- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
{Kader Golkar} Korupsi Alquran, Zulkarnaen Divonis 15 Tahun, Anaknya 8 Tahun


TS
soipon
{Kader Golkar} Korupsi Alquran, Zulkarnaen Divonis 15 Tahun, Anaknya 8 Tahun
Korupsi Alquran, Zulkarnaen divonis 15 tahun, anaknya 8 tahun
Jumat, 31 Mei 2013 07:07 wib

Jakarta, (Riau24) ---- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis dua terdakwa kasus korupsi pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah pada 2011, serta penggandaan Alquran pada 2011 serta 2012 di Kementerian Agama, Zulkarnaen Djabar serta anaknya, Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra dengan masing-masing 15 tahun dan 8 tahun penjara.
"Terdakwa 1 dan terdakwa 2 terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim, Afiantara, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/5) Kemarin.
Selain itu, Zulkarnain dan Dendy diharuskan membayar Rp 300 juta subsidair 1 bulan kurungan.
Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut Ayah dan putranya itu masing-masing dengan hukuman penjara 12 dan 9 tahun penjara. Selain itu, keduanya juga masing-masing dituntut denda Rp 500 juta subsider 5 bulan penjara, dan Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara.
Menurut hakim yang diketuai oleh Afiantara, Zulkarnaen yang juga anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Golkar serta Dendy dianggap bersalah dalam perkara itu. Keduanya juga dianggap telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 14,39 miliar, dan merugikan keuangan negara.
Menurut hakim, Zulkarnaen dan Dendy bersalah melanggar dakwaan primer, yakni pasal 12 huruf b juncto pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Hal yang memberatkan Zulkarnaen dan Dendy adalah kegiatan kedua terdakwa mencederai citra DPR RI, dan tidak mengakui perbuatan. Sementara hal meringankan adalah kedua terdakwa sopan selama persidangan.
Zulkarnaen Djabar selaku penyelenggara negara yakni mantan anggota Komisi VIII DPR RI, bersama-sama dengan Dendi Prasetya dan Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq, didakwa menerima uang Rp 14,39 miliar. Uang itu sebagai imbalan lantaran Zulkarnaen dan Dendy berhasil mengatur pemenang lelang tiga proyek itu.
Uang itu diberikan Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia, Abdul Kadir Alaydrus, kepada Zulkarnaen melalui Dendi lantaran berhasil memenangkan PT Batu Karya Mas dalam proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah pada 2011. Selain itu, duit itu diberikan karena Zulkarnaen memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dan dan PT Sinergi Pustaka Indonesia, dalam pengadaan penggandaan Alquran pada 2011 dan 2012.
Dalam proyek itu, Zulkarnaen menginformasikan kepada Dendi dan Fahd ada beberapa kegiatan pengadaan barang dan jasa di Kementerian Agama. Fahd kemudian mengajak rekannya sesama pengurus Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong, antara lain Vasko Ruseimy, Syamsurachman, dan Rizky Mulyoputro.
Zulkarnaen sempat bertemu dengan Fahd, Vasko, Syamsu, dan Rizky buat mengatur rencana pembagian fee dari pelaksanaan tiga proyek itu.
Dalam proyek pengadaan lab komputer pada 2011, Zulkarnaen dan Fahd meminta Abdul Kadir mengerjakannya. Asal dengan syarat mau memberikan 15 persen dari total anggaran Rp 40 miliar. Abdul Kadir menyanggupi. Tetapi, dia sadar perusahaannya tidak mampu mengerjakan proyek itu. Dia lalu menggandeng pemilik PT Cahaya Gunung Mas, Ahmad Maulana, mengerjakannya. Ahmad menerima, tapi meminjam PT Batu Karya Mas buat mengikuti lelang itu.
Zulkarnaen, Dendi, dan Fahd kemudian melobi Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Affandi Mochtar, dan Kepala Biro Perencanaan pada Sekjen Kementerian Agama, Syamsudin. Mereka meminta keduanya memenangkan PT Batu Karya Mas dalam proyek pengadaan lab komputer. Dalam proses itu, Zulkarnaen sempat menegur Affandi lantaran tidak mau mengumumkan pemenang lelang. Diam-diam, Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Direktorat Pendidikan Islam, Mohammad Zen, mendukung perusahaan saingan PT Batu Karya Mas. Akhirnya, PT Batu Karya Mas ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan lab komputer.
Selain pengadaan lab komputer, Zulkarnaen dan Dendi dijerat korupsi pengadaan penggandaan Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Islam Kementerian Agama, pada 2011 dan 2012.
Pada proyek itu, Zulkarnaen mendukung Fahd dan Dendi mengikuti lelang proyek Alquran di Kemenag. Pada 2011, Fahd menggandeng Direktur PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I), Ali Djufrie, dengan syarat memberikan fee 15 persen dari total anggaran Rp 22,855 miliar. Dia melobi tiga pejabat di Kemenag. Yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abdul Karim, Ketua ULP Direktorat Bimas Islam Mashuri, dan Direktur Jenderal Bimas Islam Nasaruddin Umar.
Saat itu, Dendi meminta Zulkarnaen menhubungi Nasaruddin buat mengubah posisi pemenang lelang. Zulkarnaen akhirnya menghubungi Nasaruddin Umar dan mengatakan hal itu.
Nasaruddin lantas meminta Zulkarnaen memberi masukan kepada ULP. Zulkarnaen juga meminta Nasaruddin memberi sinyal kepada ULP, dan Nasaruddin mengatakan, 'iya'.
PT A3I kemudian ditetapkan menjadi pemenang. Tetapi, dia malah mensubkontrakkan pengadaan Alquran kepada PT Macanan Jaya Cemerlang. PT MJC akhirnya mencetak 200 ribu eksemplar Alquran, dengan harga satuan Rp 25. 400, sehingga semuanya berjumlah Rp 5,08 miliar.
Pada pengadaan Alquran 2012, Zulkarnaen meminta Fahd mengawal proyek senilai Rp 50 miliar. Fahd kemudian menggandeng Abdul Kadir guna menggarap proyek itu. Seperti kesepakatan sebelumnya, Abdul Kadir bersedia memberi fee 15 persen dari total proyek. Akhirnya, PT Sinergi Pustaka Indonesia menjadi pemenang dalam proyek itu. Tetapi, lokasi PT SPI dan PT A3I sama.(R24/Ism/merdeka)
Source
Zulkarnaen-Dendy Diwajibkan Bayar Uang Pengganti Rp 11,4 Miliar
Icha Rastika
Kamis, 30 Mei 2013 | 21:37 WIB

Politisi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar (kiri) menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (6/5/2013). Mereka diduga terkait kasus pengurusan anggaran pengadaan Alquran dan Laboratorium pada Kementerian Agama. | TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat non-aktif Zulkarnaen Djabar dan putranya, Dendy Prasetya, dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang kerugian negara masing masing Rp 5,7 miliar. Uang tersebut merupakan duit yang dikorupsi Zulkarnaen dan Dendy dalam proyek pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran di Kementerian Agama.
Kewajiban mengganti uang negara ini merupakan bagian dari putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/5/2013). “Menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti masing-masing Rp 5,7 miliar dengan ketentuan apabila terdakwa I (Zulkarnaen) dan terdakwa II (Dendy) tidak membayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang tersebut,” kata Ketua Majelis Hakim Afiantara. Namun, jika harta bendanya tidak mencukupi, lanjutnya, Zulkarnaen dan Dendy akan ditambah hukuman penjaranya selama dua tahun.
Menurut majelis hakim, uang senilai total Rp 11,4 miliar yang diterima Zulkarnaen dan putranya itu merupakan uang negara karena berasal dari pembayaran tahap pertama pengadaan Al Quran yang diterima Abdul Kadir Alydrus dari Kemenag. Uang tersebut kemudian disetorkan Abul Kadir kepada Zulkarnaen sebagai imbalan karena telah membantu perusahaan Abdul Kadir memenangkan tender proyek Al Quran.
“Uang tersebut langsung maupun tidak langsung berasal dari negara, dari Kementerian Agama. Karena merupakan uang negara, maka commitment fee haruslah dikembalikan kepada negara yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh, Rp 11,4 miliar,” ujar Afiantara.
Dalam kasus korupsi pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran 2011-2012 di Kemenag ini, Zulkarnen divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan. Sementara Dendy divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan.
Putusan yang dijatuhkan majelis hakim untuk Zulkarnaen ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan tim jaksa KPK. Sebelumnya, jaksa menuntut Zulkarnaen dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 5 bulan kurungan. Untuk Dendy, majelis hakim menjatuhkan putusan lebih ringan satu tahun dibanding tuntutan jaksa, yakni 9 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.
Intervensi pejabat Kemenag
Menurut majelis hakim, Zulkarnaen bersama-sama dengan Dendy dan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong Fahd El Fouz telah mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Batu Karya Mas sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah tahun anggaran 2011.
Atas jasanya membantu pemenangan PT Batu Karya Mas ini, Zulkarnaen menerima hadiah berupa uang Rp 4,7 miliar. “Terdakwa I (Zulkarnaen) bersama-sama terdakwa II (Dendy) dan Fadh El Fouz telah menerima hadiah berupa uang yang ditransfer senilai Rp 4,7 miliar dari Abdul Kadir Alydrus, rekanan yang mewakili PT Batu Karya Mas yang merupakan commitment fee atas pemenangan PT Batu Karya Mas,” kata hakim anggota majelis hakim Hendra Yosfin. Adapun Fahd merupakan terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang menjadi saksi dalam perkara ini.
Selain itu, menurut majelis hakim, Zulkarnaen terbukti bersama-sama Dendy dan Fahd kembali mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Modus yang sama juga dilakukan untuk memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2012.
Dari proyek Al Quran 2011 dan 2012 ini, Zulkarnaen mendapatkan imbalan senilai Rp 9,2 miliar. Menurut hakim, Zulkarnaen juga mendapatkan hadiah uang Rp 400 juta karena telah berhasil memperjuangkan dan menyetujui anggaran APBN P 2011 untuk Kemenag. Saat itu Zulkarnaen adalah anggota Badan Anggaran DPR.
Dengan demikian, menurut hakim, total uang yang diperoleh Zulkarnaen dan Dendy mencapai Rp 14,3 miliar. “Apa yang dilakukan terdakwa I (Zulkarnaen) bertentangan dengan kewajibannya selaku anggota DPR RI,” ucap hakim Hendra Yosfin.
Mencederai umat
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim Tipikor mempertimbangkan sejumlah hal meringankan dan memberatkan. Salah satu hal yang memberatkan Zulkarnaen dan Dendy, perbuatannya dianggap mencederai perasaan umat Islam karena berkaitan dengan pengadaan Al Quran sehingga dianggap dapat menghambat keimanan.
“Perbuatan terdakwa I dan II juga tidak mendukung program pemerintah yang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi, telah merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat karena anggaran tidak sepenuhnya digunakan, mencederai institusi DPR dan Kemenag,” ujar hakim Afiantara.
Sementara hal yang meringankan, kedua terdakwa dianggap sopan selama persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya. Atas putusan ini, baik Zulkarnaen maupun Dendy akan mengajukan banding. Keduanya menyatakan tidak dapat menerima putusan majelis hakim tersebut.
“Secara tegas saya katakan tidak menerima, tidak sependapat, dan saya nyatakan banding,” kata Zulkarnaen. Sementara tim jaksa penuntut umum KPK menyatakan akan pikir-pikir apakah banding atau tidak.
Source
Nama Priyo Budi Santoso Disebut Dalam Vonis Perkara Al Quran
Jumat, 31 Mei 2013 | 6:55

Priyo Budi Santoso. [Antara] Priyo Budi Santoso. [Antara]
[JAKARTA] Nama Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Priyo Budi Santoso kembali disebut dalam vonis milik dua terdakwa kasus korupsi Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya, yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/5) malam.
Dalam fakta persidangan yang dibacakan majelis hakim ditemukan bahwa Priyo Budi Santoso menerima fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer tahun 2011 di Kementerian Agama (Kemag) berupa persentase sebesar satu persen.
Dikatakan hakim anggota Alexander Marwata bahwa ada pembagian fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer yang perhitungannya ditentukan oleh terdakwa Zulkarnaen Djabar.
"Untuk pengadaan laboratorium komputer tahun 2011 sebesar Rp 31,2 miliar, Senayan/Zulkarnaen mendapat jatah enam persen, Fahd 3,2 persen, Dendy 2,2 persen, Vascoruseimy/Syamsurahman dua persen, Priyo Budi Santoso satu persen, dan kantor satu persen," kata Alexander Marwata dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/5) malam.
Selain itu, dikatakan, ada rekaman pembicaraan antara Zulkarnaen dengan saksi Fahd El Fouz, yang di dalamnya membicarakan apakah fee sudah sampai ke ketua atau belum. Dan diketahui bahwa yang dimaksud ketua adalah Ketua Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), yaitu Priyo Budi Santoso.
Sedangkan, untuk penggandaan Alquran tahun 2011 sebesar Rp 22 miliar, Priyo Budi Santoso tercatat mendapat jatah 3,5 persen.
Bukan Pertama Kali
Seperti diketahui, ini bukan kali pertama nama Priyo Budi Santoso disebut dalam sidang. Pada sidang Kamis (25/4) malam, nama Ketua Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) tersebut beberapa kali terdengar dalam rekaman hasil sadapan yang diputar dalam sidang.
Pertama, dalam pembicaraan antara terdakwa Zulkarnaen dengan Fahd tanggal 1 Agustus 2011, perihal anggaran untuk Kementerian Agama. Ketika itu, Fahd menanyakan kepada Zulkarnaen perihal jatah Priyo Budi dan dijawab Zulkarnaen Aman.
Kedua, ketika Zulkarnaen berbicara dengan anaknya Dendy. Ketika itu, Dendy meminta bantuan karena perusahaan yang dijagokan untuk mendapatkan proyek pengadaan Al Quran tahun 2011, PT A3I berada diurutan kedua. Saat itu, Zulkarnaen sempat menyarankan Dendy untuk menghubungi Priyo Budi Santoso untuk membantu.
Ketiga, dalam rekaman pembicaraan antara Zulkarnaen dengan Fahd. Saat itu, Wakil Ketua Masyarakat Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) tersebut, menyarankan Fahd untuk menghubungi Priyo agar membantu menelepon Nasaruddin Umar. Situasi ketika itu, PT A3I berada di posisi kedua. Padahal, dijagokan mendapatkan proyek pengadaan Al Quran tahun 2011.
Terakhir, dalam pembicaraan antara Zulkarnaen dengan Dendy. Ketika itu, Zulkarnaen khawatir Dendy bisa terseret saat Fahd terjerat kasus korupsi.
"Enggak ada kata sombong angkuh kalau sudah bermain dengan kuningan, angkuh, sombong, argogan, enggak ada itu, mau panggil Priyo segala macam, enggak bisa kalau kuningan itu," kata Zulkarnaen kepada Dendy.
Ketika ditanyakan perihal isi rekaman tersebut, Zulkarnaen mengakui jika ia memang memberi pesan kepada Dendy tidak beberapa lama setelah Fahd ditetapkan sebagai tersangka KPK kasus DPID.
Kata 'Kuningan' yang dimaksud merujuk pada KPK. "Pak Priyo itu kalau masalah belum mencuat di pemukaan, kalau sudah mencuat dipermukaan, Pak Priyo akan menjaga," kata Zulkarnaen. [N-8]
Source
Menunggu Priyo Budi Santoso juga diproses.
Jumat, 31 Mei 2013 07:07 wib

Jakarta, (Riau24) ---- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis dua terdakwa kasus korupsi pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah pada 2011, serta penggandaan Alquran pada 2011 serta 2012 di Kementerian Agama, Zulkarnaen Djabar serta anaknya, Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra dengan masing-masing 15 tahun dan 8 tahun penjara.
"Terdakwa 1 dan terdakwa 2 terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim, Afiantara, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/5) Kemarin.
Selain itu, Zulkarnain dan Dendy diharuskan membayar Rp 300 juta subsidair 1 bulan kurungan.
Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut Ayah dan putranya itu masing-masing dengan hukuman penjara 12 dan 9 tahun penjara. Selain itu, keduanya juga masing-masing dituntut denda Rp 500 juta subsider 5 bulan penjara, dan Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara.
Menurut hakim yang diketuai oleh Afiantara, Zulkarnaen yang juga anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Golkar serta Dendy dianggap bersalah dalam perkara itu. Keduanya juga dianggap telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 14,39 miliar, dan merugikan keuangan negara.
Menurut hakim, Zulkarnaen dan Dendy bersalah melanggar dakwaan primer, yakni pasal 12 huruf b juncto pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Hal yang memberatkan Zulkarnaen dan Dendy adalah kegiatan kedua terdakwa mencederai citra DPR RI, dan tidak mengakui perbuatan. Sementara hal meringankan adalah kedua terdakwa sopan selama persidangan.
Zulkarnaen Djabar selaku penyelenggara negara yakni mantan anggota Komisi VIII DPR RI, bersama-sama dengan Dendi Prasetya dan Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq, didakwa menerima uang Rp 14,39 miliar. Uang itu sebagai imbalan lantaran Zulkarnaen dan Dendy berhasil mengatur pemenang lelang tiga proyek itu.
Uang itu diberikan Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia, Abdul Kadir Alaydrus, kepada Zulkarnaen melalui Dendi lantaran berhasil memenangkan PT Batu Karya Mas dalam proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah pada 2011. Selain itu, duit itu diberikan karena Zulkarnaen memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dan dan PT Sinergi Pustaka Indonesia, dalam pengadaan penggandaan Alquran pada 2011 dan 2012.
Dalam proyek itu, Zulkarnaen menginformasikan kepada Dendi dan Fahd ada beberapa kegiatan pengadaan barang dan jasa di Kementerian Agama. Fahd kemudian mengajak rekannya sesama pengurus Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong, antara lain Vasko Ruseimy, Syamsurachman, dan Rizky Mulyoputro.
Zulkarnaen sempat bertemu dengan Fahd, Vasko, Syamsu, dan Rizky buat mengatur rencana pembagian fee dari pelaksanaan tiga proyek itu.
Dalam proyek pengadaan lab komputer pada 2011, Zulkarnaen dan Fahd meminta Abdul Kadir mengerjakannya. Asal dengan syarat mau memberikan 15 persen dari total anggaran Rp 40 miliar. Abdul Kadir menyanggupi. Tetapi, dia sadar perusahaannya tidak mampu mengerjakan proyek itu. Dia lalu menggandeng pemilik PT Cahaya Gunung Mas, Ahmad Maulana, mengerjakannya. Ahmad menerima, tapi meminjam PT Batu Karya Mas buat mengikuti lelang itu.
Zulkarnaen, Dendi, dan Fahd kemudian melobi Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Affandi Mochtar, dan Kepala Biro Perencanaan pada Sekjen Kementerian Agama, Syamsudin. Mereka meminta keduanya memenangkan PT Batu Karya Mas dalam proyek pengadaan lab komputer. Dalam proses itu, Zulkarnaen sempat menegur Affandi lantaran tidak mau mengumumkan pemenang lelang. Diam-diam, Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Direktorat Pendidikan Islam, Mohammad Zen, mendukung perusahaan saingan PT Batu Karya Mas. Akhirnya, PT Batu Karya Mas ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan lab komputer.
Selain pengadaan lab komputer, Zulkarnaen dan Dendi dijerat korupsi pengadaan penggandaan Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Islam Kementerian Agama, pada 2011 dan 2012.
Pada proyek itu, Zulkarnaen mendukung Fahd dan Dendi mengikuti lelang proyek Alquran di Kemenag. Pada 2011, Fahd menggandeng Direktur PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I), Ali Djufrie, dengan syarat memberikan fee 15 persen dari total anggaran Rp 22,855 miliar. Dia melobi tiga pejabat di Kemenag. Yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abdul Karim, Ketua ULP Direktorat Bimas Islam Mashuri, dan Direktur Jenderal Bimas Islam Nasaruddin Umar.
Saat itu, Dendi meminta Zulkarnaen menhubungi Nasaruddin buat mengubah posisi pemenang lelang. Zulkarnaen akhirnya menghubungi Nasaruddin Umar dan mengatakan hal itu.
Nasaruddin lantas meminta Zulkarnaen memberi masukan kepada ULP. Zulkarnaen juga meminta Nasaruddin memberi sinyal kepada ULP, dan Nasaruddin mengatakan, 'iya'.
PT A3I kemudian ditetapkan menjadi pemenang. Tetapi, dia malah mensubkontrakkan pengadaan Alquran kepada PT Macanan Jaya Cemerlang. PT MJC akhirnya mencetak 200 ribu eksemplar Alquran, dengan harga satuan Rp 25. 400, sehingga semuanya berjumlah Rp 5,08 miliar.
Pada pengadaan Alquran 2012, Zulkarnaen meminta Fahd mengawal proyek senilai Rp 50 miliar. Fahd kemudian menggandeng Abdul Kadir guna menggarap proyek itu. Seperti kesepakatan sebelumnya, Abdul Kadir bersedia memberi fee 15 persen dari total proyek. Akhirnya, PT Sinergi Pustaka Indonesia menjadi pemenang dalam proyek itu. Tetapi, lokasi PT SPI dan PT A3I sama.(R24/Ism/merdeka)
Source
Zulkarnaen-Dendy Diwajibkan Bayar Uang Pengganti Rp 11,4 Miliar
Icha Rastika
Kamis, 30 Mei 2013 | 21:37 WIB

Politisi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar (kiri) menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (6/5/2013). Mereka diduga terkait kasus pengurusan anggaran pengadaan Alquran dan Laboratorium pada Kementerian Agama. | TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat non-aktif Zulkarnaen Djabar dan putranya, Dendy Prasetya, dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang kerugian negara masing masing Rp 5,7 miliar. Uang tersebut merupakan duit yang dikorupsi Zulkarnaen dan Dendy dalam proyek pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran di Kementerian Agama.
Kewajiban mengganti uang negara ini merupakan bagian dari putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/5/2013). “Menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti masing-masing Rp 5,7 miliar dengan ketentuan apabila terdakwa I (Zulkarnaen) dan terdakwa II (Dendy) tidak membayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang tersebut,” kata Ketua Majelis Hakim Afiantara. Namun, jika harta bendanya tidak mencukupi, lanjutnya, Zulkarnaen dan Dendy akan ditambah hukuman penjaranya selama dua tahun.
Menurut majelis hakim, uang senilai total Rp 11,4 miliar yang diterima Zulkarnaen dan putranya itu merupakan uang negara karena berasal dari pembayaran tahap pertama pengadaan Al Quran yang diterima Abdul Kadir Alydrus dari Kemenag. Uang tersebut kemudian disetorkan Abul Kadir kepada Zulkarnaen sebagai imbalan karena telah membantu perusahaan Abdul Kadir memenangkan tender proyek Al Quran.
“Uang tersebut langsung maupun tidak langsung berasal dari negara, dari Kementerian Agama. Karena merupakan uang negara, maka commitment fee haruslah dikembalikan kepada negara yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh, Rp 11,4 miliar,” ujar Afiantara.
Dalam kasus korupsi pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran 2011-2012 di Kemenag ini, Zulkarnen divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan. Sementara Dendy divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan.
Putusan yang dijatuhkan majelis hakim untuk Zulkarnaen ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan tim jaksa KPK. Sebelumnya, jaksa menuntut Zulkarnaen dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 5 bulan kurungan. Untuk Dendy, majelis hakim menjatuhkan putusan lebih ringan satu tahun dibanding tuntutan jaksa, yakni 9 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.
Intervensi pejabat Kemenag
Menurut majelis hakim, Zulkarnaen bersama-sama dengan Dendy dan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong Fahd El Fouz telah mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Batu Karya Mas sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah tahun anggaran 2011.
Atas jasanya membantu pemenangan PT Batu Karya Mas ini, Zulkarnaen menerima hadiah berupa uang Rp 4,7 miliar. “Terdakwa I (Zulkarnaen) bersama-sama terdakwa II (Dendy) dan Fadh El Fouz telah menerima hadiah berupa uang yang ditransfer senilai Rp 4,7 miliar dari Abdul Kadir Alydrus, rekanan yang mewakili PT Batu Karya Mas yang merupakan commitment fee atas pemenangan PT Batu Karya Mas,” kata hakim anggota majelis hakim Hendra Yosfin. Adapun Fahd merupakan terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang menjadi saksi dalam perkara ini.
Selain itu, menurut majelis hakim, Zulkarnaen terbukti bersama-sama Dendy dan Fahd kembali mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Modus yang sama juga dilakukan untuk memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2012.
Dari proyek Al Quran 2011 dan 2012 ini, Zulkarnaen mendapatkan imbalan senilai Rp 9,2 miliar. Menurut hakim, Zulkarnaen juga mendapatkan hadiah uang Rp 400 juta karena telah berhasil memperjuangkan dan menyetujui anggaran APBN P 2011 untuk Kemenag. Saat itu Zulkarnaen adalah anggota Badan Anggaran DPR.
Dengan demikian, menurut hakim, total uang yang diperoleh Zulkarnaen dan Dendy mencapai Rp 14,3 miliar. “Apa yang dilakukan terdakwa I (Zulkarnaen) bertentangan dengan kewajibannya selaku anggota DPR RI,” ucap hakim Hendra Yosfin.
Mencederai umat
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim Tipikor mempertimbangkan sejumlah hal meringankan dan memberatkan. Salah satu hal yang memberatkan Zulkarnaen dan Dendy, perbuatannya dianggap mencederai perasaan umat Islam karena berkaitan dengan pengadaan Al Quran sehingga dianggap dapat menghambat keimanan.
“Perbuatan terdakwa I dan II juga tidak mendukung program pemerintah yang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi, telah merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat karena anggaran tidak sepenuhnya digunakan, mencederai institusi DPR dan Kemenag,” ujar hakim Afiantara.
Sementara hal yang meringankan, kedua terdakwa dianggap sopan selama persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya. Atas putusan ini, baik Zulkarnaen maupun Dendy akan mengajukan banding. Keduanya menyatakan tidak dapat menerima putusan majelis hakim tersebut.
“Secara tegas saya katakan tidak menerima, tidak sependapat, dan saya nyatakan banding,” kata Zulkarnaen. Sementara tim jaksa penuntut umum KPK menyatakan akan pikir-pikir apakah banding atau tidak.
Source
Nama Priyo Budi Santoso Disebut Dalam Vonis Perkara Al Quran
Jumat, 31 Mei 2013 | 6:55

Priyo Budi Santoso. [Antara] Priyo Budi Santoso. [Antara]
[JAKARTA] Nama Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Priyo Budi Santoso kembali disebut dalam vonis milik dua terdakwa kasus korupsi Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya, yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/5) malam.
Dalam fakta persidangan yang dibacakan majelis hakim ditemukan bahwa Priyo Budi Santoso menerima fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer tahun 2011 di Kementerian Agama (Kemag) berupa persentase sebesar satu persen.
Dikatakan hakim anggota Alexander Marwata bahwa ada pembagian fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer yang perhitungannya ditentukan oleh terdakwa Zulkarnaen Djabar.
"Untuk pengadaan laboratorium komputer tahun 2011 sebesar Rp 31,2 miliar, Senayan/Zulkarnaen mendapat jatah enam persen, Fahd 3,2 persen, Dendy 2,2 persen, Vascoruseimy/Syamsurahman dua persen, Priyo Budi Santoso satu persen, dan kantor satu persen," kata Alexander Marwata dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/5) malam.
Selain itu, dikatakan, ada rekaman pembicaraan antara Zulkarnaen dengan saksi Fahd El Fouz, yang di dalamnya membicarakan apakah fee sudah sampai ke ketua atau belum. Dan diketahui bahwa yang dimaksud ketua adalah Ketua Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), yaitu Priyo Budi Santoso.
Sedangkan, untuk penggandaan Alquran tahun 2011 sebesar Rp 22 miliar, Priyo Budi Santoso tercatat mendapat jatah 3,5 persen.
Bukan Pertama Kali
Seperti diketahui, ini bukan kali pertama nama Priyo Budi Santoso disebut dalam sidang. Pada sidang Kamis (25/4) malam, nama Ketua Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) tersebut beberapa kali terdengar dalam rekaman hasil sadapan yang diputar dalam sidang.
Pertama, dalam pembicaraan antara terdakwa Zulkarnaen dengan Fahd tanggal 1 Agustus 2011, perihal anggaran untuk Kementerian Agama. Ketika itu, Fahd menanyakan kepada Zulkarnaen perihal jatah Priyo Budi dan dijawab Zulkarnaen Aman.
Kedua, ketika Zulkarnaen berbicara dengan anaknya Dendy. Ketika itu, Dendy meminta bantuan karena perusahaan yang dijagokan untuk mendapatkan proyek pengadaan Al Quran tahun 2011, PT A3I berada diurutan kedua. Saat itu, Zulkarnaen sempat menyarankan Dendy untuk menghubungi Priyo Budi Santoso untuk membantu.
Ketiga, dalam rekaman pembicaraan antara Zulkarnaen dengan Fahd. Saat itu, Wakil Ketua Masyarakat Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) tersebut, menyarankan Fahd untuk menghubungi Priyo agar membantu menelepon Nasaruddin Umar. Situasi ketika itu, PT A3I berada di posisi kedua. Padahal, dijagokan mendapatkan proyek pengadaan Al Quran tahun 2011.
Terakhir, dalam pembicaraan antara Zulkarnaen dengan Dendy. Ketika itu, Zulkarnaen khawatir Dendy bisa terseret saat Fahd terjerat kasus korupsi.
"Enggak ada kata sombong angkuh kalau sudah bermain dengan kuningan, angkuh, sombong, argogan, enggak ada itu, mau panggil Priyo segala macam, enggak bisa kalau kuningan itu," kata Zulkarnaen kepada Dendy.
Ketika ditanyakan perihal isi rekaman tersebut, Zulkarnaen mengakui jika ia memang memberi pesan kepada Dendy tidak beberapa lama setelah Fahd ditetapkan sebagai tersangka KPK kasus DPID.
Kata 'Kuningan' yang dimaksud merujuk pada KPK. "Pak Priyo itu kalau masalah belum mencuat di pemukaan, kalau sudah mencuat dipermukaan, Pak Priyo akan menjaga," kata Zulkarnaen. [N-8]
Source
Menunggu Priyo Budi Santoso juga diproses.

Diubah oleh soipon 31-05-2013 01:50
0
2.5K
21


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan