big_guy789Avatar border
TS
big_guy789
Gerakan 969 di Myanmar yang sedang heboh
Apa Gerakan 969?



REPUBLIKA.CO.ID, Seorang biksu nasionalis Wirathu terlihat bersama dengan kawanan biksu dari Mandalay, di sebuah jalan di Meikhtila.

Wirathu baru saja dibebaskan tahun lalu usai mendekam sembilan tahun di penjara. Dia bisa bebas karena amnesti yang diberikan untuk ratusan tahanan politik, usai reformasi pascamiliter berkuasa. Dia ditahan karena membantu menghasut kerusuhan anti-Muslim pada 2003.
Sekarang ini, tokoh karismatik dengan senyum muda itu menjadi kepala biara di Biara Masoeyein Mandalay, komplek tempat dia memimpin 60 biksu dan menjadi tokoh dari 2.500 warga disana.
Dari kekuatan itu, dia memimpin satu pergerakan yang dinamakan 969. Gerakan ini mendorong Umat Buddha untuk menghindari bisnis dan komunitas Muslim.
Tiga angka itu berasal dari beberapa simbol yang bersumber dari ajaran Buddha. Dia mengajarkan kebiksuan. Pada praktiknya, nomor itu menjadi citra dari bentuk radikal nasionalis anti-Muslim. Mereka ingin membuat Myanmar bertransformasi menjadi mirip dengan negara apartheid.
"Kami punya slogan: Saat makan, makan 969; saat pergi, pergi 969; saat membeli, beli 969," ujar Wirathu saat diwawancara di biaranya, di Mandalay.
Menjadi pemimpin ekstremis, Wirathu pun mengaku sebagai Bin Laden Birma. Dia mengaku memberi pidato 969 sekitar empat bulan lalu. Tugasnya, ujar Wirathu, adalah untuk menyebarkan misi tersebut dan berhasil. Stiker 969 Wirathu berkembang dan diikuti dengan kekerasan.
Perusuh mencoretkan angka 969 ketika menghancurkan pusat bisnis Muslim di Meikhtiila. Pergerakan anti-Muslim di daerah Bago, dekat di Yangon, meletus seusai seorang biksu berkhotbah soal pergerakan 969. Stiker dengan angka 969 tampak di tiang jalan, motor, poster, mobil dan di seluruh jantung kota.

Kerusuhan Meikhtila



REPUBLIKA.CO.ID, Seorang Pendeta Buddha mencengkeram tangan gadis muslim dan menaruh pisau di lehernya. "Kalau anda mengikuti kami, saya bunuh dia," kata pendeta tersebut mengancam polisi.
Berdasarkan keterangan saksi mata, massa dari pihak Buddha dipersenjatai dengan pedang dan parang mengejar 100 muslim di kota di Myanmar tengah.
Kamis (21/3) itu, hanya dalam beberapa jam, terdapat 25 muslim dibunuh. Pendeta Buddha menyeret tubuh mereka yang penuh darah di sebuah bukit di tetangga, disebut Mingalarzay Yone. Mereka menyusun mayat-mayat itu di api. Beberapa tampak sudah disembelih.
Juru kamera Reuters melihat mayat tersebut termasuk jenazah dua anak, berusia sekitar sepuluh tahun atau lebih muda. Pembantaian itu diamini oleh coretan-coretan cat di sekitar Meikhtila. Bahkan, terdapat satu grafiti di tembok bertajuk 'Pemusnahan Muslim'.
Kebencian etnis sudah timbul di Myanmar sejak 49 tahun militer berkuasa yang berakhir pada Maret 2011. Kebencian itu pun menyebar, mengancam negara ketika transisi demokrasi tengah berjalan. Gejala tersebut sudah tampak pada adanya pembersihan etnik dan ketidakberdayaan untuk menanganinya.
Dalam empat hari, setidaknya 43 orang tewas di Meikhtila. Terletak 80 mil di utara ibu kota provinsi, Naypytaw. Sedikitnya 13 ribu warga beragama muslim mengungsi dari rumah dan usaha mereka.
Pertempuran berdarah diikuti oleh massa Buddha. Kerusuhan meluas. Terdapat 14 desa lain di Myanmar tengah dan membuat minoritas muslim berada dalam batas penyeberangan negara di asia dengan etnik yang paling berbeda.
Sebuah eksaminasi dari kerusuhan tersebut berdasarkan wawancara dengan 30 saksi mata, menyebabkan pembantaian 25 muslim di meikhtila dipimpin oleh pendeta Buddha -seringkali dibuat sebagai ikon demokrasi di Myanmar.
Pembunuhan itu terpantau oleh polisi dengan tingkah polos. Pemerintah lokal setempat juga enggan mengintervensi.Kerusuhan yang terjadi di kota lain hanya beberapa jam dari kota Yangon juga diorganisir.
Polisi bersekongkol dengan mata tertutup. Usai pembunuhan Maret, pejabat setempat hanya melakukan upaya sedikit untuk menghentikan kerusuhan yang terus memanas hingga tiga hari kemudian.
Dia menyerahkan kendali kota kepada Pendeta Buddha radikal yang memblokade truk terbakar, mengintimidasi pekerja yang selamat dan memimpin amuk lingkungan.
Menurut laporan Reuters, pihak Buddha mungkin menjadi pemicu kerusuhan. Akan tetapi orang pertama yang tewas adalah seorang pendeta di tangan muslim.

Pemeluk Buddha Myanmar Sedih Muslim Dibantai



REPUBLIKA.CO.ID, MEIKHTILA -- Seorang pemeluk Buddha Myanmar Aye Aye Naing mengaku sedih atas pembunuhan kepada umat Islam. Perempuan berusia 45 tahun ini mengungkap, setiap manusia memiliki hak hidup yang sama.
"Saya merasa sedih pada Muslim yang telah dibunuh, semua manusia sama," kata pemilik toko penjepit rambut di Meikhtila itu. Menurut dia, perbedaan mereka terletak hanya pada warna kulit. Tidak lebih. Dia pun mengaku bersahabat baik dengan Muslim yang juga merupakan tetangganya.
Meski mengaku pernah memiliki masalah dengan Muslim, Aye mengaku sudah memaafkannya. Beberapa hari sebelum kerusuhan Maret, Aye pergi ke kota untuk menjual penjepit rambut emas.
Dia memasuki toko seorang penjual Muslim yang menawarkannya harga 108 ribu kyat. Sementara itu, Aye hanya akan melepas penjepit tersebut seharga 110 ribu kyat.
Karyawan toko pun meneliti emas itu. "Saat kembali, penjepit emas itu sudah rusak," ujar Aye. Pemilik toko, seorang perempuan muda berusia 20 tahun, pun menurunkan tawarannya dengan harga hanya 50 ribu kyat.
Beberapa saksi mengungkap, pemilik toko kemudian menampar Aye. Suami Aye membela. Hanya, dia pun didorong keluar toko, terjatuh dan dikalahkan oleh tiga orang pegawai toko.
0
4.6K
31
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan