Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ambon25Avatar border
TS
ambon25
SuperSemar penuh mister, Soekarno ditodong?
numpang SHARE gan sedikit buat mengingat sejarah aja gan kalo waktu sekolah di ceritain ama guru sejarah...
emoticon-Ngakak
mungkin agan/aganwati udah tau ini tapi disini saya cuma mau mengingatkan biar jangan lupa gan ama sejarah....emoticon-Ngakak

SUPERSEMAR Penuh Misteri, Presiden Soekarno Ditodong?


Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR) sampai saat ini meninggalkan cerita yang penuh dengan misteri, SUPERSEMAR konon yang menjadi salah satu dasar perpindahan kekuasaan antara Presiden Soekarno kepada Soeharto (Presiden ke II RI). Hal ini tetap menjadi polemik, karena telah diduga terjadi penyelewengan sejarah perjalanan bangsa ini, nah untuk lebih jelasnya selahkan baca kutipan dibawah ini.


Cuaca di sekitar istana malam itu sangat dingin, hembusan angin dari rerindangan pohon dan jingkrakan kijang yang masih betah menikmati malam menambah khidmat suasana, tapi ketika malam mulai pekat datanglah empat Brigadier Jendral, yaitu M. Jusuf, Amirmachmud, Basuki Rahmat dan M. Panggabean mengetuk pintu istana.

Suasana sunyi, dingin dan damai di istana bogor seketika berubah panas dan gaduh, adu todongan pistol antara para brigjen dengan pengawal Presiden tak terelakan, tapi suasana seketika reda ketika Soekrano memerintahkan Soekardjo menyarungkan senjata. Setelah suasana mereda, para jendral menyerahkan lembaran surat yang harus ditandatangani, di bawah tekanan akhirnya sang Presiden menandatangani surat tersebut. Dengan sedikit pesan setelah situasi pulih mandat segera di kembalikan, itulah sekelumit cerita Lettu Soekardjo Wilardjito, pengawal presiden.

Kisah yang digunakan untuk pembanding sejarah penandatangan supersemar versi pemerintah, walaupun pada akhrinya pernyataan Lettu Soekardjo tersebut di bantah oleh M. Jusuf, M. Panggabean, dan A.M Hanafi. Itu masih di tambah dengan kisah penandatanganan versi A.M Hanafi, mantan kedubes kuba yang dipecat secara abal-abal oleh Soeharto, versi sang mantan dubes memang tidak terlalu jauh dengan versi pemerintah yaitu secara baik-baik, tapi ada perbedaan waktu kalau versi pemerintah waktunya malam sekitar 20.30 WIB tapi justru menurut Hanafi siang hari.
Setidaknya sekelumit perbedaan kisah, kronologis, pelaku maupun waktu tak kalah misteriusnya dengan teks asli dari supersemar yang menurut Arsip Nasional memiliki 4 versi termasuk versi terbaru dari almarhum M. Jusuf yang di kemudian waktu juga di “cap” palsu oleh Arsip Nasional.

Dari mulai kop surat, tandatangan Soekarno, Lambang Garuda, hingga posisi tata letak surat terdapat perbedaan yang Saling berlawanan, sehingga sulit untuk menentukan mana yang benar,atau mungkinkah ada versi selanjutnya yang belum terungkap seperti kata Soebandrio, bahwa ada draf pertama surat itu, draf kedua yang sudah ditulisi komentar Soebandrio beserta tembusan ketiga dari teks asli (yang tidak ditandatangani Presiden) yang semuanya dimiliki Jenderal Jusuf dapat diserahkan kepada pemerintah.

Beda Penafsiran Makna SUPERSEMAR

“Surat Perintah Sebelas Maret itu mula-mula dan memang sejurus waktu, membuat mereka bertampik sorak-sorai kesenangan. Dikiranya SP Sebelas Maret adalah satu penyerahan pemerintahan, dikiranya SP Sebelas Maret itu satu Transfer of Authentic, of Authority, padahal TIDAK. SP Sebelas Maret adalah suatu perintah pengaman, perintah pengamanan jalannya pemerintahan. Demikian kataku waktu melantik kabinet. Kecuali itu, juga perintah pengaman keselamatan pribadi Presiden, perintah pengaman wibawa Presiden, perintah pengamanan ajaran Presiden, perintah pengaman beberapa hal…”


Pernyataan yang mengandung banyak makna seperti apa itu Supersemar dan “ancaman” kepada pemegang kekuasaan Supersemar untuk tidak bersorak-sorai kesenangan. Bagi Presiden Soekarno, surat itu adalah perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan Presiden dan keluarganya. Namun, sebenarnya ia “kecolongan” dengan membubuhkan frase “mengambil segala tindakan yang dianggap perlu” dalam surat tersebut. Padahal, perintah dalam militer harus tegas batas-batasnya, termasuk waktu pelaksanaannya.

Menurut Bung Karno, surat itu bukanlah transfer of authority. Amir Machmud yang membawa surat itu dalam perjalanan dari Bogor ke Jakarta langsung berkesimpulan bahwa itu adalah pengalihan kekuasaan.

Dengan surat itu, Soeharto mengambil aksi beruntun pada Maret 1966, membubarkan PKI, menangkap 15 menteri pendukung Soekarno, memulangkan Tjakrabirawa (yang terdiri dari sekitar 4.000 anggota pasukan yang loyal kepada Presiden), dan mengontrol media massa di bawah Pusat Penerangan Angkatan Darat (Puspen AD). Tindakan Soeharto ini tidak lain mengakhiri dualisme kekuasaan yang telah terjadi pasca-Gerakan 30 September. (Asvi Warman Adam, 2009)

Menurut kesaksian staf intel Komando Operasi Tertinggi Gabungan-5 (G-5 KOTI) Salim Thalib, naskah Supersemar yang dikenal sekarang adalah palsu. Selain aslinya tidak serapi itu, isi naskah juga tidak sama dengan naskah aslinya.

Jadi betulkah tuduhan beberapa kalangan yang menyamakan ini dengan usaha penghilangan barang bukti? Kalau memang Supersemar tidak diplintir, apa buktinya bahwa Supersemar itu tidak diplintir?

Sebetulnya kenapa Supersemar itu mesti dirancang dan Sukarno mesti dipaksa menandatangani? Ada banyak teori konspirasi rumit tentang ini. Tapi saya tertarik dengan teori berikut ini.
Latar belakangnya tak lepas dari persaingan antara PKI dan Angkatan Darat. Sebelum terjadinya G30S, persaingan antara PKI dan Angkatan Darat sudah dalam taraf saling jegal menjegal. Bahkan PKI sampai ingin membangun “Angkatan Kelima” dalam militer.

PKI ingin menggeser Angkatan Darat. Dan Angkatan Darat ingin menggeser PKI. Apalagi ketika itu Sukarno sudah mulai sakit-sakitan. Mungkin usianya tidak lama lagi. Pokoknya siapa cepat, dia dapat. Antara PKI dan Angkatan Darat sudah betul-betul sikut-sikutan.

Begitu meletus konspirasi G30S, inilah kesempatan Angkatan Darat untuk menghancurkan saingan beratnya itu. Tak ada ampun, pokoknya PKI harus musnah. Dan penghancuran itu akan lebih afdol jika presiden sendiri yang mengumumkan pembubaran PKI. Soalnya yang punya hak untuk membubarkan partai politik cuma presiden. Itu adalah hak prerogatif presiden. Tapi tunggu punya tunggu, Sukarno kok belum mau juga membubarkan PKI. Bagaimana ini?

Angkatan Darat melalui tangan Suharto pun mengambil jalan pintas. Potong kompas. Caranya, harus dibuat sebuah surat perintah yang telah terkonsep, yang membuat Angkatan Darat jadi punya alasan yuridis melibas PKI. Konsep surat itu pun dibuat. Konsep Supersemar. Isinya perintah presiden kepada Angkatan Darat (Suharto) untuk mengamankan negara. Nah, dengan dalih mengamankan negara inilah Angkatan Darat jadi punya alasan mengganyang habis PKI. Angkatan Darat memang berlomba dengan waktu. Harus bergerak cepat. Kalau tidak, PKI bisa kembali bangkit mengumpulkan kekuatan dan mendepak jauh-jauh Angkatan Darat dari panggung kekuasaan. Now or never! Jadi sekarang Angkatan Darat tidak boleh kalah cepat!

Setelah itu Suharto memerintahkan para Jendral tadi untuk membawa surat itu kepada Sukarno. Dengan pesan khusus, “pokoknya harus ditandatangani Sukarno”.
Begitu Supersemar ditandatangani, itulah awal aksi pedang Orba. Nampaknya tanda tangan Sukarno tadi adalah pembuka jalan bagi pelaksana Supersemar untuk mengamankan yang bisa diamankan. Sesudah itu terjadi tragedi mengenaskan. Di segala pelosok negeri berkubang darah jutaan rakyat dengan alasan pembasmian PKI demi keamanan negara. Korbannya tidak saja PKI, tapi juga orang-orang yang tiba-tiba di-PKI-kan atau dipaksa mengaku PKI. Berjuta rakyat mendadak tak bermasa depan dan terampas haknya karena dicap PKI.

Tak kurang Sukarno sendiri turut menjadi korban. Sukarno mengatakan dia mengutuk sekeras-kerasnya Gestok (G30S PKI). Pelakunya harus dihukum, kalau perlu ditembak mati. Tapi orang yang memperuncing peristiwa G30S PKI, hingga terjadi provokasi membenarkan pembunuhan jutaan rakyat juga harus diadili. Apakah Sukarno bermaksud menujukan ini pada Suharto?
Yang jelas, sesudah pernyataan Sukarno itu, terjadi de-Sukarnoisasi. Kita tahu bagaimana Sukarno diisolasi, dituduh terlibat G 30 S PKI tanpa bukti yuridis.

Tentu saja tuduhan itu aneh. Karena bagaimana mungkin Sukarno dituduh melakukan kudeta terhadap dirinya sendiri? Buntutnya, semua yang berhubungan dengan Sukarno menjadi tabu dibicarakan di masa Orba. Bahkan beberapa departemen men-non-aktif-kan pegawai yang ketahuan pro-Sukarno.

Setelah skenario berjalan seperti harapan, “para perancang” Supersemar lalu mabuk kemenangan. PKI yang dulu jadi saingan utamanya untuk merebut “kursi Sukarno” sudah tersungkur. Dan Sukarno sang pemilik kursi juga sudah dipaksa meninggalkan kursinya. Suharto tak menyia-nyiakan kesempatan. Kursi yang kosong tanpa pemilik itu harus diapakan lagi kalau bukan diduduki?

Melalui tulisan ini saya mencoba membuka kembali memori kita tentang catatan sejarah Indonesia yang pernah kita dapatkan dari buku SD. Lebih tepatnya saya ingin menggiring anda pada satu ‘perkamen’ bernama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Kenapa? Karena dengan adanya Supersemar, situasi politik di Indonesia mengalami perubahan, kekuasaan Bung Karno meredup, dan kekuasaan Jenderal Suharto meningkat. Supersemar dianggap sebagai penyerahan dan perpindahan kekuasaan. Supersemar adalah monumen awal duduknya Jenderal Suharto di kursi kepresidenan, lalu menjadi seorang pemimpin dan penguasa yang cenderung Machiavelli minded -mungkin Pak Harto juga sudah membaca Il Principe yang legendaris itu.

Banyak catatan sejarah bangsa ini yang dibelokkan dan tidak lagi jujur, masyarakat sudah kadung menganggapnya sebagai suatu kebenaran,entah bangsa Indonesia akan jadi seperti apa???

SUMBER : [kompasiana.com]

TERIMA emoticon-Blue Guy Cendol (L)emoticon-Blue Guy Cendol (L)

GATERIMA emoticon-Blue Guy Bata (L)emoticon-Blue Guy Bata (L)
0
8.3K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan