Jasa.SyariahAvatar border
TS
Jasa.Syariah
The Six Characters of Highly Passionate (Young) Marketer
The Six Characters of Highly Passionate (Young) Marketer


Pertama: First of All, Break the Old, Boring Rule.

Yang pertama, kualitas mereka sangat menonjol, yaitu kemampuan mereka dalam memecah kebekuan dan status quo industrinya dengan merombak tatanan bisnis lama, menggantinya dengan yang baru melalui inovasi yang mereka ciptakan. Dengan pendekatan baru yang fresh, mereka mencoba break with the immediate past sekaligus meredefinisi industri.

Hokiono (waktu itu masih sebagai Manajer Merek Sampoerna Hijau) memecah kebekuan Sampoerna Hijau yang selama bertahun-tahun cukup puas dengan hanya menjadi merek medioker, menjadi pemimpin pasar yang diloyali pelanggan intinya. Hokiono juga membuka mata kita bahwa jualan ke pelanggan kelas bawah tak harus dengan hard sell yang tipikal kelas bawah – “Wez-ewezz-ewezz”, “Oyee”, dan sejenisnya – melainkan bisa pula dengan cara yang elegan melalui idiom yang diakrabi pelanggan, seperti Geng Ijo.

Godo Tjahjono, dulunya Manajer Komunikasi Pemasaran Sun Life Financial, punya cerita lain. Secara cerdas Godo meredefinisi proposisi nilai dari produk yang dikelolanya, dari asuransi jiwa menjadi paket produk yang lebih komprehensif yaitu perencanaan keuangan (financial planner). Alasannya? “Karena persepsi konsumen terhadap produk asuransi sudah amat buruk,” ujarnya. Sama dengan Hokiono, Godo juga mencoba merombak tatanan yang mapan di industri asuransi. Apakah itu? Mengubah cara jualan dari push selling yang membabi buta menjadi integrated marketing communication dan brand building.

Kedua: Change the World, Build a Lasting Legacy.
Banyak pemasar muda YMA adalah orang-orang yang haus akan capaian yang extraordinary. Harap diketahui, mereka selalu terobsesi untuk meraih capaian tertinggi yaitu: “mengubah dunia”. Karena itu, kebanyakan mereka memiliki apa yang disebut, change the world personality. Keinginan untuk mengubah dunia dan menciptakan legacy bagi mereka merupakan persoalan eksistensial; menjadi reason for being bagi karier dan hidup mereka. Mereka juga pemimpi. Dan menariknya, mereka menciptakan legacy dengan cara mewujudkan mimpi-mimpinya itu.

Seorang Yoris Sebastian, General Manager Hard Rock Cafe, adalah ilustrasi yang tepat mengenai hal ini. Bagi Yoris, karya monumental adalah cermin dari eksistensinya. Ia merasa ada (reason for being) dan diakui lingkungannya hanya jika mampu menciptakan sebuah karya besar yang pantas dikenang. Maka, perjalanan karier diisinya dengan kreativitas, inovasi, dan terobosan untuk mewujudkan karya besar. Lihatlah sederet karyanya: I Like Monday; Destination Nowhere; MTV Trax; IP Entertainment; International Young Music Entrepreneur of the Year Award; dan segudang yang lain.

Ketiga: Be Passionate – Eat, Sleep, and Dream with the Business.
Ciri ketiga adalah resep terampuh seorang pemasar yang ditemukan pada hampir semua pemasar YMA. Eat, sleep, and dream with the business. All out. Makan, tidur, bahkan di toilet pun mereka memikirkan bisnis. Mereka memiliki sense of intimacy dan sense of ownership yang begitu tinggi terhadap produk/merek yang mereka kelola. Mereka menguasai betul produk/merek itu, dan memiliki attention to detail yang tak tertandingi. Hasil akhirnya adalah they work with passion. Karena itu, semakin dalam mengamati sepak terjang mereka, kesimpulannya: Great marketer is a passionate marketer.

Bobby Leong, Manajer Pemasaran Macan Yaohan Medan, sudah menganggap supermarket yang dikelolanya sebagai baby-nya. Dia membawa supermarket yang dirintis ayahnya ini menjadi local champion yang tak gentar menghadapi raksasa global setangguh Carrefour atau Wal-Mart. Sejak serius bergabung sekitar 10 tahun lalu, ia pelan tapi pasti menata Macan Yaohan mulai dari mendirikan departemen pemasaran, membangun database pelanggan, club card ala Tesco, kartu diskon, hingga berinovasi menciptakan ritel syariah. Semuanya dilakukan dengan sepenuh hati, attention to detail, kecermatan, keseriusan, dan tentu saja passion.

Keempat: Over-Courageous, Over-Confident, Over-Commitment.

Kebanyakan pemasar muda YMA adalah orang-orang yang berada di sekitar lima tahun pertama kariernya. Tak heran, mereka bersikukuh, memiliki nyali besar, sering nekat, ambisius, risk-taker, dan obsesif. Inilah yang membedakan mereka dari pemasar pendahulunya. Mereka adalah anak muda yang sedang berada dalam masa transisi dan proses pencarian menuju kemapanan. Mereka belum punya legacy apa-apa, karena itu cenderung nothing to loose. Mereka memiliki underdog mentality ala Richard Bransson, yang memungkinkan mereka bekerja ekstra keras untuk mengungguli rekan-rekan pemasar yang lebih senior.

Di masa awal kariernya, mereka getol berjuang untuk melewati apa yang disebut career chasm, (ingat chasm-nya Geoffrey Moore) yaitu sebuah parit menganga yang menjadi penentu arah karier mereka. Melewati parit itu hendak mengantarkan mereka menjadi high flier. Sebaliknya, terjerembab ke dalam parit, membawa mereka menjadi medioker.

Mengingat demikian strategisnya perjuangan melewati chasm bagi masa depan karier, mereka habis-habisan berupaya menyukseskannya. Gambaran inilah yang diperoleh dari sebagian besar pemenang dan finalis YMA. Lalu, bagaimana caranya? Mereka kumpulkan semua keberanian untuk menjawab tantangan itu; mereka tumpahkan semua energi yang dimiliki untuk mewujudkannya; dan mereka himpun seluruh komitmen untuk menyempurnakannya.

Kelima: It’s about Survival – a Life-and-Death Struggle.

Banyak pemasar besar di ajang YMA yang menemukan momentum sense of urgency ketika mereka menghadapi tembok besar angkuh yang menghadang kesuksesannya. Banyak dari mereka bangkit karena terjepit oleh kondisi yang memaksanya tak punya pilihan lain. It’s about survival. It’s about life-and-death struggle. Dan inilah istimewanya. Naluri dan darah muda mereka mengatakan bahwa harus survive. Keterjepitan bukannya membuat mereka loyo, melainkan justru menjadi asupan energi luar biasa untuk menghancurkan tembok yang angkuh menghadang.

Ferry Haryanto dari Garuda Food menghadapi momok divisi yang dikelolanya dilikuidasi karena selama lima tahun berdiri kembang-kempis tak pernah untung bahkan defisit. Ferry menghadapi problem kembar, masalah klasik keterbatasan sumber daya dan merek yang hampir mati. Maria Soepim dan Budi Janto, keduanya dari PT Multi Bintang Indonesia, mendapati masalah yang tak kalah pelik. Keduanya menghadapi handicap mendasar pasar bir di negara Muslim seperti Indonesia yang terus anjlok dan kian menyusut. Sementara Ronny Liyanto, manajer pemasaran produk sepeda premium merek Polygon, merasakan semakin tergenjet oleh produk-produk value for money dari Cina yang mengancam dominasi pasarnya di Eropa.

Ke-6: Get the Work Chemistry, Find Your Coach.

Pemasar besar bukan manusia nyentrik yang hidup sendirian di pulau tengah laut nun jauh di sana. Untuk sukses, mereka membutuhkan lingkungan kerja yang kondusif, iklim kreativitas yang dinamis, tim dan orang-orang yang suportif, suplai ide yang mengalir deras, empowerment dan kesempatan yang diberikan oleh perusahaan, juga mentor atau leader yang mumpuni. Dalam konteks pemasar muda, elemen ini sangat menentukan karena di fase awal karier, interaksi antara pemasar dengan lingkungan kerjanya memiliki porsi yang lebih besar dalam menentukan sukses-tidaknya si pemasar. Maka, faktor kuncinya adalah menemukan work chemistry dan mendapatkan mentor yang pas.

Kesimpulan umum ini menjadi relevan kalau kita melihat kasus pemasar di YMA. Banyak kasus di mana sukses pemasar sangat ditentukan oleh lingkungan organisasi di mana ia berada. Ambil contoh Hokiono. Ia menuai sukses luar biasa karena menemukan work chemistry – iklim kreativitas dan inovasi, empowerment, mentor, sistem yang mendukung, lingkungan kerja kompetitif – di HM Sampoerna. Yoris sukses di MRA karena memperoleh mentor sekaligus mitra tanding (sparing partner) dari Sutikno Sudardjo sang pemilik. Atau, Ferry yang mampu leluasa mengembangkan daya kreasinya di Garuda Food karena mendapatkan empowerment, kesempatan, dan sponsorship dari bosnya, sang CEO, Sudhamek.

Faktor work chemistry inilah yang menyebabkan, misalnya, Hokiono, kemudian kurang begitu sukses ketika bergabung di Danone. Godo juga kurang mulus ketika mencoba shifting quadran dengan merintis konsultan pemasarannya sendiri. Tentu saja ini belumlah akhir dari segalanya, sebab mereka masih berjuang. Harapannya tentu saja mereka adalah sosok high flier yang sustainable. Sosok yang tak hanya bersinar sesaat, dan setelah itu mati.

SUMBER
0
1.6K
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan