.
Sementara, korupsi di level pegawai negeri sipil bawahan banyak terjadi di dalam perjalanan dinas. Rizal juga menjelaskan, korupsi perjalanan dinas pun melonjak di era kepemimpinan Presiden SBY. "Era pemerintahan SBY telah meningkatkan biaya perjalanan politisi dan aparatur negara dari Rp 4 triliun naik jadi Rp 20 triliun, naik 5 kali lipat" pungkasnya.
http://www.rimanews.com/read/2013060...san-dengan-dpr
Jadi Sarang Koruptor, Bubarkan Banggar DPR!
Tim Advokasi Penyelamatan Keuangan Negara meminta MK membubarkan Banggar DPR karena dinilai bertentangan dengan pasal 23 ayatt 1 UUD 1945
9 Maret 2013 jam 06:13

Gedung DPR RI Senayan, Jakarta. Bunker koruptor?
JAKARTA - Langkah Tim Advokasi Penyelamatan Keuangan Negara untuk membubarkan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI tak main-main. Mereka pun kini mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus UU Keuangan Negara dan UU tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3). Mereka menilai Banggar bertentangan dengan pasal 23 ayat 1 UUD 1945. "Kita ingin UU itu dikoreksi terutama yang mempunyai potensi korupsi yang tinggi. Karena akhir-akhir ini banyak terjadi korupsi dari Banggar DPR dan banyak norma yang harus dikoreksi disana," kata perwakilan ICW, Febridiansyah kepada wartawan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (8/3).
Selain meminta Banggar dibubarkan, mereka juga meminta MK untuk menghapus praktek perbintangan dan menghapus kewenangan DPR dalam membahas anggaran, serta melarang proyek-proyek baru pada APBN-P. "Misalnya dalam kasus Hambalang, ada tanda bintang dari Banggar. Hal ini akan sangat mudah untuk digiring oleh kelompok-kelompok tertentu. Padahal pemberian tanda bintang ini tidak diatur dalam UU," ujar Febri.
Tim advokasi ini terdiri dari gabungan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Fitra, IBC, PUSAKO Universitas Andalas, PUKAT Korupsi FH-UGM dan Indonesian Corruption Watch (ICW). "Tidak semua yang kami minta dibatalkan tapi ada juga yang kami minta uji materi lagi oleh MK," kata penggiat ICW lainnya, Abdullah Dahlan. Dalam judicial review setebal 41 halaman itu, pasal-pasal yang diuji materikan adalah pasal 15 ayat 5, pasal 71 huruf g, pasal 107 ayat 1, pasal 156 butir c angka 2, pasal 157 ayat 1, pasal 159 ayat 5 huruf c, dan pasal 161 ayat 4 dan 5 UU No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3) serta pasal 15 ayat 5 UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara.
http://www.berita99.com/berita/6343/...an-banggar-dpr
Banggar Dinilai Bisa Langgengkan Korupsi
15 April 2013 | 01:14 wib
JAKARTA, suaramerdeka.com - Keberadaan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI digugat sejumlah elemen masyarakat yang tergabung Koalisi Penyelamatan Uang Rakyat. Mereka menilai Banggar DPR RI bisa melanggengkan korupsi terutama yang terjadi di DPR. Koalisi yang terdiri dari beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), ICW (Indonesia Corruption Watch), IBC (Indonesia Budget Centre), YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Perludem, Pukat Faklutas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada, PuSako FH Universitas Andalas pun mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap 11 pasal dalam UU Nomir 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan meminta pembubaran banggar.
Anggota koalisi dari ICW, Donal Fariz mengatakan, menjelang pemilu mendatang banggar dikhawatirkan akan menjadi alat politik untuk menghasilkan uang bagi partai politik. ''Kita khawatir Banggar akan menjadi mesin uang partai politik. Sebab darimana partai bisa mengumpulkan uang menjelang pemilu kalau tidak memanfaatkan APBN,'' tegas Donal di kantor YLBHI, Minggu. Selama ini pun banyak kasus yang telah terungkap membuktikan adanya praktik korup yang melibatkan sejumlah anggota Banggar. Belum lagi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2012 menunjukkan adanya 2.000 transaksi mencurigakan yang terkait dengan anggota DPR, khusunya anggota Banggar.
Sebelumnya, Koordinator Hukum dan Pemantau Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah menyatakan, ragam motif Pencurian uang rakyat terus terjadi yang dilakukan oleh para politisi melalui kewenangan yang terkesan konstitusional. Kasus Wisma Atlet, Kemendiknas, Pengadaan Al-Qur’an, DPID, PLTS dan lainnya merupakan rangkaian kasus yang menggunakan lembaga negara sebagai ladang subur pencurian uang rakyat. ''Pencurian itu terjadi, salah satunya, disebabkan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang absolut,'' kata Febri yang juga anggota koalisi.
Lebih lanjut, dia berpendapat, penataan kembali anggaran negara melalui APBN-P tentu membuka ruang baru bagi DPR dan partai politik penyokongnya untuk mendapatkan aliran dana baru (fresh money) bagi partai. Padahal kewenangan DPR melalui undang-undang itu jauh dari misi konstitusionalnya untuk memperjuangkan anggaran berbasis semangat kerakyatan. ''Bahkan pasal-pasal undang-undang tersebut bertentangan dengan semangat yang dikehendaki oleh Pasal 23 ayat (1) UUD 1945,'' tegasnya.
http://www.suaramerdeka.com/v1/index...engkan-Korupsi
Quote:
Ketua DPR Marzuki Tak Setuju Banggar Dianggap Biang Korupsi
Kamis, 21 Maret 2013 , 18:48:00
JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Marzuki Alie mengakui bahwa Badan Anggaran (Banggar) DPR RI memang menjadi salah satu ajang untuk kongkalikong masalah anggaran APBN. Karenanya, Marzuki menyatakan bahwa Banggar DPR harus diperbaiki. "Itu faktanya seperti itu, saya mau tak mengakui, tapi faktanya begitu. Yang terungkap di persidangan kan seperti itu. Ada kerjasama antara kementerian dan Banggar. Jadi fakta inilah yang merupakan permasalahan kita dan itu harus kita benahi," terang Marzuki di kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (21/3).
Meski begitu Marzuki tidak menyetujui ide dari sejumlah pegiat antikorupsi yang meminta Banggar dibubarkan. Bahkan, para aktivis antikorupsi yang tergabung dalam Tim Advokasi Penyelamatan Keuangan Negara sudah mengajukan permohonan judicial review undang-undang tentang MPR, DPR, dan DPD (MD3) dan UU Keuangan Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (8/3) lalu. Pengajuan judical review itu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pencurian uang APBN yang dilakukan politisi di DPR RI melalui Banggar.
Namun menurut Marzuki, Banggar tidak melanggar. Sebab, permainan dalam Banggar itu dilakukan oleh oknum-oknum anggota DPR. "Saya kira banggar itu enggak melanggar kok, hanya memang perlu disempurnakan. Korupsi itu tidak satu pihak. Kan sudah saya sampaikan korupsi di banggar itu karena ada kongkalikong dengan pihak eksekutif. Lah ini mata rantai pertama yang harus diputus," tegas Marzuki.
Banggar, lanjut Marzuki, tetap diperlukan untuk sinkronisasi hasil dari komisi-komisi. Pasalnya, komisi di DPR bersifat sektoral, sehingga harus ada pihak lain yang membantu menyatukan hasil pembicaraan anggaran di setiap komisi. Marzuki juga menyarankan, sebaiknya di Banggar ada perubahan alokasi anggaran. Menurutnya, setiap alokasi dana harus dengan persetujuan komisi-komisi di DPR, sehingga mata rantai korupsi dan kongkalikong bisa diputus. "Jangan seenaknya saja mengalokasikan, termasuk adanya optimalisasi. Dana optimalisasi itu apa sebaiknya dikembalikan ke Kemenkeu untuk mengurangi defisit anggaran atau nanti dikembalikan ke komisi-komisi untuk dialokasi kembali kepada proyek-proyek atau program yang belum bisa dilaksanakan. Kita harus memutus mata rantai kongkalikong," pungkasnya
http://www.jpnn.com/read/2013/03/21/...Biang-Korupsi-
------------------------------
Korupsi berjamaah, kagak di DPR, di Kabinet, bahkan di institusi hukum seperti di Kejaksaan, Polri dan MA. Yang belum itu, tinggal di KPK saja. Kalau di KPK ternyata ada yang korupsi, bubarlah republik ini!
Diubah oleh karmila 04-06-2013 07:03
0
6.5K
81


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan