- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ruhut Memang Ajaib: Jokowi Tukang Mebel yang Tidak Pantas Jadi Presiden?
TS
charlestidus
Ruhut Memang Ajaib: Jokowi Tukang Mebel yang Tidak Pantas Jadi Presiden?
Silakan disimak baik2 ya gan,maaf kalo kayak koran
Lanjut bawah ya gan...
Quote:
Selama ini paling malas saya untuk menulis tentang sesuatu yang berbau politik. Karena politik dan seks adalah dua hal yang paling banyak menuai komentar, tapi paling ‘abstrak’ untuk dibahas. Kadang tak berujung pangkal. Dunia politik dewasa ini sudah dipenuhi segala macam intrik, itikad tidak baik, dan pembunuhan karakter yang menurut saya sudah mencapai tingkat paling fatal, dan tak terbendung lagi. Bisa jadi tidak ada lagi bintang-bintang politik di jaman ini, yang berkeliaran (maaf kata) tinggalah binatang-binatang politik. Sederhananya, politisi yang berkelakuan bak binatang.
Anda tahu apa yang akan dilakukan seekor binatang lapar? Mereka akan mengais, mencakar, menerkam, menerjang, dan beraksi dengan menghalalkan segala cara. Apakah untuk memuaskan hasrat biologis atau pun demi memuaskan isi perut, isi kantong, dan isi dompet. Ups, salah lagi, binatang kan tidak punya dompet dan kantong. Tapi sadar atau tidak, seriously kelakuan seperti itulah yang bermunculan akhir-akhir ini, lapar dan rakus akan kekuasaan dan ketenaran. Hasrat pemenuhan kebutuhan biologis politik itu begitu menggebu-gebu, dan seakan membutakan mata serempak menisbikan tingkat pendidikan yang bersangkutan. Ini luar biasa memalukan dan mengerikan.
Kenapa Jokowi Tidak Pantas Jadi Presiden?
Menurut saya memang Jokowi tidak boleh dulu jadi presiden (bukan tidak pantas), ia harus menuntaskan dulu tugasnya sebagai gubernur DKI. Kalau untu tahun 2019 nanti, itu cerita lain. Sekarang ia lebih baik konsentrasi dulu bekerja untuk DKI Jakarta. Masalahnya, ada beberapa orang yang sudah kebakaran jenggot bila Jokowi digadang-gadangkan sebagai Capres, padahal sekali lagi, belum tentu Jokowi mau. Dan lagi, ekspresi ketidaksukaan itu melampaui batas akal sehat. Bicara jadi ngelantur dan jelas-jelas menunjukkan belang iri dan dengki.
Baru-baru ini seorang politisi yang kelihatannya sangat kaya pengalaman (ini opini saya) namun miskin nurani, bernama Ruhut mengeluarkan pernyataan (opini beliau sendiri) yang menggelikan, lucu, dan pantas bersanding dengan komentar-komentar lawakan yang dulu sering muncul di Srimulat, atau kini di OVJ. Pantasnya Pak Ruhut itu jadi komedian atau pelawak, bukan pejabat negara, politisi, atau pimpinan partai. Tidak cocok. Itu usulan dan tanggapan saja, jangan simpan di hati, simpan saja di laci meja kerja.
Di Kompas.com yang di muat hari ini, beliau mengaku heran karena masih saja banyak lembaga survei yang menempatkan Joko Widodo alias Jokowi sebagai calon presiden potensial periode 2014-2019. Ia mungkin juga akan terheran-heran kalau sebagian masyarakat Indonesia masih saja akan terus menempatkan Jokowi di posisi paling laris alias Top 1 atau Top 2 (Walau Jokowi sendiri belum tentu mau menjadi presiden). Sebenarnya Pak Ruhut mestinya berkaca diri, kalau begitu banyak yang suka dan beranggapan bahwa Jokowi itu memang pantas berada di posisi nomor 1 lantas mau apa dan apa daya Anda untuk menolaknya? Apakah menurut Pak Ruhut hanya Anda sendiri yang paling pintar menilai, terus begitu banyaknya orang yang ‘memilih’ Jokowi (bahkan yang di luar DKI) adalah tidak sepintar Anda?
Memang sangat meyakitkan kalau partai yang sudah kita bela mati-matian bahkan dengan senjata pamungkas yaitu ‘memuncratkan’ ke permukaan sentiment-sentiment berbau SARA, tapi toh partai bersangkutan tetap kalah juga. Ini konsekwensi logis dalam dunia politik, ada yang kalah dan ada yang menang. Kalau sudah kalah ya mestinya berkaca diri dan terima saja. Janganlah menyimpan ‘dendam’, iri dang dengki sampai matahari terbenam. Ingat baik-baik pesan saya pak, itu tidaklah baik bagi kesehatan. Jangan sampai jatuh sakit hanya karena ‘tragedi kekalahan’ di pilkada DKI yang lalu masih terus terbawa-bawa.
Di Kompas.com itu, selanjutnya si Ruhut masih berkicau, katanya bahwa ia melihat justru kinerja Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta berantakan. Satu tahun masa jabatan, persoalan ibukota seperti kemacetan, banjir dan lain sebagainya tidak ada satu pun yang dituntaskan. Bagi saya, kalau umpamanya ada (dan memang ada) pejabat publik (yang harusnya pintar) bicara seperti ini, berarti orang itu hanya ada dua kemungkinan: Tidak terpelajar, atau tidak terdidik. This is it. Tidak kurang dan tidak lebih. If you can’t control your mouth, then you can control your brain. Even more, you can’t control your behavior. Pak Ruhut selama ini hanya tidur atau hanya suka tampil di acara entertainment hingga seakan-akan tidak bisa melihat dari kacamata nyata? Hanya mereka yang dipenuhi dendam, iri hati, dengki, dan tak mau melihat Jakarta jadi bagus yang akan menilai bahwa Jokowi-Ahok belum berhasil. Dan lagi, ini baru satu tahun pak. Selama 10 tahun lalu, apa yang sudah dibuat gubernur yang Pak Ruhut dukung mati-matian itu? Jangan biarkan Jakarta terus menangis pak. Kasihan, ya sungguh kasihan. Mau minta semua persoalan tuntas dalam satu tahun? This is nonsense out of nonsense.
Ini komentar beliau selanjutnya, “Masih ada yang jagoin? Hancur begitu. Itu, survei dulu, sekarang lihat jalan makin macet, banjir dimana-mana, sudah enggak pantas dia jadi Presiden. Gimana, jadi Wali Kota Solo saja gagal, tukang mebel mau jadi capres.”
Pada satu kalimat amburadul itu, Ruhut membuat banyak kesalahan frontal. Tidak perlu saya uraikan semuanya, karena yang membaca itu pasti jauh lebih mengerti dan paham apa maksud saya. Betapa seorang bergelar SH (dan juga pengacara?) serta berpendidikan tinggi (walau tak setinggi yang saya bayangkan) masih saja mampu mengeluarkan kalimat sinisme sarkastis dan dipenuhi nuansa dengki seperti itu.
Sini kesini pak, saya bisikin di mana letak kesalahan dan ‘keluguan’ serta ‘kebodohan’ kalimat itu. Pertama, Pak Ruhut bilang ‘Masih ada yang jagoin?’, ya nggak usah ditanyalah, buktinya masih banyak yang mendukung, serta survey selalu menempatkan Jokowi di posisi nomor satu. Tidak perlu iri. Acap kali orang lupa, bahwa pertanyaan seperti itu harus diucapkan untuk presiden yang sementara menjabat, di mana bila presiden sementara menjabat itu nggak becus maka akan disodori pertanyaan serupa ini “Masih ada yang jagoin? Mario Teguh bilang….’Itu’…..
Selanjutnya pernyataan Pak Ruhut yang bilang “…..sekarang lihat jalan makin macet, banjir dimana-mana, sudah enggak pantas dia jadi Presiden….” Ijinkan saya ketawa dulu. Kalau dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar maka kalimat “sudah enggak pantas dia jadi presiden” mestinya ditujukan kepada seseorang yang sementara menjabat presiden, apakah maksud Pak Ruhut bahwa Pak SBY itu sudah enggak pantas lagi jadi presiden? Yang jelas dong pak kalau nyindir. Langsung-langsung pak nggak usah malu-malu.
Okelah kalau Anda ralat dan bilang bahwa itu ditujukan ke Pak Jokowi. Simple saja pak, parameter apa, data statistik apa yang dijadikan sebagai ukuran Anda mengatakan bahwa Jakarta MAKIN macet? Yang bener pak bahwa Jakarta MAKIN macet karena Jokowi jadi gubernur setahun ini? Ini bahasa orang kalap dan galau karena ‘dahaga biologis politik’ tidak terpuaskan. Masih ada lagi pak, bagaimana bisa Anda bilang banjir ada di mana-mana? Sejak Jokowi terpilih sudah berapa kali datang banjir memangnya? Luarbiasa aneh, apakah dalam 1 tahun ini ada BANJIR DI MANA-MANA? Kalau banjir duit korupsi di partai di mana Anda bernaung mungkin iya. Oh iya, satu lagi, bajir bukan masalah sepele yang bisa tuntas dalam setahun. Semua tahu itu. Orang buta juga tahu. Kecuali yang buta hatinya.
Dan ini kalimat paripurna beliau yang dengan serta merta menunjukkan siapa sebenarnya beliau, dan kapasitas isi otak yang bersangkutan. Ia pun bersabda, “….Jadi Wali Kota Solo saja gagal, tukang mebel mau jadi capres”. Pertama Pak Ruhut yang tidak tahu apa-apa tentang Solo mengatakan bahwa Jokowi gagal sebagai walikota Solo. Apa kriteria dan parameter kegagalan Jokowi di Solo? Tapi yang saya paling nggak habis pikir adalah bentuk pelecehan seorang Ruhut (yang notabene pengacara) terhadap profesi tukang mebel. Kenapa ya, apa profesi tukang mebel sangat hina untuk jadi presiden? Apakah hanya orang-orang ahli hukum dan atau dari profesi lainnya saja yang pantas jadi presiden? Kalau Jokowi si tukang mebel bisa jadi gubernur, maka tidak ada halangan bagi si tukang mebel itu untuk jadi presiden.
Pak, sekali-kali datanglah Anda ke Amerika, di Amerika ada tukang sol sepatu yang jadi pemimpin. Pernah ada peternak sapi yang jadi walikota. Di Afrika sana, bahkan ada tukang sapu stasiun kereta api yang jadi presiden, dan ketika ia menjadi presiden ia sangat anti dengan apa yang namanya korupsi. So, janganlah Anda sekali-kali meremehkan profesi sebagai tukang. Entah itu tukang mebel, tukang las, tukang kebun, tukang bangunan, atau tukang apapun. Kalau mereka punya martabat, jujur, pintar, berwawasan luas, dan yang paling penting dipilih rakyat, lantas kenapa tidak? Jangan menutup mata dan beranggapan bahwa hanya profesi-profesi ‘mulia’ serta hebat seperti Anda-andalah yang paling pantas jadi presiden. Karena fakta membuktikan, pejabat-pejabat kelas atas yang sudah dan akan ditangkap KPK itu bukanlah mereka yang berprofesi tukang mebel, tukang kayu, atau tukang kebun, tapi jelas-jelas mereka juga adalah tukang, ya tukang korupsi namanya. Ini yang mestinya Anda bilang sebagai orang yang tidak layak dan tidak pantas jadi presiden. Terkecuali kalau Anda juga ‘menikmati’ hasilnya para ‘tukang korupsi’ di ujung meja yang lain. Tapi semoga saja tidak.
Anda tahu apa yang akan dilakukan seekor binatang lapar? Mereka akan mengais, mencakar, menerkam, menerjang, dan beraksi dengan menghalalkan segala cara. Apakah untuk memuaskan hasrat biologis atau pun demi memuaskan isi perut, isi kantong, dan isi dompet. Ups, salah lagi, binatang kan tidak punya dompet dan kantong. Tapi sadar atau tidak, seriously kelakuan seperti itulah yang bermunculan akhir-akhir ini, lapar dan rakus akan kekuasaan dan ketenaran. Hasrat pemenuhan kebutuhan biologis politik itu begitu menggebu-gebu, dan seakan membutakan mata serempak menisbikan tingkat pendidikan yang bersangkutan. Ini luar biasa memalukan dan mengerikan.
Kenapa Jokowi Tidak Pantas Jadi Presiden?
Menurut saya memang Jokowi tidak boleh dulu jadi presiden (bukan tidak pantas), ia harus menuntaskan dulu tugasnya sebagai gubernur DKI. Kalau untu tahun 2019 nanti, itu cerita lain. Sekarang ia lebih baik konsentrasi dulu bekerja untuk DKI Jakarta. Masalahnya, ada beberapa orang yang sudah kebakaran jenggot bila Jokowi digadang-gadangkan sebagai Capres, padahal sekali lagi, belum tentu Jokowi mau. Dan lagi, ekspresi ketidaksukaan itu melampaui batas akal sehat. Bicara jadi ngelantur dan jelas-jelas menunjukkan belang iri dan dengki.
Baru-baru ini seorang politisi yang kelihatannya sangat kaya pengalaman (ini opini saya) namun miskin nurani, bernama Ruhut mengeluarkan pernyataan (opini beliau sendiri) yang menggelikan, lucu, dan pantas bersanding dengan komentar-komentar lawakan yang dulu sering muncul di Srimulat, atau kini di OVJ. Pantasnya Pak Ruhut itu jadi komedian atau pelawak, bukan pejabat negara, politisi, atau pimpinan partai. Tidak cocok. Itu usulan dan tanggapan saja, jangan simpan di hati, simpan saja di laci meja kerja.
Di Kompas.com yang di muat hari ini, beliau mengaku heran karena masih saja banyak lembaga survei yang menempatkan Joko Widodo alias Jokowi sebagai calon presiden potensial periode 2014-2019. Ia mungkin juga akan terheran-heran kalau sebagian masyarakat Indonesia masih saja akan terus menempatkan Jokowi di posisi paling laris alias Top 1 atau Top 2 (Walau Jokowi sendiri belum tentu mau menjadi presiden). Sebenarnya Pak Ruhut mestinya berkaca diri, kalau begitu banyak yang suka dan beranggapan bahwa Jokowi itu memang pantas berada di posisi nomor 1 lantas mau apa dan apa daya Anda untuk menolaknya? Apakah menurut Pak Ruhut hanya Anda sendiri yang paling pintar menilai, terus begitu banyaknya orang yang ‘memilih’ Jokowi (bahkan yang di luar DKI) adalah tidak sepintar Anda?
Memang sangat meyakitkan kalau partai yang sudah kita bela mati-matian bahkan dengan senjata pamungkas yaitu ‘memuncratkan’ ke permukaan sentiment-sentiment berbau SARA, tapi toh partai bersangkutan tetap kalah juga. Ini konsekwensi logis dalam dunia politik, ada yang kalah dan ada yang menang. Kalau sudah kalah ya mestinya berkaca diri dan terima saja. Janganlah menyimpan ‘dendam’, iri dang dengki sampai matahari terbenam. Ingat baik-baik pesan saya pak, itu tidaklah baik bagi kesehatan. Jangan sampai jatuh sakit hanya karena ‘tragedi kekalahan’ di pilkada DKI yang lalu masih terus terbawa-bawa.
Di Kompas.com itu, selanjutnya si Ruhut masih berkicau, katanya bahwa ia melihat justru kinerja Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta berantakan. Satu tahun masa jabatan, persoalan ibukota seperti kemacetan, banjir dan lain sebagainya tidak ada satu pun yang dituntaskan. Bagi saya, kalau umpamanya ada (dan memang ada) pejabat publik (yang harusnya pintar) bicara seperti ini, berarti orang itu hanya ada dua kemungkinan: Tidak terpelajar, atau tidak terdidik. This is it. Tidak kurang dan tidak lebih. If you can’t control your mouth, then you can control your brain. Even more, you can’t control your behavior. Pak Ruhut selama ini hanya tidur atau hanya suka tampil di acara entertainment hingga seakan-akan tidak bisa melihat dari kacamata nyata? Hanya mereka yang dipenuhi dendam, iri hati, dengki, dan tak mau melihat Jakarta jadi bagus yang akan menilai bahwa Jokowi-Ahok belum berhasil. Dan lagi, ini baru satu tahun pak. Selama 10 tahun lalu, apa yang sudah dibuat gubernur yang Pak Ruhut dukung mati-matian itu? Jangan biarkan Jakarta terus menangis pak. Kasihan, ya sungguh kasihan. Mau minta semua persoalan tuntas dalam satu tahun? This is nonsense out of nonsense.
Ini komentar beliau selanjutnya, “Masih ada yang jagoin? Hancur begitu. Itu, survei dulu, sekarang lihat jalan makin macet, banjir dimana-mana, sudah enggak pantas dia jadi Presiden. Gimana, jadi Wali Kota Solo saja gagal, tukang mebel mau jadi capres.”
Pada satu kalimat amburadul itu, Ruhut membuat banyak kesalahan frontal. Tidak perlu saya uraikan semuanya, karena yang membaca itu pasti jauh lebih mengerti dan paham apa maksud saya. Betapa seorang bergelar SH (dan juga pengacara?) serta berpendidikan tinggi (walau tak setinggi yang saya bayangkan) masih saja mampu mengeluarkan kalimat sinisme sarkastis dan dipenuhi nuansa dengki seperti itu.
Sini kesini pak, saya bisikin di mana letak kesalahan dan ‘keluguan’ serta ‘kebodohan’ kalimat itu. Pertama, Pak Ruhut bilang ‘Masih ada yang jagoin?’, ya nggak usah ditanyalah, buktinya masih banyak yang mendukung, serta survey selalu menempatkan Jokowi di posisi nomor satu. Tidak perlu iri. Acap kali orang lupa, bahwa pertanyaan seperti itu harus diucapkan untuk presiden yang sementara menjabat, di mana bila presiden sementara menjabat itu nggak becus maka akan disodori pertanyaan serupa ini “Masih ada yang jagoin? Mario Teguh bilang….’Itu’…..
Selanjutnya pernyataan Pak Ruhut yang bilang “…..sekarang lihat jalan makin macet, banjir dimana-mana, sudah enggak pantas dia jadi Presiden….” Ijinkan saya ketawa dulu. Kalau dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar maka kalimat “sudah enggak pantas dia jadi presiden” mestinya ditujukan kepada seseorang yang sementara menjabat presiden, apakah maksud Pak Ruhut bahwa Pak SBY itu sudah enggak pantas lagi jadi presiden? Yang jelas dong pak kalau nyindir. Langsung-langsung pak nggak usah malu-malu.
Okelah kalau Anda ralat dan bilang bahwa itu ditujukan ke Pak Jokowi. Simple saja pak, parameter apa, data statistik apa yang dijadikan sebagai ukuran Anda mengatakan bahwa Jakarta MAKIN macet? Yang bener pak bahwa Jakarta MAKIN macet karena Jokowi jadi gubernur setahun ini? Ini bahasa orang kalap dan galau karena ‘dahaga biologis politik’ tidak terpuaskan. Masih ada lagi pak, bagaimana bisa Anda bilang banjir ada di mana-mana? Sejak Jokowi terpilih sudah berapa kali datang banjir memangnya? Luarbiasa aneh, apakah dalam 1 tahun ini ada BANJIR DI MANA-MANA? Kalau banjir duit korupsi di partai di mana Anda bernaung mungkin iya. Oh iya, satu lagi, bajir bukan masalah sepele yang bisa tuntas dalam setahun. Semua tahu itu. Orang buta juga tahu. Kecuali yang buta hatinya.
Dan ini kalimat paripurna beliau yang dengan serta merta menunjukkan siapa sebenarnya beliau, dan kapasitas isi otak yang bersangkutan. Ia pun bersabda, “….Jadi Wali Kota Solo saja gagal, tukang mebel mau jadi capres”. Pertama Pak Ruhut yang tidak tahu apa-apa tentang Solo mengatakan bahwa Jokowi gagal sebagai walikota Solo. Apa kriteria dan parameter kegagalan Jokowi di Solo? Tapi yang saya paling nggak habis pikir adalah bentuk pelecehan seorang Ruhut (yang notabene pengacara) terhadap profesi tukang mebel. Kenapa ya, apa profesi tukang mebel sangat hina untuk jadi presiden? Apakah hanya orang-orang ahli hukum dan atau dari profesi lainnya saja yang pantas jadi presiden? Kalau Jokowi si tukang mebel bisa jadi gubernur, maka tidak ada halangan bagi si tukang mebel itu untuk jadi presiden.
Pak, sekali-kali datanglah Anda ke Amerika, di Amerika ada tukang sol sepatu yang jadi pemimpin. Pernah ada peternak sapi yang jadi walikota. Di Afrika sana, bahkan ada tukang sapu stasiun kereta api yang jadi presiden, dan ketika ia menjadi presiden ia sangat anti dengan apa yang namanya korupsi. So, janganlah Anda sekali-kali meremehkan profesi sebagai tukang. Entah itu tukang mebel, tukang las, tukang kebun, tukang bangunan, atau tukang apapun. Kalau mereka punya martabat, jujur, pintar, berwawasan luas, dan yang paling penting dipilih rakyat, lantas kenapa tidak? Jangan menutup mata dan beranggapan bahwa hanya profesi-profesi ‘mulia’ serta hebat seperti Anda-andalah yang paling pantas jadi presiden. Karena fakta membuktikan, pejabat-pejabat kelas atas yang sudah dan akan ditangkap KPK itu bukanlah mereka yang berprofesi tukang mebel, tukang kayu, atau tukang kebun, tapi jelas-jelas mereka juga adalah tukang, ya tukang korupsi namanya. Ini yang mestinya Anda bilang sebagai orang yang tidak layak dan tidak pantas jadi presiden. Terkecuali kalau Anda juga ‘menikmati’ hasilnya para ‘tukang korupsi’ di ujung meja yang lain. Tapi semoga saja tidak.
Lanjut bawah ya gan...
Diubah oleh charlestidus 19-05-2013 13:20
0
4K
Kutip
42
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan