- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sri Mulyani Hikmah Krisis Eropa bagi Asia, Jaminan Sosial akan Menjadi Petaka Baru?
TS
AkuCintaNanea
Sri Mulyani Hikmah Krisis Eropa bagi Asia, Jaminan Sosial akan Menjadi Petaka Baru?

Wk Direktur World Bank, Sri Mulyani
Hikmah Krisis Eropa bagi Asia
11. April 2013, 8:59:35 SGT
oleh Sri Mulyani Indrawati
Pepatah Cina mengatakan orang bijak belajar dari kesalahannya sendiri. Namun, lebih bijak belajar dari kesalahan orang lain. Para pemimpin Asia harus meresapi ungkapan ini sewaktu berakrobat menyeimbangkan kebijakan kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi yang dinamis. Dengan menelaah krisis fiskal Eropa, mereka dapat menghindari ekses terburuk krisis yang menjegal produktivitas benua Eropa.
Meski begitu, salah jika Asia hanya mengambil hikmah tentang kebijakan apa yang harus dihindari. Eropa tak mungkin mencapai kualitas hidup tertinggi dalam sejarah manusia tanpa melakukan hal yang benar, yakni perdagangan dan keterbukaan.
Berpuluh-puluh tahun sejak Perang Dunia II, Eropa telah bersalin rupa menjadi pusat perdagangan dunia. Pada 2008, setengah volume perdagangan barang dan jasa dunia melibatkan benua itu. Dua per tiga bagian dari perdagangan Eropa terjadi antara negara kawasan itu sendiri. Hal demikian menolong negara-negara berkembang kecil memasuki pasar besar.
Sementara itu, Asia mengkhawatirkan terjadinya “jebakan kelas menengah.” Banyak negara terlihat mudah mencetak tingkat pendapatan per kapita sebesar lebih dari $1.000. Tapi mereka sulit mencapai serta mempertahankan tingkat pendapatan lebih dari $10 ribu. Di Eropa, disokong oleh aktivitas perdagangan yang giat serta aliran finansial terbuka, belasan negara berkembang telah mencapai tingkat pendapatan yang tinggi sejak 1985, seperti terjadi di Portugal pada dekade 1990-an dan Polandia pada dasawarsa 2000-an.
Kisah sukses pun direkam oleh perusahaan-perusahaan Eropa. Pada rentang 1995-2000, para pengusaha Eropa Barat menciptakan lapangan kerja lebih cepat dari Amerika Serikat (AS). Selain itu, negara-negara Eropa membukukan volume ekspor lebih besar dari Brasil, Rusia, India, dan Cina (BRIC). Produktivitas Eropa Timur naik lebih pesat ketimbang Asia Timur.
Alasan utama keberhasilan tersebut terdapat pada iklim usaha yang lebih bebas. Negara-negara Eropa menduduki ranking tertinggi dalam hal kebebasan dan tingkat persaingan usaha. Situasi itu merupakan hasil dari reformasi pasar tenaga kerja dan sistem kesejahteraan seperti yang terlihat di Swedia pada dekade 1990-an serta Jerman 10 tahun kemudian. Reformasi itu juga mempermudah proses pendirian dan penutupan perusahaan. (Yunani dan Italia menunjukkan apa yang bisa terjadi jika reformasi struktural tertunda).
Asia bisa belajar banyak dari Eropa dengan mempermudah alur perdagangan serta memotong rantai birokrasi. Dalam hal ini, Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan memiliki reputasi lebih baik dari negara terbaik di Eropa. Kini, Cina, India, dan Indonesia bisa menarik keuntungan dengan melakukan hal serupa.
Di sisi lain, kemakmuran yang tercipta dari kebebasan ekonomi Eropa membawa dampak negatif. Kesejahteraan itu memang memungkinkan para warganya berusia lebih panjang dan hidup lebih sehat. Namun, cara bangsa Eropa bereaksi terhadap tingkat kekayaan dan harapan hidup yang lebih tinggi harus menjadi peringatan bagi Asia.
Selama ini, bangsa Eropa mengandalkan pemerintahnya untuk melindungi mereka dari pelbagai aspek buruk korporasi swasta dan memelihara kehidupan mereka kala menjalani masa pensiun. Menurut laporan Bank Dunia mengenai model ekonomi Eropa bertajuk Golden Growth, Eropa membelanjakan lebih banyak uangnya untuk jaminan sosial dibandingkan negara-negara dunia lain, digabungkan mencapai 60% dari belanja kesejahteraan masyarakat dunia.
Hasilnya, produktivitas dunia kerja menurun tajam. Pada tahun 1950-an, penduduk Eropa Barat bekerja sebulan lebih lama dalam setahun dari penduduk Amerika. Kini, situasinya berbalik: penduduk Amerika bekerja sebulan lebih lama dalam setahun dari warga Prancis, Swedia, Yunani, dan Spanyol. Saat ini kaum lelaki di Prancis pensiun sembilan tahun lebih awal dan hidup enam tahun lebih lama dibanding generasi sebelumnya di tahun 1965. Rata-rata warga Prancis berharap menarik tambahan dana pensiun 15 tahun lebih dari yang dilakukan pada lima dekade silam.
Risikonya jelas. Pajak penghasilan dan defisit fiskal meningkat. Eropa bisa kehilangan sekitar 50 juta pekerja dalam lima dekade mendatang jika gagal memperlunak aturan buruh dan mereformasi program kesejahteraan.
Walaupun Asia kini berada dalam situasi dinamis, kawasan ini tidaklah kebal dari kondisi yang sama. Jepang, Cina, dan Korea Selatan kini menjadi negara dengan populasi lanjut usia terbesar di dunia. Pada 2010, usia rata-rata penduduk Korea Selatan adalah 37 tahun. Di tahun 2050, rata-rata penduduknya berumur lebih panjang, yaitu 57 tahun.
Meskipun kemakmuran dan umur panjang tak bisa dipisahkan, kedua hal tersebut tidak bisa diperlakukan sama. Dengan jumlah kekayaan yang meningkat, penduduk Asia mungkin takkan harus bekerja lebih lama dari sekarang. Namun, untuk hidup lebih lama, mereka harus bekerja lebih lama pula. Negara-negara Eropa Utara seperti Islandia dan Norwegia telah meningkatkan batasan usia pensiun. Negara-negara makmur lainnya harus melakukan hal yang sama. Tidak melakukan hal itu hanya akan membebani generasi mendatang.
Malaise ekonomi Eropa bermula dari sejumlah kesalahan. Sejumlah di antaranya berkaitan dengan mata uang bersama. Namun, bagi Asia, Eropa memberi banyak pelajaran berharga. Asia harus memahami bahwa negara yang mengorbankan terlalu banyak kemerdekaan ekonomi demi jaminan sosial akan berujung merusak baik sektor swasta dan keuangan publik.
Sri Mulyani adalah Managing Director Bank Dunia dan mantan Menteri Keuangan Indonesia tahun 2005-2010.
http://indo.wsj.com/posts/2013/04/11...opa-bagi-asia/
-----------------------------
Pemikiran-pemikiran Sri Miulyani Indrawati diatas itu, bahwa sistem jaminan sosial yang harus ditanggung Negara (APBN) di masa depan akan semakin memberatkan APBN, sehingga Pensiun PNS perlu dihapuskan saja tapi dengan memberikan pesangon sekaligus, sesungguhnya mulai berembus semenjak SMI masih menjabat menkeu RI tahun 2006 lalu. Sekiranya dia tetap menjadi menkeu sampai kini, besar kemungkinan kebijakan itu akan terjadi, berbarengan dengan lahiranya RUU ASN (Aparatur Sipil Negara) yang menjadi dasar hukumnya. Negara asing yang sudah menerapkan aturan ini adalah Singapore, yang mulai minggu lalu, dengan menghapuskan sistem pembayaran pensiun bulanan untuk PNS-nya dan mengganti dengan pesangon sekaligus!
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah akhirnya Pemerintah akan mengikuti Singapore dan menuruti jua saran jeng Sri diatas ? Yang harus dipikirkan secara matang dan baik-baik oleh Pemerintah, kondisi PNS di Eropa dan Singapore tidaklah sama dalam hal besaran gajinya. Gaji PNS di negeri ini sangat kecil sekali! Dan, di Indonesia ini, rakyat (termasuk PNS), tidaklah memperoleh tunjangan sosial atau subsidi yang cukup besar seperti halnya rakyat Eropa dan Jepang. Di Eropa, rakyat masih menikmati tunjangan pengangguran kalau mereka sedang menganggur. Yang bisa jadi disitulah pengeluaran besar terjadi negeri mereka pada masa krisis ekonomi saat ini. Juga, di Eropa dan Jepang, rakyatnya bisa menikmati subsidi pendidikan yang sangat besar dari negara sehingga rakyat bisa sekolah gratis dari SD hingga Perguruan Tinggi, seperti di Jerman itu. Juga mereka menikmati subsidi kesehatan, dan bahkan makanan pokok seperti roti, daging dan susunya, ternyata di subsidi negara dengan dana sangat besar sehingga harganya sangat-sangat murah dan sangat terjangkau oleh rakyatnya..
Lalu di Indonesia? Sudah gaji PNS dan buruh itu kecil, mereka tak menikmati subsidi apa-apa dari Negara, kecuali subsidi BBM bagi yang punya sepeda motor dan mobil serta dan subsidi listrik bagi yang berlangganan listrik PLN. Selebihnya, bayar sendirilah! Kalau ada keluarga yang sakit, bayar sendiri ke dokter dan obatnya! Kalau ada anak mau masuk sekolah, mulai TK hingga PTN, juga harus bayar sendiri! Transportasi umum yang buruk, menyebabkan rakyat juga harus membayar biaya transportasi yang tinggi pula. Apalagi harga obat-obatan, yang umumnya di kuasai pabrik farmasi asing itu, harganya selangit dan harus menebus sendiri di apotik kalau dapat resep obat dokter! Jangan tanya pula harga kebutuhan pokok makanan rakyat seperti beras, daging dan bahkan tempe dan tahu, sangat mahal! Nah lhooo, begitu PNS dan buruh di negeri ini hendak disamakan perlakuannya saat pensiun nanti dengan pensiunan PNS di Eropa dan Singapore? Emang itu otaknya si SMI ditaruh dimana? Perasaannya kok tak nyambung sama sekali!
Diubah oleh AkuCintaNanea 15-04-2013 14:11
0
4.8K
43
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan