nyaajieAvatar border
TS
nyaajie
Tentang Java Heat (Review)
Review oleh Paox Iben

Rasanya, sedikit sekali film tentang Indonesia, apalagi buatan Indonesia yang enak di tonton. Bahkan dibanding produksi negeri tetangga semacam Thailand, film-film produksi kita yang bisa dibilang enak ditonton masih tergolong sangat sedikit. Terlepas darisegala kontroversi yang muncul, salah satu film yang "sebenarnya" cukup enak ditonton itu barangkali adalah Java Heat.

Film besutan sutradara Conor Allyn yang juga membuat film semacam Merah Putih, Darah Garuda, dan Hati Merdeka masih bergenre action. Ketiga film yang saya sebut terakhir itu menurut saya memang kurang enak di tonton. Mungkin karena itu pula gagal masuk box office Indonesia. Padahal dengan jumlah penduduk yang bejibun di negeri ini, pasar film Indonesia tergolong cukup rakus. Apa saja asal bisa memenuhi selera penonton pasti di embat. orang terbiasa nonton sinetron hehe...Feeling saya, meskipun cukup enak ditonton, Java Heat ini juga akan gagal menjadi film yang akan hit dipasaran dan disukai banyak orang.

Film ini cukup kontroversial, bukan saja karena bocor sebelum release. Soal bocor-bocoran sebelum realese --yang konon direncanakan tanggal 18 April itu-- saya terpaksa akan menganggapnya biasa saja hehe. Maklum hidup di negara super kreatif seperti Indonesia ini, apa sih yang tidak bisa dibajak? Sawah gunung saja biasa di bajakk hihihi, apalagi tekhnologi rakitan? Dan bukan karena alasan pembajakan itu saya kira film ini akan gagal di pasaran. Sebab film semacam Ayat-Ayat Cinta (AAC), meskipun telah bocor ketika tayang dibioskop, penontonya tetap bejibun dan mencapai 3,7 juta orang. Itu belum termasuk yang manthengin lewat VCD bajakan dan copy-an internet, atau yg beredar lewat flashdisk sesame teman.

Mengapa film ini akan gagal? Sebab menurut saya secara umum film ini mewakili sebuah entitas cita rasa yang agak ‘wagu’. Terutama bagi mereka yang sering mengamati detail sebuah film, terlihat bena rbanyak hal yang cukup dipaksakan.

Film ini dibuka dengan sebuah adengan Bom bunuh diri disebuah acara pesta. Tidak tanggung-tanggung, Bom yangdi dalangi para teroris yang mengatasnamakan perjuangan Jihad ini meledak disebuah bangsal keraton Jogja dan menewaskan Sultana, putrid Sultan yang akan menjadi pewaris kerajaan. Kematian dari Sultana memantik amarah rakyat yangmenuntut balas dendam. Seorang polisi berpangkat letnan dari destasemen khusus88 bernama Hasim ditugaskan untuk mengusut kasus tersebut.

Pengusutan Hashim membawanya pada satu tersangka: seorang warga negara Amerika misterius yang mendekati sang Sultana di hari pengeboman: Jake Travers. Saat Jake Travers ditangkap oleh Hashim ia tak mengaku terkait akan pengeboman itu tetapi jelas ia tahu lebih banyak dari yang dia mau akui. Hashim melepaskan Jake tetapi mengikuti sangwarga negara Amerika misterius itu. Ternyata jake yang mengaku sebagai penelitidari Cornell University adalah seorang Anggota Marinir Amerika yang menyamar sebagai FBI. Penyamaran berantai ini juga karena diakibatkan dendam lama;saudara kembarnya mati, dibunuh oleh dalang pengeboman di keraton Jogja tersebut.

***

Secara cerita, film ini sebenarnya cukup lumayan dalam kualitasnya sebaga sebuah novelet. Alurnya cukup berliku, dengan bumbu konspirasi yang cukup pelik namun mudah terbaca. Kejanggalan film ini justru dimulai dari awal cerita, terutama berkaitan dengan setting kejadian pengeboman. Pendopo keraton yang digambarkan terlalu sempit, sementara ornament/dekorasi yang digunakan sangat tidak wajar. Bahkan suasana yang dibangun sama sekali tidak mampu menghadirkan suasana kenegaraan khas keraton Jawa yang biasanya cukup sakral.

Kejanggalan demi kejanggalan berikutnya terus terjadi. Melalui penemuan tattoo diselangkangan dan tindik di klitoris mayat Putri Raja yang terbujur diruang otopsi itu, akhirnya diketahui mayat tersebut adalah putri yang palsu, alias bukan putri raja yang sebenarnya. Motif dari pembunuhan tersebutpun perlahan akhirnya terbongkar. Ia diculik oleh seseorang yang mendanai pengeboman itu untuk tujuan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Jihad. Ia, Si dalang pengeboman yang menggunakan kekuatan islam fundamentalis tersebut adalah seorang pedagang barang antic yang memiliki kelainan jiwa. Motifnya sangat sederhana, ia ingin mendapatkan sebuah kalung permata mahkota yang harganya sangat mahal bila dijual. Ia juga bersekongkol dengan adik Sang Sultanyang ingin menguasai tahta.
Beberapa kali film ini jugamengalami anti Klimaks. Sultan Jawa –yang dalam film itu digambarkan keturunanBule—sudah tahu jika putrinya tidak tewas. Tetapi Sultan yang berusaha memintapertolongan hasim, Polisi anti Teroris itu-- akhirnya meninggal. Ia terbunuh.Sayang, tidak ada upacara yang berarti tentang kematian Sultan tersebut.Padahal siapapun Tahu, kematian Sultan di Jawa, atau dimanapun, apalagi secaratidak wajar, tentu bisa menimbulkan kontroversi dan huru-hara yang luar biasa.Namun dalam film ini moment yang luar biasa itupun terabaikan begitu saja.

Cerita berlanjut pada pengejaran terhadap Si-Bule bernama Malik, dalang pembunuhan yang menjadi tokoh antagonisutama dalam film ini. Ada juga beberapa bumbu Sex yang disajikan agak sedikitvulgar, namun menyimpang agak jauh dari substansi cerita yang ingin dihadirkan.

****

Jika ada hal yang cukup menarik dalam film ini tentu saja adalah aspek fotografinya. Sebagai seorang yang pernah hidup dan menghabiskan masa remaja dijogja, saya mengacungi jempol detail landscape yang dihadirkan. Suasana Jogjanya sangat kental; perkampungan padat penduduk seperti Kali Code, Pasar Kembang, Taman Sari, benteng-benteng tua di Kota gede lengkap dengan dunia underground yang gritty sekaligus melting pot tumpah ruah dalam film ini.

Disisi lain, terlalu banyak hal dipaksakan,sehingga terasa seperti kebanyakan bumbu. Saya sendiri menganalogkan film inilayaknya sebuah wajik atau jenang yang dipaksa untuk berasa pizza. Bagaimana jika jenang atau wajik yang manis itu ditaburi bumbu pizza? Aneh kan? hehe... Terlalu banyak hal yang out of Place, atau tidak pada tempat yang semestinya. Adegan di tengah film ini misalnya, dalam sebuah hingar-bingar diskotek yang liar tiba-tiba ada orang berpeci haji yang masuk tanpa ditegur sekuriti. Sementara si Travis yang bule diperiksa. Demikian juga di adegan final yang mengambil setting candi Borobudur itu, lebih aneh lagi. Entah mengapa saya merasa pada sequel borobudur tersebut,film ini ingin meniru adegan laga Marlon Brando dan martin sheen dalam filmApocalypse Now, namun jelas gagal total.

Film yang dibintangi oleh beberapa nama beken di Indonesia seperti Tio Pakusadewo, Ario Bayu dan Atiqah Hasiholan ini juga terasa kehilangan greget. Peran dari Atiqah di film ini misalnya,praktis hanya sebagai damsel-in-distress, sama sekali tak menunjukkan pro-aktifnya, dan ini tentu sangat mengecewakan. Bahkan dalam adegan terakhir, terasa sangat janggal dan tidak menimbulkan kesan yang berarti.
-------------------------

review ini mewakili pendapat sy tentang film ini.
agan2 sudah nonton kan? ayo berikan komentar.. semoga dengan adanya review seperti ini film indonesia kedepan banyak bermunculan yang lebih baik dalam segala segi.

overall, i love indonesia emoticon-I Love Indonesia
0
2.9K
3
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan