Aku berjalan mengendap ke arahmu
Berharap kau tidak akan pernah tahu.
Aku bukan pecundang yang akan mengemis cinta darimu.
Aku adalah pecundang karena telah membiarkanmu pergi dengan cintaku dan kini aku mencarimu.


Aku adalah seorang yang sangat pantas dihargai
karena aku tidak akan merendah dihadapanmu hanya Karena aku mencintaimu kini.
Tapi aku juga adalah seorang yang pantas ditertawakan
karena toh aku menyerah pada perasaanku karena yah…
aku mencitaimu…


Sudah beribu kata umpatan aku lontarkan mengutuki diriku sendiri
hanya untuk meyakinkan bahwa aku tidak membutuhkanmu.
Bahwa kamu bukanlah kiblat bahagiaku.
bahwa rasa ini hanya cameo untuk mempersulit hidupku.
Bahwa mungkin TUHAN mengaturnya untuk menertawaiku.


Aku masih mengendap ke arahmu
mencari apa yang mungin bisa aku gunakan untuk membencimu.
Mengeluarkan segala rasa menyiksa ini dari batinku.
Aku membencimu sebesar aku mencintaimu.


Aku menatap genangan air setiap kali hujan
berharap menemukan satu hal bahagia selain hal menyedihkan sebasah hujan.
Aku melihat bayangan diriku yang kini menyerahkan seluruh harapanku padamu
memusatkan segala bahagiaku ke arahmu.
Entah kau telah menjadi barat atau selatan. Kaulah tujuanku sekarang.


Aku tidak pernah melihat tanganmu terjulur untuk membantuku keluar dari situasi sulit ini
kau hanya melihat kemudian membiarkan.
Entah aku kah yang ada dalam kepalamu
entah kebodohanku kah yang engkau tahan untuk kau tertawakan.


Aku tidak mempercayaimu sebesar aku mengharap bahagia bersamamu.
Ini terus membakar rasa kawatirku.
Karena kau memang belum pernah menepati janjimu.
Kecuranganmu memupuk kewaspadaanku.


Aku masih mengendap ke arahmu..
aku masih berharap dibahagiakan olehmu..
aku masih berharap kau mengulurkan tanganmu…
aku masih berharap aku adalah pemilik hati dan pikiranmu…
aku masih mengendap kearahmu..
berjalan menenteng sekantung penuh harapan bahwa kau akan sadar bahwa keraguanku padamu sama besar dengan rasa ingin memilikimu..
bahwa rasa benci ini sama besar dengan rasa sayangku padamu.. .