KOMUNITAS
Home / FORUM / All / Hobby / Buku /
Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu
KASKUS
51
244
https://www.kaskus.co.id/thread/50938a0c0975b4e146000001/serapium-catalogue--silahkan-review-saran-dan-diskusi-buku-favoritmu

Serapium Catalogue

Tampilkan isi Thread
Thread sudah digembok
Halaman 21 dari 59

[SRC 2013 – MARET]”A million dollars isn't cool. You know what's cool?”

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu

Judul : The Accidental Billionaires: The Founding of Facebook: A Tale of Sex, Money, Genius and Betrayal
Pengarang : Ben Mezrich
Penerbit : Knopf Doubleday Publishing Group
Halaman : 260

Ada yang tahu dari film mana kutipan di atas berasal? Yup, The Social Network.

Sesuai dengan tema SERAPIUM bulan ini yaitu Ekranisasi atau film yang diadaptasi dari novel, maka tidak ada salahnya apabila saya membahas sedikit tentang film ini.

The Social Network, film yang dibuat pada tahun 2010 ini, dengan bintang utama Jesse Eisenberg (Zombieland, Why Stop Now) dan Andrew Garfield (The Amazing Spider-Man, Boy A) merupakan film yang banyak dipuji kritikus. Film yang dibesut sutradara David Fincher (The Curious Case of Benjamin Button, Fight Club) dengan penulis naskah Aaron Sorkin (A Few Good Man, Newsroom) meraup 8 nominasi Oscar dan memenangkan 3 diantaranya (Best Adapted Screenplay, Best Original Score, dan Best Film Editing).

Kalau filmnya saja banyak mendapat pujian, pastilah buku yang menginspirasinya jauh lebih baik bukan? Jawabannya belum tentu. Mengapa demikian? Lebih baik kita bahas dulu tentang apa sih isi dari buku the Accidental Billionaires ini?

The Accidental Billionaires karya Ben Mezrich ini merupakan buku yang mengisahkan tentang bagaimana seorang Mark Zuckerberg menciptakan Facebook saat dia masih kuliah di Universitas Harvard.

Kisah berawal dari Eduardo Saverin (nantinya akan menjadi sahabat Mark) yang berusaha berbaur di pesta Klub Phoenix, salah satu Final Club di Universitas Harvard. Sekadar info, Final Club adalah klub eksklusif untuk mahasiswa Harvard yang anggotanya merupakan orang-orang terpilih dengan kriteria yang ketat. Final Club sendiri berdiri independen dan terpisah secara organisasi dari Universitas Harvard. Banyak mahasiswa Harvard berusaha terpilih menjadi anggota dari segelintir Final Club yang ada karena keuntungan yang akan mereka dapatkan kemudian, misalnya koneksi dengan alumni yang sukses.

Melanjutkan dari sinopsis di atas, diceritakan bagaimana Eduardo bertemu dengan Mark di salah satu pesta kampus dan akhirnya mereka berteman. Singkat cerita, Eduardo mengajak Mark untuk melakukan kencan ganda yang berakhir buruk untuk Mark. Cewek yang dikenalkan Eduardo untuk menjadi kencan Mark sama sekali tidak tertarik pada Mark. Dalam keadaan marah, Mark meng-hack direktori dormitori beberapa Universitas terkenal untuk mengunduh foto-foto mahasiswa cewek yang ada sebagai sumber untuk menciptakan aplikasi Facemash. Di aplikasi yang Ia ciptakan ini, tiap orang dapat me-rate cewek mana yang lebih cantik diantara 2 foto yang dipilih secara acak oleh komputer.

Aktivitas Mark tentu saja tidak diterima begitu saja oleh Harvard. Namun, setelah pertemuan tertutup antara pihak Mark dan Harvard dimana Ia menjelaskan bahwa Ia tidak berniat buruk, Ia berhasil lepas dari masalah. Namun, ketenaran web Facemash yang dikunjungi ribuan klik dalam sehari sudah membuat nama Mark Zuckerberg tidak asing lagi di Harvard.

Disinilah, tokoh penting lainnya dalam buku ini, si kembar Winklevoss mulai dibahas. Mereka mendengar nama Mark dan memutuskan untuk menemuinya dan membicarakan mengenai ide mereka, Harvard Connection. Harvard Connection sendiri adalah ide kembar Winklevoss sebagai media web koneksi antar sesama mahasiswa Harvard agar saling lebih mengenal.

Apa yang kemudian terjadi? Mengapa kini yang ada dan terkenal adalah Facebook dan bukan Harvard Connection? Bagaimana nasib persahabatan Eduardo dan Mark? Mengapa Mark dan Facebook banyak tersandung kasus gugatan pada tahun-tahun awal facebook, termasuk dengan sahabatnya sendiri?

Ben Mezrich mencoba mengungkapkan apa yang terjadi dalam buku ini. Saya tulis “mencoba” karena walaupun Ben mengkriteriakan karyanya sebagai non-fiksi, tetapi sumber paling penting untuk menulis buku mengenai penciptaan facebook tidak ada, yakni Mark Zuckerberg sendiri.

Sumber utama Ben dalam penulisan karya ini adalah Eduardo Saverin dan dokumen-dokumen tertulis yang tersedia di media, terutama media Harvard Crimson. Sedikit informasi tambahan, Eduardo tidak lagi berkomunikasi dengan Ben setelah Ia menyelesaikan konflik gugatannya dengan Mark.

Respon dari Mark tentang kisah hidupnya yang dijadikan buku dan film ini juga tidak terlalu baik. Ia mengatakan bahwa plotnya tidak faktual. Di acara Oprah, Ia juga mengaku bahwa hidupnya tidak sedramatis itu. Ia menghabiskan waktunya untuk fokus bekerja dan melakukan coding facebook.

Co-founder Facebook lainnya, Dustin Moskovitz juga memberikan opini bahwa kisah ini hanyalah dramatisasi hal-hal yang tidak penting dan melupakan yang penting.

Pada akhirnya, saya akan memberikan rating 3 bintang dari 5 bintang untuk buku ini. Terlepas dari faktual tidaknya hal-hal yang ada di buku ini, saya tetap menikmatinya sebagai suatu tulisan. Walaupun, apabila dibandingkan dengan filmnya, saya akan lebih memilih filmnya. Screenplay Sorkin, penyutradaraan Fincher, dan akting Eisenberg-Garfield jauh lebih mengena untuk saya dibanding bukunya.

So, ada yang bisa menjawab pertanyaan dari kutipan di judul? A billion dollars. That shuts everybody up.

Quote:


Rating : 3 / 5

Pulang (Part 1)

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu

Pulang

Penulis: Leila S. Chudori

Gambar Sampul dan Isi: Daniel “Timbul” Cahya Krisna

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

ISBN: 978-979-91-0515-8

Cetakan pertama, Desember 2012

464 halaman



Sebelumnya tidak ada niat membaca buku ini, saya belum pernah membaca buku karya Leila S. Chudori sehingga saya tidak ingin mengambil keputusan yang salah, takut kecewa setelah membacanya. Tapi, membaca beberapa review di Goodreads, banyak yang berpendapat kalau buku ini adalah buku yang paling ‘ngena’ tentang tragedi 30 September 1965, saya pun langsung penasaran dan pengen baca. Terimakasih sekali kepada Goodreads Indonesia yang memberi saya kesempatan membaca salah satu Historical Fiction dalam negeri ini, yang akhirnya memperkenalkan saya akan tulisan Leila S. Chudori yang setelah selesai membaca buku ini saya langsung kepengen membabat semua karyanya. Tidak mudah bagi saya untuk tertarik membaca genre diluar romance dan fantasy, saya bisa langsung jatuh cinta sama To Kill A Mockingbird, The Boy in The Striped Pyjamas, Sarah’s Key karena bisa membuat saya kembang kempis ketika membacanya, ikut terhanyut akan apa yang dialami tokohnya, saya berharap ada buku hisfic dalam negeri yang bisa membuat saya seperti itu, Gadis Kretek hampir, tapi tidak sampai berhari-hari saya memikirkan tokoh utamanya. Buku ini sukses membuat saya tidak bisa move on dari Segara Alam emoticon-Big Grin .

Quote:


Ada tiga bab utama dalam novel ini, Dimas Suryo, Lintang Utara dan Segara Alam. Di awali dengan prolog tertangkapnya Hananto Prawiro, seorang redaktur Luar Negeri dari Kantor Berita Nusantara di Jalan Sabang, Jakarta pada 6 April 1968. Hananto adalah mata rantai terakhir yang akhirnya diringkus. Kantor Berita nusantara digeledah dan diobrak-abrik karena dianggap sangat kiri, Hananto berhasil melarikan diri dan masuk daftar orang-orang paling diburu, sebagai gantinya tentara membawa Surti Anandari, istrinya beserta ketiga anaknya untuk diinterogasi selama berbulan-bulan bahkan sampai tiga tahun karena tentara tak kunjung menemukan Hananto. Pada masa itu ada istilah Bersih Diri (kebijakan di tahun 1980-an yang dikenakan kepada seseorang yang terlibat dalam Gerakan 30 September, anggota PKI atau anggota organisasi sejenisnya) dan Bersih Lingkungan (dikenakan kepada anggota keluarga seseorang yang telah dicap komunis). Sampai akhirnya tentara menemukan persembunyian Hananto di Jalan Sabang, Hananto merasa sudah waktunya berhenti, dia mendengar kabar kalau istri dan anaknya dipindahkan dari Guntur dan Budi Kemulian (tempat interogasi), dia ingin keluarganya bisa hidup aman.

Dimas Suryo, dia merasa berhutang nyawa pada Hananto Prawiro, kalau saja Hananto tidak meminta mengantikannya untuk datang ke koferensi jurnalis di Santiago, tentu Dimas lah yang ditangkap. Saat itu Hananto sedang mengalami masalah pribadi, istrinya, Surti Anandari mengajak anak-anaknya untuk kembali ke rumah orangtuanya dikarenakan perilaku Hananto yang seorang penjahat kelamain, sering gonta-ganti ranjang. Hananto ingin menyelamatkan rumah tangganya sehingga dia tidak bisa pergi jauh. Dimas tidak bisa menolak, dia berharap Surti bahagia. Sebelum menikah dengan Hananto, Dimas dan Surti adalah sepasang kekasih. Bahkan, nama anak-anak Surti sekarang; Kencana, Bunga dan Alam adalah nama pemberian Dimas, yang sebelumnya dia rencanakan untuk anak mereka nantinya. Tapi, ketika Surti ingin mengenalkan Dimas kepada keluarganya, Dimas menghindar, dia belum siap berhadapan dengan keluarga Surti yang terdiri dari dokter-dokter.

Quote:


Pada saat konferensi International Organization of Journalist di Santiago, Cile berlangsung. Dimas dan Nugroho mendengar meletusnya prahara 30 September 1965, peristiwa yang menewaskan beberapa perwira tinggi militer Indonesia dalam percobaan kudeta yang dituduhkan kepada PKI. Bersih Lingkungan dan Bersih Diri digalakkan, mereka tidak bisa kembali ke Indonesia, mereka hanya bisa berharap keluarga mereka tetap aman. Setelah itu, Dimas dan Nug memutuskan untuk bertemu dengan Risjaf di Havana, Kuba. Kemudian mereka menetap selama tiga tahun di Peking, Cina, tempat dimana banyak orang yang senasip dengan mereka. Merasa tidak nyaman, Dimas mengusulkan untuk pindah ke Eropa, dan kebetulan teman mereka, Tjai ingin bertemu. Dipilihlah Paris sebagai rumah baru mereka, rumah persinggahan mereka. Di sana Dimas bertemu dengan Vivienne Deveraux di kampus Universitas Sorbone ketika terjadi revolusi Mei 1968. Le coup de foudre. Cinta pada pandangan pertama, itulah yang dirasakan Vivienne ketika bertemu dengan Dimas. Tak lama setelah pertemuan itu mereka menjadi pasangan kekasih, memutuskan menikah dan lima tahun kemudian mempunyai anak semata wayang yang diberi nama Lintang Utara. Bersama ketiga temannya -Nugroho, Risjaf, dan Tjai- mereka mendirikan Restoran Tanah Air. Satu-satunya bentuk perlawanan karena mereka tidak bisa pulang, satu-satunya cara mengobati rindu akan ibu pertiwi. Empat Pilar Tanah Air.

Quote:


Lintang Utara mendapatkan tugas akhir untuk membuat film dokumenter tentang Indonesia, sebuah negara yang tak pernah dia sentuh, sebuah negara yang hanya dia dengar dari ayah beserta tiga sahabatnya yang pengetahuannya terhenti setelah tahun 1965 dan dari perpustakaan ayahnya, sebuah negara yang tidak akan bisa dia datangi bersama ayahnya. Dia ingin membuat satu jam dokumentasi tentang sejarah Indonesia. September 1965. Akibat yang terjadi pada keluarga korban, keluarga dari tahanan politik atau keluarganya; mereka yang sama sekali tidak paham atau tidak ada urusan dengan tragedi September tetapi ikut menderita hingga sekarang. Lintang ingin memahami Indonesia dan ayahnya, tidak hanya tentang sejarah yang penuh darah dan nasib eksil politik yang harus berkelana mencari negara yang bersedia menerima mereka. Ada sesuatu tentang ayah Lintang yang selalu peka terhadap penolakan. Tentang seseorang yang sampai sekarang ada di hati ayahnya, seseorang yang menyebabkan retaknya rumah tangga kedua orangtuanya.

Quote:


Lima bulan Lintang puasa bicara dan bertemu ayahnya karena dia bersikap kasar sewaktu memperkenalkan Narayana Lafebvre sebagai pacarnya. Nara sama seperti Lintang, anak dari percampuran darah Prancis dan Indonesia, bedanya dia bukan anak eksil. Tapi ketika dia mendengar kalau ayahnya jatuh sakit dia tidak tega dan ingin sekali bertemu dengan ayahnya sekaligus membicarakan rencananya ke Indonesia. Ayahnya mengatakan kalau mencari informasi tentang 1965 tidaklah mudah,tidaklah mudah membuka luka lama, apalagi dia adalah anak dari Dimas Suryo, seseorang yang dianggap dari ‘perzinahan politik’ dimana kesalahannya akan memanjang sampai ke anak cucu, sehingga Dimas membantu memberikan daftar nama yang bisa diwawancarainya nanti. Untuk visa ke Indonesia yang tidak pernah Dimas bisa dapatkan, yang tentu saja Lintang juga akan susah mendapatkannya, beruntung Nara mempunyai teman dari KBRI yang berpandangan terbuka, yang berpendapat sudah saatnya zaman berubah.

Di Indonesia, Lintang tinggal bersama Aji Suryo, adik Dimas yang selama ini menjadi informan tentang segala hal di Indonesia, baik tentang keluarganya maupun keluarga Hananto Prawiro. Lintang berencana melakukan riset selama sebulan, yang langsung ditanggapi sinis oleh Segara Alam. Orang-orang dalam daftar Lintang adalah orang-orang yang paling disorot pemerintah, siatuasi masih sangat berbahaya. Saat itu kondisi politik di Indonesia sedang ‘panas-panasnya’, sering terjadi demonstrasi karena kenaikan BBM dan issue KKN yang dilakukan Soeharto beserta kroni-kroninya, “sungguh sangat salah waktu dan salah tempat main turis-turisan di saat seperti ini” begitu kata Bimo, anak dari Nugraho, sahabat Alam sejak kecil yang juga rekan kerjanya di LSM Satu Bangsa.

Quote:


Lintang sudah mempunyai Nara sebagai payung besar yang melindunginya dari hujan dan badai. Tetapi. ketika dia bertemu pertama kali dengan Segara Alam, dia mendapatkan serangan halilintar, le coup de foundre. Bersama-sama, mereka meliput para korban malpraktek sejarah yang terjadi di masa lampau dan hiruk-pikuk kerusuhan Mei 1998, masa-masa runtuhnya kejayaan Soeharto.

Pulang (Part 2)

Dimas Suryo benar-benar menjadi magnet di buku ini. Tentu saja, cerita tidak akan terjadi bila dia tidak ada, dia adalah tokoh sentral, perwakilan ‘orang-orang yang tidak bisa pulang’, orang yang sebenarnya tidak memihak kiri atau kanan, orang yang senetral negara Swiss tapi pada saat itu apa pun pilihannya, orang-orang hanya memandang kedalam dua kubu tersebut. Yang paling membuat saya bersimpati padanya adalah ketika membaca bab Ekalaya, dalemmmmmm banget, saya ikutan nyesek waktu membacanya. Bahkan, saya sampai pengen baca kisah Mahabharata yang tebelnya bisa buat bantal itu. Betapa rindunya Dimas akan tanah air, rumah sesungguhnya dan pada cintanya yang tak sampai.

Quote:


Bima adalah Dimas Suryo, Drupadi adalah Surti Anandari. Ekalaya adalah Dimas Suryo, dunia panahan adalah Indonesia.

Karakter favorit saya adalah Segara Alam, hehehe. Sama seperti Lintang, le coup de foundre, sejak pertama muncul saya sudah sangat jatuh cinta akan karakternya, yah walau dia mewarisi sifat penjahat kelamin ayahnya dan mudah marah, dia sangat menyayangi keluarganya, dia akan menyerah dari perbuatannya kalau sudah menyangkut menyusahkan orangtua. Dia sosok yang tegar, dia akan melawan bila dilawan. Berharap banget mbak Leila membuat novel romance yang tokohnya kayak Segara Alam emoticon-Stick Out Tongue. Ada bagian yang menurut saya romantis banget, yang membuat hati berdebar-debar emoticon-Big Grin

Quote:


Alurnya flashback, bahkan sering meloncat-loncat dari masa sekarang kembali ke masa lalu, begitu sebaliknya. Tapi tidak usah binggung karena ada bulan dan tahun yang membedakan. Saya jadi teringat perkataan mbak Sanie B. Kuncoro ketika dia berbicara tentang karya mbak Leila. Beliau bilang mbak Leila sangat detail, terlebih dalam menciptakan karakter tokohnya. Tidak ada tokoh yang tidak penting di bukunya, semua tokoh yang dibuat merekatkan puzzle satu dengan yang lainnya. Lalu saya pun memikirkannya, dan benar, semua tokoh yang dibuat mbak Leila penting, semua punya porsi masing-masing. Saya ingat adegan dalam prolog ketika Hananto ingin melihat pukul berapa dia ditanggap lalu teringat arloji yang sering dipakainya sudah diberikan kepada Dimas, bertahun-tahun kemudian, ketika Lintang akan ke Indonesia, dia menyerahkan arloji tersebut ke Lintang untuk diserahkan kembali kepada Alam. Seperti itu, kayaknya sepele tapi belakangan sangat bermakna.

Sudut pandangnya pun campur aduk, kebanyakan orang pertama dan ada juga orang ketiga. Ini juga sangat menarik. Pada bagian Dimas Suryo kita akan mendapatkan sebuah cerita yang belum tuntas, kemudian pada bagian Lintang Utara atau Segara Alam kita akan mendapatkan jawabannya. Contohnya ketika Dimas Suryo selalu meletakkan setoples cengkih dan kunyit di rumahnya, tidak hanya mengobati kangennya akan Indonesia. Kunyit juga simbol sebuah cinta yang hilang, yang intens dan tak pernah terwujud, menginggatkannya akan Surti, bagian itu ada di bab Segara Alam.

Untuk cover dan ilustrasinya, jangan ditanya, keren banget. Salut sama Daniel “Timbul” Cahya Krisna, walau saya tidak mengerti semua ilustrasi di dalam buku ini (yang sangat mudah ditebak adalah ilustrasi di bab Empat Pilar Tanah Air, ada empat bendera merah putih dan ada menara Eiffel) saya yakin semuanya mewakili isi dari buku ini. Tulisannya saya rasa pas, tidak terlalu kekecilan atau kebesaran, sayangnya masih ada beberapa typo.

Saya baru pertama kali ini membaca hisfic yang menganggkat tema Gerakan 30 September, sebelumnya ada Amba karya Laksmi Pamutjak yang bertemakan sama tapi buku tersebut lebih bercerita tentang Pulau Buru sedangkan novel ini bercerita tentang orang yang tidak bisa pulang. Saya sangat menyukai gaya berceritanya Leila S. Chudori, tidak terasa berat walau tema yang diangkat cukup berat. Tidak ada kata-kata atau kalimat yang butuh dicerna lebih dalam, puitis tapi tidak hiperbolis. Sederhana tapi bermakna.

Quote:


Mengutip tagline yang ada di belakang sampul buku, yang sangat menggambarkan isi buku ini. Kita akan ikut merasakan bagaimana rasanya ingin pulang ke rumah yang sebenarnya, yang walaupun sudah memiliki keluarga baru, rumah baru itu tidaklah cukup, hatinya tetap berada di tanah kelahirannya. Persahabatan empat pilar tanah air yang terusir dari rumahnya sendiri dan harus memulai kehidupan baru di negara yang asing, cinta yang terpendam, cinta yang bertepuk sebelah tangan. Dan peristiwa yang sangat bersejarah di Indonesia, jujur saja, saya sudah lupa tentang pelajaran yang membahas Gerakan 30 September, bahkan pada peristiwa Mei 1998 ingatan saya kabur, kalau tidak salah waktu itu saya masih kelas tiga atau empat SD, yang tidak terlalu memikirkan masalah orang dewasa, yang saya ingat hanya tembok yang penuh dengan coretan. Membaca buku ini tidak hanya mendapatkan sebuah cerita romantis nan tragis tapi menginggatkan kita kembali akan sejarah berdarah yang pernah terjadi di Indonesia.

Buku ini saya rekomendasikan bagi siapa saja yang ingin lebih mengenal sejarah Indonesia, mengenal perjuangan orang-orang yang terusir dari tanah kelahirannya.

5 sayap untuk Empat Pilar Tanah Air

read more: blogperihutan.wordpress.com

SRC-2013 Bulan Maret: The Girl with the Dragon Tattoo


Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu
Judul : The Girl with the Dragon Tattoo
Judul Asli: Män som hatar kvinnor(Pria yang membenci wanita)
Pengarang : Stieg Larsson
Penerbit : Qanita
Penerjemah: Nurul Agustina
Tahun : 2011
Genre : Crime, Detective, Thriller
Tebal : 780
ISBN13: 9786029225341


Sinopsis

Mikael Blomkvist, seorang wartawan investigasi yang sedang dirudung masalah hukum, mendapat pekerjaan dari seorang pensiunan taipan industrialis, Henrik Vanger, untuk menyelidiki kasus hilangnya keponakan kesayangan Vanger, Herriet Vanger, 36 tahun silam. Blomkvist menyewa bantuan Lisbeth Salander, seorang peretas jenius anti-sosial yang memiliki ingatan fotografis untuk mengungkap kasus hilangnya Harriet serta masalah keluarga Vanger yang menyelimutinya.

Ulasan

Melanjutkan SRC 2013 yang bertemakan ekranisasi yang dimana saya harus mengambil sebuah novel yang pernah diadaptasi menjadi film. Maka, saa melihat lemari buku saya dan mengambil satu buku menarik yang sudah lama saya beli namun tidak sempat saya baca, yakni The Girl with the Dragon Tattoo. Pilihan saya sekali lagi tidak salah, dan pujian yang disampaikan pada buku ini memang tidak berlebihan.

The Girl with the Dragon Tattoo bisa dikatakan sebagai novel kriminal investigatif yang tidak akan bisa tepat disebut sebagai novel “detektif”. Pertama karena cerita ini tidak dibawakan oleh seorang detektif, profesional, atau amatir melainkan seorang wartawan. Dia bisa memberikan perspektif yang cukup berbeda daripada novel detektif kebanyakan karena walaupun persis, prinsip investigasi seorang wartawan seperti Blomkvist sangat berbeda daripada detektif swasta apalagi profesional. Salander yang bekerja paruh waktu untuk sebuah perusahaan keamanan pun sama sekali jauh dari apa yang sering kita lihat dari investigasi ala detektif.

Hal yang patut dipuji dari cerita yang dibawakan penulis ini tidak berhenti sampai pada karakterknya melainkan juga ide-ide dalam buku yang dimiliki secara keseluruhan. Berbeda dari novel kriminal kebanyakan, Stieg Larsson berusaha menuliskan tidak hanya memberi rasa ketegangan dan misteri dari mengejar dan mengupas suatu kasus namun juga memberi kritik sosial pada kondisi masyarakat Swedia di masanya. Dengan banyaknya isu sosial yang begitu banyak dia gambarkan dalam buku, tidak ada satupun yang terasa benar-benar terasa hanya memperpanjang buku tanpa tujuan. Setiap kritik dan penggambaran yang di lakukan Stieg Larsson terasa pas sehingga cakupan yang ada pada The Girl with the Dragon Tattoo lebih luas daripada sekedar konflik utama penyelesaian kasus hilangnya Harriet Vanger. Buku ini adalah cerita detektif dengan Swedia yang benar-benar lengkap dari berbagai sisi sebagai latar belakang, tidak hanya sekedar panggung yang ada sebagai tempat untuk cerita.

Karakter-karakter yang berperan dalam The Girl with the Dragon Tattoo terasa berbeda satu sama lain. Setiap dari mereka terasa lebih dari sekedar boneka yang berjalan, melainkan juga terasa seperti manusia. Baik Lisbeth Salander maupun Mikael Blomkvist tidak akan ragu mempertahankan pendirian yang sudah menjadi bagian dari karakter mereka bahkan terhadap karakter lain yang sudah banyak membantu sekalipun jika mereka berusaha menyalahi pendirian keduanya. Hubungan antar karakter juga terjadi secara alami sebagaimana mestinya tanpa ada yang terasa tidak perlu. Setiap interaksi membawa kita jauh lebih dalam kepribadian karakter baik langsung pada saat itu juga atau nanti di suatu titik dalam cerita.

Plot dan cerita juga disajikan dengan baik. Setiap misteri muncul satu sama lain silih berganti setelah yang lainnya terungkap. Stieg Larsson juga dengan sangat mantap bisa menempatkan plot device yang awalnya saya kira itu bukanlah sama sekali yang penting sampai suatu titik dalam cerita. Klimaks dalam perajutan benang konflik juga terasa memuaskan karena dieksekusi dengan ciamik setelah dilakukannya rangkaian pengungkapan kebenaran yang menegangkan. Epilog mengenai kasus pribadi Mikael Blomkvist yang menjadi pembuka dari cerita ini bisa menjadi pengingat betapa luasnya cakupan dalam buku ini.

Masalah yang selalu saya temui di buku ini adalah bagaimana Stieg Larsson melakukan deskripsi tidak penting secara berlebihan. Banyak sesungguhnya detil akan suatu tempat yang tidak diperlukan dituliskan secara berlebihan sehingga menambah ketebalan yang tidak perlu bagi buku ini. Satu hal yang paling mengganggu adalah bagaimana Stieg Larsson meletakkan paragraf infodump yang disamarkan dalam bentuk dialog. Itu benar-benar bagian penulisan paling buruk dalam buku yang untungnya tidak diulangi oleh si penulis sepanjang buku sesudahnya.

Stieg Larsson, penulis Trilogi Millenium, adalah seorang wartawan sekaligus partisan partai kiri yang meninggal sebelum dapat melihat buku pertamanya rilis. Walaupun Stieg Larsson berafiliasi politik, dia tidak melakukan filibuster pemikirannya kedalam cerita. Dia tidak menyerang orang-orang yang memiliki pemikiran yang bersebrangan dengannya. Apa yang ada didalam bukunya hanya kritik sosial pada masyarakat Swedia secara luas pada masanya.
Satu hal lagi, walaupun seri buku yang dituliskan oleh Stieg Larsson ini bertajuk sebagai Trilogi Millenium(Millenium adalah majalan yang didirikan Blomkvist), tidak konflik yang tidak terselesaikan yang mengharuskan kita membaca buku berikutnya. Yang ada mungkin hanyalah bibit konflik ataupun misteri kecil yang tidak terungkap untuk diekspos pada buku berikutnya dan ini menurut saya perlu dipuji mengingat genre buku ini adalah detektif dan kriminal. Membiarkan pembacanya tergantung dan diharuskan membaca satu buku lagi agar suatu hal yang penting menjadi jelas itu merupakan kesalahan yang banyak dibuat penulis novel berseri-logi kebanyakan. Stieg Larsson menghindari jebakan yang sama.

The Girl with the Dragon Tattoo merupakan sebuah novel detektif dan kriminal yang tidak biasa karena luasnya cakupan konflik dan ide-ide yang dituliskan kedalamnya jika dibandingkan dengan novel se-genre lainnya di masa kekinian. Mungkin ini bisa saja salah karena bahan pembanding saya pada saatmembaca buku hanyalah Tokyo Zodiac Murders. Tapi walau begitu, kualitas yang ditawarkan novel ini tidak dapat disangkal. Tebal yang ditawarkan mungkin mengintimidasi tapi itu tidak akan benar-benar terasa begitu kita mulai masuk kedalam misterinya.

Tidak salah lagi, buku pantas mendapat 4/5. Jika bukan karena penulisannya yang berlebih pada deskripsi sehingga menghemat halaman, pasti bisa dapat nilai sempurna.

4/5
emoticon-thumbsupemoticon-thumbsupemoticon-thumbsupemoticon-thumbsup

Musim Panas Lagi, Petualangan Lagi

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu


Buku ketiga dari seri Lima Sekawan ini kembali berlatar belakang musim panas, namun kali ini telah satu tahun berlalu semenjak anak-anak ini bertemu pertama kalinya di musim panas lalu dan mengalami petualangan seru di Pulau Kirrin. Anak-anak pun mulai beranjak dewasa dibanding ketika pertama kali bertemu.

Liburan musim panas kelima sekawan ini masih mereka habiskan di Pondok Kirrin, walaupun dengan kabar yang agak kurang menyenangkan akibat bibi Fanny (ibu dari George) sedang sakit dan Joanna, asisten rumah tangga di Pondok Kirrin, sudah tidak bersama mereka lagi. Joanna digantikan oleh Bu Stick yang sama sekali tidak ramah, serta memiliki anak laki-laki bernama Edgar yang sangat menyebalkan dan juga seekor anjing yang bernama Abu (anak-anak memplesetkannya menjadi Bau) yang juga sangat tidak disukai oleh Timmy. Situasi bertambah runyam ketika Bibi Fanny tiba-tiba harus dirawat di rumah sakit gara-gara penyakitnya yang bertambah parah, serta kedatangan Pak Stick, yang juga sama menyebalkannya dengan Bu Stick dan Edgar.

Suasana rumah yang semakin tidak kondusif akibat sikap Bu Stick yang semena-mena, yang di antara lain tidak memberi jatah makanan kepada anak-anak, membuat anak-anak gerah dan memutuskan untuk kabur dari rumah. Tepatnya, mereka memutuskan untuk minggat ke Pulau Kirrin, karena kebetulan cuaca musim panas sedang cerah dan juga persediaan makanan yang mereka milik cukup untuk bekal mereka pada saat “kabur”. Tak disangka, di Pulau Kirrin, mereka kembali mengalami petualangan seru, yang diantaranya mereka menemukan sebuah koper yang isinya boneka-boneka serta keperluan-keperluan anak perempuan. Satu hal lagi yang lebih mencengangkan, ternyata keluarga Stick yang berada di balik kejadian-kejadian yang anak-anak awasi di Pulau Kirrin.

***


Buku ketiga Lima Sekawan ini masih berkisar di Kirrin, seputaran Pondok dan Pulau Kirrin, sama seperti dua buku awal Lima Sekawan, yang juga berlatar belakang di Kirrin. Dengan membaca buku ini, pembaca seolah dibawa oleh Enid Blyton untuk ikut “berpiknik” bersama anak-anak Lima Sekawan. Petualangan dan kehidupan mereka di Pulau Kirrin pada saat minggat sungguh sangat menggiurkan. Bagaimana tidak, coba saja bayangkan menginap di sebuah gua yang beralaskan pasir putih dan cahaya yang cukup dari sebuah lubang di atas langit-langit. Belum lagi perbekalan anak-anak yang sangat menggiurkan, khas Inggris Raya. Ada limun, air jahe, roti selai, daging dingin, dan lain-lain. Bagi kebanyakan pembaca Lima Sekawan yang bukan berasal dari Eropa sana, saya yakin akan tergiur juga dengan makanan-makanan tersebut. Belum lagi petualngan-petualangan mereka yang selalu menakjubkan, hal ini pun membuat pembaca ikut hanyut dalam cerita yang sedang dibaca.

Ada sebuah kesamaan dari tiga buku pertama Lima Sekawan ini, yaitu anak-anak ini selalu terlibat dengan suatu kejahatan yang melibatkan orang dewasa dan juga melibatkan kasus-kasus yang lumayan besar, baik dalam lingkupnya, maupun harta yang terlibat di dalamnya. Kesamaan lain yaitu kejadian-kejadian petualangan mereka ini selalu terjadi pada saat liburan sekolah, hal ini mungkin dimaksudkan oleh Enid Blyton untuk memotivasi anak-anak agar mengisi waktu liburan mereka dengan kumpul dengan keluarga dan melakukan kegiatan-kegiatan seru, seperti berkemah, atau mungkin berpetualang. Hal ini pulalah yang membuat Lima Sekawan ini menjadi buku anak yang terkenal di seluruh dunia. Mengenai rekomendasi usia untuk buku ini, sama seperti kedua buku sebelumnya, masih ada kata yang lumayan kasar di buku ini, sehingga perlu diberinya pemahaman kepada mereka bahwa kata-kata kasar tersebut tidak layak untuk mereka ucapkan. Jadi kesimpulannya, buku ini cocok untuk usia 10 tahun ke atas, serta empat bintang untuk buku ini. Oh ya, buku ini juga saya sertakan dalam baca bareng karya-karya Enid Blyton dalam event Fun Months 2 dalam tantanga membaca literatur-literatur untuk anak-anak dengan host mbak @bzee_why


Judul: Lima Sekawan: Minggat
Penulis: Enid Blyton
Tebal: 267 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Rate: 4/5
Rekomendasi Usia: >10 tahun

Cerita Misteri Lintas Zaman

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu


Ini adalah buku Abdullah Harahap pertama yang saya baca. Sempat terpesona oleh cover-cover dan judul buku ini di toko-toko buku, namun tak pernah kesampaian untuk membelinya. Hingga suatu saat saya menemukan buku ini di tumpukan buku-buku berharga 10 ribu di Blok M Square. Kebetulan juga buku ini dapat saya masukkan ke dalam event Mistery Reading Challenge. Sekaligus memperkenalkan buku misteri lokal kepada rekan-rekan pembaca buku semua.

Misteri Lemari Antik, inilah judul buku yang saya baca. Dengan cover sebuah pintu lemari bertatahkan wajah seorang wanita, cover ini seolah mencerminkan apa yang sedang diceritakan di dalam buku ini. Walaupun apabila dibaca dengan teliti, sebenarnya cover dengan lemari antik yang diceritakan mempunyai gambar yang lumayan berbeda. Sebab, di buku diceritakan ukiran gambar yang terdapat pada lemari yaitu seorang wanita dengan membawa seekor kambing. Namun dari segi cover, ilustrasi yang ada telah cukup membuat saya merinding.

Dari segi cerita, di awal buku saja kita telah dibawa ke tahun 1928. Pada tahun tersebut diceritakan bahwa Sukaesih yang dipercaya masyarakat sebagai tukang sihir akhirnya dihakimi massa untuk kemudian dihukum bakar. Supardi, seorang pengukir kayu yang menaruh hati terhadap Sukaesih mendapat isyarat dari Sukaesih sebelum ia mengalami hukum bakar, yaitu untuk membuat sebuah lemari bergambar wajahnya. Kelak, roh Sukaesih akhirnya masuk ke dalam ukiran lemari tersebut, walaupun pada saat dihukum bakar tersebut, mayat Sukaesih sebenarnya tidak dapat ditemukan. Inilah kisah awal mula lemari antik yang akhirnya menjadi pintu gerbang menuju masa lalu, sebuah lemari yang misterius dan memakan tumbal.

Beralih ke masa kini, tepatnya tahun 1984 di Pandeglang, Banten. Ismed, seorang pegawai negeri yang dipindahtugaskan ke Pandeglang dari Bandung berencana untuk membeli furniture-furniture bekas untuk keperluan rumah tangganya di rumah barunya. Tanpa sengaja, di toko furniture itu Ismed menemukan lemari antik yang misterius tersebut. Sebenarnya si pemilik toko telah melarang Ismed untuk membeli lemari tersebut karena riwayat lemari tersebut yang kurang sedap ketika berada di pemilik sebelumnya. Ada yang jatuh miskin, bahkan ada pula yang mencoba menyetubuhi ukiran perempuan yang berada di pintu lemari tersebut. Namun dengan usaha yang gigih, akhirnya Ismed mendapatkan lemari antik tersebut.



Di rumah, peristiwa-peristiwa yang diceritakan si pemilik toko ternyata benar terjadi. Ada dorongan kuat bagi diri Ismed untuk bercinta dengan lemari tersebut, untung saja ia sempat sadar pada saat terakhir. Masalah baru muncul ketika Farida, istri Ismed tiba di Pandeglang. Pada suatu hari, Farida tiba-tiba menghilang. Ismed, yang kebingungan mencari istrinya kemudian teringat pada lemari tersebut, dan ketika ia membuka lemari itu, tiba-tiba ia tersedot ke masa lalu, ke tahun 1929, satu tahun setelah peristiwa pembakaran Sukaesih. Ismed pun terjebak di masa lalu, mengalami kejadian-kejadian mistis, serta harus secepatnya menemukan istrinya.

Bisa dibilang, buku ini horor Indonesia banget. Feel horornya dapat tersampaikan dengan baik. Bagaimana sesosok wanita di tahun 1929 muncul pada malam hari dan mencuri bayi-bayi masyarakat sekitar, sungguh sangat misterius. Belum lagi peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan mistis, seperti roh yang masuk ke dalam ukiran lemari, sungguh sangat khas. Apalagi dibumbui peristiwa-peristiwa sejarah pada tahun 20-an tersebut. Dikisahkan, bahwa pada tahun tersebut Belanda masih menjajah Indonesia, maka kejadian-kejadian yang dialami Ismed pun berkaitan dengan kekejaman Belanda yang terjadi di tahun tersebut.

Memang, buku ini agak kurang masuk akal dan terkesan terlalu dibuat-buat. Tetapi seperti telah dibilang sebelumnya, buku ini sangat cocok untuk dibaca para penggemar cerita horor. Walaupun memang diselingi dengan adegan-adegan dewasa yang tidak terlalu vulgar, namun hal ini tidak terlalu mengganggu kenikmatan membaca. Buku ini saya rasa dapat dijadikan film-film horor picisan yang sering ada di bioskop-bioskop, tetapi bukan termasuk film horor yang mengumbar hawa nafsu, tetapi lebih ke arah film-film horor semacam Jelangkung, yang dahulu sempat merajai bioskop Indonesia. Empat bintang untuk buku ini.


Judul: Misteri Lemari Antik
Penulis: Abdullah Harahap
Penerbit: Paradoks
Tebal: 344 hal.
Rate: 4/5

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu
Judul : The Tokyo Zodiac Murders (Detective Mitarai’s Casebook)
Pengarang : Shimada Shoji
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Nurul Agustina
Tahun : 2012
Genre : Crime, Detective, Mystery
Tebal : 360
ISBN13: 9789792285918


Sinopsis

Pada tahun 1936 dan beberapa bulan berikutnya, terjadi serentetan pembunuhan terhadap anggota keluarga Umezawa . Setelah bertahun-tahun kasus ini tidak terpecahkan dan disebut sebagai kasus Pembunuhan Zodiak Tokyo karena catatan aneh milik Umezawa Hekichi, Mitarai Kiyoshi, astrolog, , dan detektif amatir bersama rekannya, Ishioka Kazumi diberikan sebuah jurnal petunjuk yang tidak pernah diketahui keberadaannya yang akhirnya akan membawa mereka pada pemecahan kasus yang sudah berusia 43 tahun tersebut.

Ulasan


Saya sebenarnya baca buku ini di bulan Desember 2012, pas saya masih Maba. Kesibukan yang melanda saya dari berbagai macam ujian sampai tugas untuk menjadi mahasiswa membuat saya hanya menyelesaikan sedikit buku pada tahun itu dan ini salah satunya. Walau begitu, ingatan saya akan buku ini masih cukup segar untuk dituliskan menjadi ulasan utuh.

Tentu saja seperti beberapa novel/cerita kriminal di Jepang lainnya, Tokyo Zodiac Murders memfokuskan seluruh ceritanya pada suatu kasus yang sudah lama tidak terpecahkan. Dan untuk semakin menambahkan rasa Jepangnya lagi, pembunuhan utama, dan yang pertama dari rangkaian pembunuhan berikutnya terjadi di ruangan tertutup. Terasa sangat standar tapi bagaimana bisa setelah beberapa bulan saya masih bisa ingat buku ini?

Walaupun menggunakan premis yang sangat standar untuk sebuah cerita kriminal Jepang lainnya, Shoji Shimada setidaknya menambahkan perbedaan dari ceritanya dengan menempatkannya pada masa Showa di tahun 1936. Hal ini menjadi daya tarik sendiri ketika dia menuliskan bagian cerita yang terjadi masa tersebut. Bahkan sesungguhnya penggambaran cerita pada yang terjadi masa Showa jauh lebih menarik dibandingkan yang terjadi tahun 1979.

Menarik benang dari setting tersebut, Shimada Shoji lebih jauh memanfaatkan ketertarikan dan rasa penemuan orang Jepang pada saat itu terhadap Eropa menjadi salah satu (jurnal) prolog yang sangat menarik. Di balik penulisannya yang kacau, hal itu menjadi sesuatu yang brillian mengingat kepribadian orang yang menulisnya.

Dalam eksekusi ide dan trik, tidak ada yang benar-benar istimewa kecuali Shimada Shoji ingin sedikit menunjukkan bahwa pembunuhan yang membingungkan tidak perlu melibatkan trik-trik yang aneh. Dia juga menggunakan unsur yang tak tertebak yang semakin menambah rasa “manusiawi” tersendiri dari trik pembunuhan yang dilakukan oleh si pelaku. Berbeda dari cerita kriminal Jepang kontemporer yang semakin melibatkan trik-trik aneh nan ajaib (ambil contoh detektif Conan deh) yang sangat berlebihan dan tampak tidak nyata.
Motif pembunuhan awal yang ditunjukkan sesungguhnya lebih menarik dari ya asli. Namun, motif pembunuhan yang asli sebenarnya tidak begitu buruk mengingat dirinya sudah diberikan dasar motif yang cukup solid yang sudah di tuliskan sebelumnya.

Dari segi karakter, Mitarai Kiyoshi yang Shimada Shoji sebut sebagai Sherlock Holmes-nya sendiri sebagai eksentrik, tidak menunjukkan rasa karakter yang benar-benar kuat dan unik. Dia memang banyak melakukan tindakan yang terlihat tidak wajar tapi hal tersebut tidak menunjukkan karakter “eksentrik” yang sesungguhnya sehingga kepribadiannya tidak tampak. Mitarai Kiyoshi begitu mudah terlupakan kalau saja bukan karena namanya menjadi bagian dari judul buku. Kelemahan karakter juga ditunjukkan oleh asistennya Ishioka Kazumi. Tidak ada tindakannya yang benar-benar menunjukkan kepribadiannya agar dia tidak mudah dilupakan. Shimada Shoji terlalu keras berusaha untuk menjadikan Kazumi dengan Kiyoshi untuk memiliki kemistri pertemanan ala Sherlock-Watson sehingga yang ada malah keduanya menjadi tidak unik.

Satu hal yang benar-benar jadi kekecewaan terbesar buku ini bukan penempatan gambar/diagrama yang buruk, atau penulisannya yang biasa saja, atau kegilaan catatan Hekichi yang kadang tidak koheren paragrafnya melainkan bagian cerita cukup besar yang tidak terpakai sama sekali. Penulisan yang buruk ini membuat saya merasa membuang-buang waktu dan hanya jadi penebal halaman. Sebenarnya bagian cerita tersebut itu menarik, sayangnya saja Shimada Shoji gagal (atau saya yang tidak sadar) menarik benang merah yang menghubungkannya ketika pengungkapan besar terjadi.

Tokyo Zodiac Murder memang banyak kekurangannya, mengingat ini novel debut Shimada Shoji, dan tidak memiliki kedalaman ide, tema, dan cerita, tapi dia masih bisa memberikan kesan yang cukup kuat untuk saya ingat sampai selama ini dan membedakan dirinya dari novel-novel kriminal lainnya terutama yang dari Jepang.

Nilai 3/5 sudah cukup baik untuk buku ini dari saya.
emoticon-thumbsupemoticon-thumbsupemoticon-thumbsup

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu
Judul : Redfang (Vandaria Saga)
Pengarang : Fachrul R.U.N
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2012
Genre : Fantasy, Psychological
Tebal : 414+25
ISBN13: 9789792290929


Sinopsis

Cassius Redfang, Duke daerah Redfang, provinsi Valta, membunuh adiknya sendiri, Velius Redfang, yang merupakan pewaris sah tahta ayah mereka 8 tahun silam. Kehidupan Cassius sebagai pewaris berjalan baik terlepas dari konflik politik disekitarnya sampai kemunculannya kembali adiknya Velius di tempat dia membunuh adiknya tersebut.

Ulasan

Hanya beberapa buku Vandaria Saga yang sudah saya abca sebelum ini. Ada tiga yang telah saya tulis reviewnya secara tidak matang yakni Takdir Elir, Masa Elir, dan Hailstorm. Kedua novel pertama yang saya sebutkan tidak terlalu memuaskan. Namun yang terakhir, Hailstorm, terlepas dari kekurangannya sungguh memberikan harapan bagi saya untuk tetap mengikuti dunia Vandaria.

Berasal dari penulis yang sama, Fachrul R.U.N, dia tetap menghindari archetype standar yang biasanya menjebak penulis fantasi di Indonesia yang entah mengapa gemar membawakan cerita fantasi model heroic quest. Dia kali tetap sama membawakan cerita yang akan mendalami dunia Vandaria lebih jauh. Redfang memberikan kita konflik internal seorang bangsawan atau aristokrat yang terbelit oleh politik dan ambisinya sendiri.

Sepanjang cerita, perubahan personal yang dibawakan oleh penulisnya pada karakter utama kita, Cassius Redfang, dilakukan dengan ciamik dan sangat baik. Perkembangan karakternya betul-betul terasa. Terlepas dari penggunaan kata dan frasa yang aneh mengingat settingnya, Redfang bisa dikatakan sebagai pembalik halaman yang sangat baik begitu memasuki konfliknya. Alunan benang konflik yang akan terangkai menjelang akhir cerita dan pseudo-klimaks yang ada.

Satu idea tau elemen yang sangat sukai dan saya dapat di bagian akhir cerita adalah penggambaran yang dilakukan pada sosok yang saling bersebrangan yakni Vanadis dan Deimos. Penulis memaparkan tanda-tanda samar menarik yang ingin saya lihat ide sesungguhnya dibalik tanda-tanda tersebut.

Masalah yang paling besar dan yang paling banyak menghantui Redfang adalah bagaimana banyaknya konflik yang menarik tersebut terasa ringan dan tidak terasa bobotnya. Tidak ada yang menjadi dasar yang kuat, tidak ada grounding of conlict disini sehingga ketika suatu konflik selesai dan muncul yang baru semua terasa bagai angin lalu padahal setiap konflik disajikan sesungguhnya menarik dan eksekusinya pas.

Ini mungkin disebabkan oleh gaya penulisnya yang terlalu hemat diri. Memang worldbuilding yang berlebihan dan keterlaluan sering menghantui cerita-cerita fantasi, namun apabila terlalu kurang, maka dampaknya juga akan sama buruknya. Ini semakin diperparah mengingat ceritanya yang banyak menonjolkan sisi psikologis dan juga politik. Sisi politik disini, gara-gara kurangnya grounding of conflict menjadi seperti tempelan belaka dan nampak seperti dieksekusi dengan buruk dan terlihat cacat.

Kurangnya grounding of conflict juga menimbulkan masalah besar bagi plot twist yang akan muncul menjelang akhir cerita. Plot twist yang muncul tersebut membuatnya nampak seperti sekedar dilakukan demikian karena rule-of-cool saja tanpa mengindahkan kaidah logika. Saya pribadi mengingat, bahwa dunia ini merupakan sesuatu yang tidak dapat diprediksi dan berbagai bisa terjadi. Hanya saja, kurangnya grounding of conflict dan sekarang ditambah grounding of reality membuat plot twist dimata saya ini tampak cacat, walau secara eksekusi bukan secara prinsip dari idenya tersebut.

Permasalahan yang sangat tampak ini begitu fundamental namun tidak menampik bahwa eksekusi yang disajikan secara keseluruhan dilakukan denga menarik sehingga saya waktu saya tidak terbuang begitu percuma. Jika ada buku yang akan mendapat manfaat dari halaman lebih, maka bisa dibilang Redfang adalah salah satunya. 200 halaman tambahan untuk membuat lebih banyak grounding akan membuat ide cerita yang jauh lebih grandiose dari Hailstorm mengkerdilkan novel tersebut. Sayangnya, minimnya grounding di tengah ide yang grandiose membuat Redfang jauh lebih kerdil dibandingkan dengan Hailstorm yang lebih sederhana.

Berapa nilainya? 3/5. Kalau bukan karena berbagai eksekusi yang ciamik, saya udah beri 2/5.

emoticon-thumbsupemoticon-thumbsupemoticon-thumbsup
Quote:

tambah penasaran deh sama Abdullah Harahap...
bold: a weird love with time travel emoticon-Matabelo emoticon-Ngakak (S)

SRC Maret : Part 1

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu


The Silence of The Lambs

by. Thomas Harris
Paperback, 480 pages
Published December 2012 by Gramedia Pustaka Utama



Novel Silence of The Lambs pertama kali diterbitkan pada tahun 1988. Novel ini berhasil memenangkan Bram Stoker Award untuk kategori best novel pada tahun yang sama. Kemudian juga memenangkan Anthony Award untuk kategori best novel juga pada tahun 1989 dan masuk nominasi World Fantasy Award pada tahun yang sama.

Tiga tahun kemudian, novel ini diadaptasi ke dalam film. Tepatnya pada tahun 1991. Filmnya sendiri mengambil judul yang sama, dibintangi oleh Jodie Foster dan Anthony Hopkins. Film nya sendiri cukup sukses di pasaran untuk masa itu, terbukti film ini meraih pendapatan sekitar 272 juta dollar Amerika, dan menjadi film ketiga yang memenangkan top five categories di Academy Awards, yaitu Best Picture, Best Actress, Best Actor, Best Director and Best Writing (Adapted Screenplay).

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu

poster film


Jadi manakah yang lebih bagus? Novel atau film nya? Jika aku harus memilih, maka aku akan memilih Novelnya dibandingkan filmnya.

Jadi film nya lebih jelek kah dibanding novelnya? Umm.. Aku tidak bilang seperti itu, karena rasanya tidak fair jika kita membandingkan keduanya. Film dan novel itu menggunakan dua media penyampaian yang berbeda. Selain itu juga, ketika kita membaca suatu novel, imajinasi kita akan berjalan seiring dengan kerangka budaya, sosial dan segala macam yang tumbuh bersama kita. Dan ini mempengaruhi imajinasi kita masing-masing. Sedangkan film, semua bergantung pada imajinasi sang sutradara dan durasi waktu. Jadi wajarlah jika tidak semua imajinasi terpuaskan setelah melihat filmnya.

Namun film ini menurut ku agak menyimpang dari novelnya. Dimanakah penyimpangannya? nanti kita bahas yaa... emoticon-Big Grin

And now.. Let’s talk about the novel..

Hal yang pertama terlintas dalam benakku ketika melihat sampul depan buku ini adalah gambarnya menakutkan. Sebuah kupu-kupu (yang pada akhirnya aku tahu kalau itu ngengat bukan kupu-kupu) yang merentangkan sayapnya dengan wajah yang mengerikan. Semacam membentuk wajah tengkorak saja. Begitupun dengan Cover vcd originalnya, temanya serupa. Tentunya kalian bertanya-tanya donk, apa hubungannya kupu-kupu dengan domba-domba yang membisu yang menjadi judul buku ini?? Keduanya akan menjadi point penting dalam novel dan film ini.

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu
Cover VCD


Novel setebal 480 halaman ini bercerita tentang seorang detektif wanita muda yang bernama Clarice Starling yang ditugaskan untuk mewawancarai seorang sosiopat paling kejam dalam sejarah.. Hannibal Lecter.. Hannibal The Cannibal. Sebenarnya Starling belum resmi menjadi seorang detektif, statusnya masih terdaftar sebagai murid di Quantico, FBI Academy. Namun, Kepala Seksi Ilmu Perilaku -seksi di FBI yang menangani pembunuhan berantai- Jack Crawford meminta bantuannya. Karena Starling adalah salah satu murid terbaik di akademi tersebut dan memiliki basic pendidikan ilmu psikologi.

Crawford sedang menyusun sebuah program yang diberi nama VI-CAP alias Violent Criminal Apprehension Program. Sebuah pengembangan database guna menyusun profil psikologis bagi kasus-kasus yang belum terpecahkan dengan mewawancarai dan memeriksa seluruh tahanan pembunuh berantai, termasuk di dalamnya adalah Dr. Hannibal Lecter. Mengerti ga dengan maksud Crawford ini?

Jikalau kalian sudah membaca kisah-kisah Holmes sebelum membaca buku ini, kalian pasti mengerti apa tujuan Crawford membuat program VI-CAP. Jadi begini, menurut Holmes -dan yang berulang kali Ia katakan- bahwa metode, taktik dan motif kejahatan yang terjadi di dunia ini tidak pernah ada yang baru. Jadi dengan menyusun pengakuan-pengakuan para pembunuh berantai tersebut, diharapkan Crawford dapat merumuskan suatu formula yang bisa digunakan ketika terjadi pembunuhan berantai lagi. Salah satunya untuk mengusut kasus pembunuhan berantai yang sedang ditangani FBI saat ini. Mereka menjulukinya..

Buffalo Bill..

Sudah lima korban yang diyakini menjadi korban dari aksi kesadisan Buffalo Bill ini, hal ini terlihat dari kesamaan nasib korban ketika ditemukan, yaitu seorang perempuan berkulit putih, dikuliti dan mengambang di sungai. Namun FBI sama sekali belum bisa memperkirakan siapa pelaku pembunuhan-pembunuhan tersebut. Buffalo Bill tidak mempunyai pola-pola tertentu mengenai lokasi penculikan atau pembuangan korban, dan hal itu sangat menyulitkan para detektif yang menyelidikinya.

Maka, berangkatlah Starling mencoba peruntungannya untuk mewawancarai Dr. Lecter.

Dr. Hannibal Lecter, adalah seorang ahli psikiatri jenius. Dia ditangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan ini delapan tahun yang lalu. Dia selalu memakan bagian tubuh para korbannya. Karena kesadisan dan perilaku kanibalnya lah, Lecter diberi penjagaan maksimum. Selain sel, ruang gerak di dalam selnya juga dibatasi oleh benang nilon. Penutup mulutnya yg serupa topeng hoki serta jaket pengekang selalu digunakan sebelum memberinya makan atau membersihkan selnya. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang buruk yang mungkin terjadi. Pernah kejadian, ketika mereka melonggarkan penjagaan terhadapnya agar memudahkan perawat klinik tahanan memasang kardiogram, Lecter malah memakan daging muka dan sebelah mata perawat tersebut. Euuuuhhh… Sadis ya? Sangat!

Buku ini tidak menjelaskan ihwal mengapa Dr. Lecter yang seorang psikiatri bisa memiliki kelainan jiwa tersebut. Hal itu bisa dibaca di buku keempat yaitu Hannibal Rising. Yup, serial ini memang terdiri dari empat buku yaitu Red Dragon, Silence of The Lambs, Hannibal dan Hannibal Rising.

Menuju sel Dr. Lecter saja sebenarnya sudah membuat “intimidasi” tersendiri bagi Starling. Kompleks sel Dr. Lecter dihuni oleh beberapa pembunuh yang sama-sama memiliki gangguan mental. Salah satunya Miggs. Abaikan dulu tentang Miggs, sekarang mari menuju Lecter.

Starling memulai wawancaranya dengan baik. Hal ini terlihat dengan diterimanya dia oleh Lecter. Walaupun akhirnya Dr. Lecter tetap tidak mau mengisi kuesioner yang disodorkan Starling. Sebaliknya, Lecter bahkan dapat menebak dengan tepat dari wilayah mana Starling berasal dan apa latar belakang keluarganya. Darimanakah Lecter bisa mengetahui semua itu? Walau dia adalah seorang psikiatri yang super jenius, aku memilih untuk percaya kalau Lecter bisa menebak asal usul Starling dari ilmu deduksi yang dikuasainya.. Ilmu kebanggaan Holmes.

Starling pun pulang dengan tangan hampa. Saat Starling hendak keluar dan menyusuri kompleks sel tersebut, Miggs yang mengintimidasinya di awal kedatangannya tiba-tiba mencipratkan spermanya ke wajah Starling. Starling kaget, panik, dan ingin lari.. Lecter melihatnya. Dia tiba-tiba berteriak memanggil Starling..

Clarice…

Clarice…

Clarice Starling..


Nada panggilan yang ketiga lah yang membuat Starling menghentikan langkahnya, berbalik dan menemui Dr. Lecter kembali.

Dr. Lecter mengatakan kalau dia sudah melihat perlakuan Miggs kepada dirinya. Dan dia tidak menyukai ketidaksopanan (tapi melakukan pembunuhan?) Yang dilakukan Miggs terhadap Starling. Maka dia pun membisikkan sesuatu pada Starling, sesuatu yang katanya akan membantunya untuk mengungkap kasus Buffalo Bill.

Carilah mobil pasienku yang bernama Benjamin Raspail

Begitulah petunjuk singkatnya. Hal ini berbeda dengan yang dituangkan dalam filmnya. Di film, Anthony Hopkins yang berperan sebagai Hannibal Lecter memberikan sebuah anagram yang merujuk pada nama gudang yang menyimpan mobil Raspail ini. Hal ini sangat mengherankanku, untuk apakah sang sutradara mengubah petunjuk ini? apakah agar terkesan "lebih detektif" ? entahlah, tapi di filmnya, Starling dengan cepat dapat mengetahui kalau itu adalah sebuah anagram.

Belum sempat Starling memecahkan petunjuk yang diberikan oleh Dr. Lecter, satu gadis ditemukan mengambang di daerah Virginia. Korban keenam! Dan satu gadis lainnya yang memiliki ciri-ciri yang mirip dengan korban Buffalo Bill yang sebelum-sebelumnya telah diculik. Dia adalah Chaterine Martin, putri dari Senator Ruth Martin. Starling dan Crawford pun semakin berpacu dengan waktu, mengingat waktu yang diperlukan dari saat korban diketahui diculik dengan saat ditemukannya mengambang di sungai semakin sedikit, dari seminggu berubah menjadi hanya tiga hari saja.

Petunjuk-petunjuk dari Dr. Lecter mengenai kasus Buffalo Bill satu persatu didapatkan oleh Starling. Tentunya dengan tidak gratis, Lecter tertarik dengan masa lalu Starling. Satu cerita tentang masa lalunya, menghasilkan satu informasi mengenai Buffalo Bill. Quid pro quo – I tell you things, you tell me things.

Dari petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Dr. Lecter inilah kasus Buffalo Bill semakin terang. Namun waktu terus berjalan, mereka semakin terdesak untuk cepat menemukan Chaterine atau dia akan bernasib sama dengan korban-korban Buffalo Bill sebelumnya. Starling mendesak Dr. Lecter untuk menyebut nama dari Buffalo Bill. Namun Lecter memiliki syarat. Dia menginginkan jendela, sudah delapan tahun Lecter tidak bisa melihat pemandangan di luar.

Dan disaat Starling dan Crawford sedang melakukan tawar menawar dengan Lecter, Dr. Chilton yang merawat kejiwaan Hannibal Lecter selama dalam masa penahanan mengacaukan segalanya. Dan Horror yang lebih menakutkan terjadi..




Hannibal Lecter melarikan diri



Berhasilkah Starling dan Crawford mengungkap kasus Buffalo Bill dan mengangkap kembali Lecter?



Diubah oleh StrawberryLips

SRC Maret : Part 2

fiuhh..

Membaca buku ini rasanya sangat serba salah. Di satu sisi aku merasa penasaran dan ingin menyelesaikannya cepat-cepat, namun di sisi lain aku menikmati setiap perasaan mencekam yang ditimbulkan oleh buku ini. Setiap untaian kata yang ditulis Harris dalam buku ini, dapat memberikan aura yang sangat mencekam, bahkan ketika aku masih tidak ada gambaran bagaimana rupa Dr. Lecter itu sendiri.

Dalam filmnya sendiri, Hannibal Lecter yang diperankan oleh Anthony Hopkins divisualisasikan oleh sang sutradara menjadi seperti ini

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu


Sukses banget deh Anthony Hopkins meng-image-kan keseraman Hannibal Lecter. Lihat saja matanya.. emoticon-Big Grin

Tak diketahui secara pasti sumber inspirasi utama bagi Thomas Harris saat membuat karakter Hannibal Lecter. Bila merujuk pada tulisan David Sexton saat menulis buku “The Strange World of Thomas Harris : Inside The Mind of The Creator Hannibal Lecter” , karakter Hannibal Lecter terinspirasi oleh kisah William Coyne, seorang pembunuh berantai yang kabur dari penjara pada tahun 1934 dan sempat melakukan aksi-aksi pembunuhan serta kanibalisme di Cleveland (kota tempat tinggal Harris), negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Selain Hannibal Lecter, konon Harris juga terinspirasi dari Ed Gein seorang pembunuh berantai yang terkenal suka menguliti korbannya dalam menciptakan tokoh Buffalo Bill.

Untuk orang-orang yang hanya menonton filmnya tanpa membaca bukunya, Judul Silence of The Lambs ini akan sangat susah untuk dimengerti. Mengenai domba-domba yang membisu ini hanya disinggung oleh Lecter dan Starling dalam satu sesi Quid pro quo saat Starling meminta petunjuk Lecter. Inilah cuplikan dialog keduanya..

Quote:


Apa yang kalian pikirkan ketika kalian yang belum membaca bukunya lalu membaca cuplikan dialog di atas? Apakah itu Lamb dalam artian yang sebenarnya kah? atau itu adalah sebuah metafor?

Akan kuceritakan sedikit.. Di bukunya dijelaskan kalau Clarice Starling datang dari West Virginia. Ayahnya adalah seorang Marshal. Ibunya meninggal saat Clarice masih kecil, dan ayahnya menyusul ketika Starling beranjak remaja. Ayahnya ditembak sekawanan perampok ketika memergoki mereka sedang beraksi di suatu malam. Setelah itu, Starling dititipkan ke saudara kedua orang tuanya. Paman dan bibinya adalah peternak domba dan kuda yang juga melakukan penyembelihan terhadap hewan ternak mereka.

Starling mempunyai trauma terhadap kematian ayahnya di masa lalu. Tinggal di sebuah tempat peternakan sekaligus penyembelihan hewan, membangkitkan kembali kenangan terburuk masa lalunya. Dan teriakan domba-domba yang akan disembelih oleh pamannya menghantui mimpi-mimpinya. Bahkan sampai dewasa. Hal itu diakibatkan karena rasa trauma anak kecil itu bisa terbawa sampe dewasa.

Quote:


Oleh karena itu, ketika kasus Buffalo Bill menguak, ada tuntutan di bawah alam sadar starling kalau dia harus menyelesaikan kasus ini. Teriakan domba-domba dalam mimpinya serupa dengan jeritan minta tolong dari korban-korbannya Buffalo Bill. Dan dia harus menghentikan teriakan-teriakan itu agar domba-domba dalam mimpinya juga berhenti berteriak. Dan hal ini sama sekali tidak tersirat apalagi tersurat dalam filmnya.

Yang membuat aku terenyuh adalah, Hannibal sengaja bertanya hal-hal menyedihkan di masa lalu Starling termasuk kejadian kematian ayahnya, dan mimpi-mimpi buruknya untuk mempermainkan Starling. Itu yg dulu yang juga selalu dilakukan Hannibal terhadap pasien-pasiennya (he was a doctor, a psychologist). Dan dengan mengetahui emosi semua orang, dia mempermainkan orang lain untuk menjalankan kehendaknya. Termasuk Miggs. Masih ingat Miggs kan? Setelah kejadian pelecehan terhadap Starling, Lecter mempengaruhi Miggs untuk memakan lidahnya sendiri, dan dilakukan oleh Miggs, hingga dia akhirnya tewas.

Lalu kemudian, mengapa gambar sampul depan buku ini dan VCD originalnya adalah seekor ngengat? kenapa bukan domba?. Jadi begini ceritanya, masih ingat korban keenam Buffalo Bill yang ditemukan di Virginia? Saat korban keenam ini ditemukan, Crawford meminta bantuan Starling untuk mengambil sidik jarinya dan juga menuliskan laporan mengenai kondisi korban saat ditemukan, semacam otopsi kecil-kecilan lah. Saat memeriksa mayat inilah, Starling menemukan sebuah kepompong yang tersangkut di kerongkongan mayat si korban. Ini adalah pertama kalinya. Sebelumnya, tidak ada kepompong yang ditemukan pada mayat-mayat korban Buffalo Bill. Bisa jadi tidak ada, atau bisa jadi petugas forensiknya terlewat ketika memeriksanya. Sudah menjadi hal yang biasa jika ada benda yang terrsangkut di kerongkongan korban yang tenggelam, namun Starling tetap saja penasaran.

Dia membawa kepompong tersebut ke Insect Zoo, sebuah museum khusus yang mengumpulkan dan meneliti berbagai macam serangga. Dari situ ketahuan bahwa kepompong itu adalah ngengat tengkorak yang berasal dari Malaysia, atau nama latinnya adalah Acherontia styx. Nama tersebut diambil dari dua sungai di neraka, itulah mengapa semua korban-korban nya Buffalo Bill dibuang ke sungai. Dan kepompong itu sendiri ternyata menyimpan suatu simbol bagi kepribadian Buffalo Bill. Apa itu ? baca sendiri emoticon-Stick Out Tongue

Enaknya lagi adalah, buku ini menampilkan tiga macam sudut pandang. Pertama dari sudut pandang Starling, lalu sudut pandang Crawford dan terakhir adalah sudut pandang Buffalo Bill sendiri. Sehingga disaat kita sedang mengikuti pengejaran Starling terhadap Buffalo Bill, kita juga bisa tahu nasib putri senator Ruth Martin yang diculik Buffalo Bill dan apa yang sedang dilakukan penculik itu terhadapnya. Efeknya? Horror!

Kekurangan dari buku ini adalah, Harris terfokus pada sosok Hannibal Lecter. Memang Lecter sendiri adalah karakter yang fenomenal. Hannibal Lecter masuk ke dalam 100 Greatest Characters of the Last 20 Years menurut Entertainment Weekly. Padahal menurutku, masalah psikologis yang dialami Buffalo Bill cukup menarik untuk dibahas lebih dalam. Akibatnya, cerita mengenai pembunuhan Buffalo Bill hanya menjadi semacam cerita pendukung kekejaman Lecter.

Selain kekejaman yang dilakukan oleh Lecter yang mengintimidasi aku sebagai pembaca, Harris juga memberikan sedikit lelucon di dalam buku ini. Begitu juga dalam filmnya. Dalam filmnya, ketika Buffalo Bill merobek baju sang korban untuk mengetahui ukuran bajunya, tertera tulisan :

Spoiler for :


Hahahaha emoticon-Ngakak (S) entahlah apa maksudnya, apakah memang benar baju yang dipakai si korban benar-benar berasal dari Indonesia, atau ada maksud lain.

Sedangkan di bukunya, ada peristiwa yang berkaitan dengan Dr. Chilton dan nama asli Buffalo Bill yang diberikan Starling kepada Senator Ruth Martin. Apa itu? well, sekali lagi, baca sendiri yaa.. tapi akan kuberikan cluenya :

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu


Dari "lelucon" tersebut, kalian pasti akan menyadari bahwa Hannibal Lecter adalah seorang yang jenius. Dan lelucon ini hanya ada dalam novelnya emoticon-Big Grin

Akhirnya, tiada pantas selain bintang lima untuk buku yang sangat memuaskanku ini. Tak lupa bintang lima juga untuk terjemahannya. Angkat topi untuk Hendarto Setiadi atas terjemahan yang sangat enak untuk dinikmati. Buku ini sangat kurekomendasikan buat para penggemar cerita-cerita misteri, horror atau thriller. Dan bersiaplah menikmati terror Hannibal Lecter.




Well, Clarice - have the lambs stopped screaming?
Diubah oleh StrawberryLips
Quote:


coba baca deh puh emoticon-Big Grin

yah, emang agak ganjil sih, pintu lemarinya menggairahkan emoticon-Hammer

Move On dari Kirrin

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu



Kali ini liburan paskah. Lima sekawan kembali berlibur di Kirrin untuk menyambut petualangan mereka berikutnya, setelah tiga petualngan sebelumnya yang sangat mendebarkan. Saat itu musim semi, di Kirrin angin berhembus sangat kencangnya, sehingga liburan anak-anak kacau balau. Penyebab liburan mereka berantakan ialah adanya pohon tumbang yang menimpa rumah George! Kamar anak-anak berantakan, mereka pun hampir menjadi korban, terbayang sudah liburan mereka yang gagal dan mereka pun terancam untuk kembali ke asrama sekolah.

Sarang penyelundup...

Tiba-tiba Paman Quentin teringat kepada temannya sesama ilmuwan yang tadinya akan berkunjung ke Kirrin, Lenoir. Kebetulan anak dari Lenoir yaitu Pierre Lenoir merupakan teman sesekolah Julian dan Dick. Maka dikirimlah anak-anak kesana oleh Paman Quentin, ke Sarang Penyelundup, bukan dalam arti sebenarnya, karena Sarang Penyelundup itulah nama rumah dari keluarga Lenoir. Sayangnya, ayah Pierre tidak menyukai anjing, jadi Tim terancam tidak dapat ikut, namun bukan George namanya jika menyerah begitu saja.

Lenoir, dalam bahasa Perancis artinya ialah hitam. Itu pula yang menginspirasikan teman-teman Pierre untuk memanggil dirinya dengan sebutan si Hangus. Bukan asala sebut nama, karena memang dari mata, warna kulit yang agak kecoklatan sampai rambut dan alis Pierre, semua berwarna gelap. Sehingga layaklah Pierre disebut si Hangus. Kenetulan Pierre juga tidak keberatan, karena pada dasarnya si Hangus juga merupakan anak yang supel, ceria, ramah, bahkan sedikit jahil.

Ternyata, nama Sarang Penyelundup bukan hanya nama secara harfiah saja, pada kenyataannya, dahulu di tempat tersebut banyak penyelundup yang berkeliaran. Bahkan, banyak lorong-lorong rahasia di bawah tanah kediaman si Hangus! Ada yang menuju ke arah kota, ke arah rawa-rawa, bahkan lorong yang menghubungkan bagian-bagian rumah tersebut di bawah tanah!

Sebelumnya anak-anak berpendapat bahwa liburan mereka kali ini akan datar-datar saja, tanpa petualangan apa-apa. Tetapi mereka salah, Sarang Penyelundup ternyata masih menyimpan beberapa penyelundup yang tetap eksis. Anak-anak pun mulai mengendus kehadiran dan tanda-tanda adanya penyelundup tersebut, sampai akhirnya nyawa anak-anak pun terancam karena para penyelundup itu tidak main-main terhadap siapapun yang menghalangi mereka.

Yup, kali ini Lima Sekawan bertualang jauh dari Kirrin, akhirnya. Apalagi, ada anak baru yang mengikuti petualangan tersebut selain mereka berlima. Ya, si Hangus ternyata klop dengan anak-anak, dan dia pun ikut berpetualang bersama mereka, karena dia pun ternyata menyukai petualangan.

Kisah di buku ini lebih mendebarkan dibanding buku-buku sebelumnya. Terancamnya nyawa anak-anak secara serius oleh para penyelundup membuktikan bahwa kali ini petualangan mereka bukan main-main. Juga lorong-lorong serta katakombe yang diceritakan membuat pembaca dapat larut di dalam ceritanya. Bagaimana anak-anak berjalan-jalan melalui lorong-lorong bawah tanah tersebut, mengingatkan kita bahwa pada jaman dahulu kala lorong-lorong tersebut benar-benar pernah ada di dunia nyata. Kesempitan dan terjalnya lorong-lorong tersebut seolah-olah membuat juga pembaca ikut terlarut dan kecapekan dalam membaca buku ini.

Dari segi cerita, penjahat di buku ini sebenarnya agak sulit ditebak. Bagaimana Enid Blyton membuat teka-teki tentang siapakaha dalang sebenarnya sungguh sangat membingungkan. Dari sini dapat dipetik pelajaran bahwa penampilan luar tidak dapat dijadikan acuan untuk watak seseorang. Karena belum tentu seseorang galak merupakan orang jahat, begitu pula sebaliknya.

Akhirnya, setelah terbius buku ini, saya memberikan bintang lima untuk petualangan ini. Mengenai rekomendasi usia untuk anak-anak Indonesia, saya masih condong kepada usia 10 tahun ke atas. Bukan apa-apa, saya kurang bisa membayangkan kejadian ini terjadi pada anak usia 12-14 tahun di Indonesia sini.


Judul: Lima Sekawan: Ke Sarang Penyelundup
Penulis: Enid Blyton
Tebal: 272 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Rate: 5/5
Rekomendasi Usia: > 10 tahun

Belajar Dari Hal Sepele

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu



Siapa tak mengenal Sherlock Holmes? Detektif terbaik dan tertengil di sekitar abad ke-19 ini merupakan tokoh fiksi rekaan Sir Arthur Conan Doyle. Dengan partner setianya yaitu dr. Watson, Holmes mengajak para pembacanya untuk menyelami dunia kriminalitas di sekitar abad tersebut, tentunya dengan setting dan latar belakang yang masih begitu kuno, seperti kereta kuda, dan juga kirim-mengirim pesan yang masih sangat jadul, yaitu dengan menggunakan pos dan telegram.

Seperti telah diketahui, dalam tiap bukunya, Doyle bercerita tentang petualangan dan kasus-kasus yang dipecahkan oleh Holmes dari sudut pandang dr. Watson. Jadi, di buku-bukunya ini, seolah-olah dr. Watson-lah yang membukukan kisah-kisah Holmes selama memecahkan teka-teki yang ada, dan tulisan-tulisan yang ada merupakan karya yang ditulis dr. Watson. Singkatnya, seperti dr. Watson-lah yang menceritakan kembali petualangannya bersama Holmes. Padahal kita juga telah mengetahui bahwa dr. Watson pun merupakan tokoh fiktif.

Buku yang saya baca ini merupakan buku kumpulan-kumpulan kisah Holmes yang disatukan dalam buku Petualangan Sherlock Holmes, atau the Adventure of Sherlock Holmes. Ada 12 kisah pendek Holmes di dalam buku ini, dan rata-rata menghabiskan sekitar 40 halaman setiap ceritanya. Ada satu keunikan dan benang merah dalam tiap kasus yang dipecahkan Holmes, yaitu bagaimana cara Holmes memecahkan kasus tersebut. Kebanyakan petunjuk-petunjuk Holmes didapat dari hal-hal remeh dan sepele yang tampak tak kasat mata dan seolah-olah dapat diabaikan. Namun disitulah keunikan Holmes, dengan kaca pembesarnya, dia dapat memeriksa jejak sekecil apapun untuk memecahkan kasus yang tengah diselidikinya.

Kasus-kasus yang ada di buku ini pun dapat dikatakan tidak seluruhnya merupakan kasus yang benar-benar besar dan menarik perhatian orang-orang di sekitar Holmes. Justru kebanyakan, kasus-kasus yang ternyata besar tersebut bermula dari hal-hal kecil yang ganjil yang dilaporkan oleh klien-klien Holmes kepada dirinya. Pada cerita ketiga di buku ini, yaitu Perkumpulan Orang Berambut Merah, kisah ini berawal dari hal sepele, yaitu keganjilan seorang klien Holmes tentang perkumpulan orang berambut merah yang memperkerjakannya untuk hal sepele dengan gaji yang lumayan besar, tetapi di tengah jalan, perkumpulan tersebut tiba-tiba tidak ada lagi kabarnya. Klien Holmes yang kebingungan akhirnya melaporkan hal ini kepada Holmes, dan siapa nyana, hal ini ternyata merupakan sebuah awal dari kasus besar yang melibatkan harta yang berlimpah. Ada lagi pada cerita terakhir yang berjudul Petualangan di Copper Beeches, kisahnya mirip dengan si rambut merah tersebut, yaitu klien Holmes ditawari pekerjaan yang ringan namun dengan upah yang tinggi. Hal ini ternyata berujung sama dengan kisah rambut merah, yaitu tindak kejahatan.

Yang unik lagi dari kasus-kasus yang ditangani Holmes, yaitu sedikitnya kisah yang berlatarkan pembunuhan di buku ini. Yang paling “kejam” di dalam kasus-kasus Holmes di buku ini bisa dibilang yaitu cerita yang berjudul Lima Butir Biji Jeruk, karena melibatkan pembunuhan yang berantai, dan juga sebuah perkumpulan yang memang kejam, walaupun pada akhirnya perkumpulan tersebut terkena batunya sendiri.

Dengan pembawaannya yang kocak, Holmes mampu membuat para pembacanya tersenyum melihat tingkahnya yang memang agak tengil. Tetapi disamping kelakuannya tersebut, banyak hal yang dapat diambil dari penelusuran dan penelitian Holmes terhadap hal-hal sepele. Contohnya saja, pengamatan terhadap siku tangan, atau jejak yang berada pada celana di daerah lutut, bahkan hingga ruas-ruas jari, banyak hal yang dapat disimpulkan dari hal-hal sepele semacam tersebut.

Pada akhirnya, kisah Holmes ini seakan membawa saya nostalgia ke beberapa tahun yang lalu, karena setelah dibandingkan, ternyata salah satu buku Holmes yang diterbitkan oleh penerbit lain dengan judul Great Adventure of Sherlock Holmes mempunyai cerita-cerita yang sama dengan buku ini, meskipun dengan cara penterjemahan yang agak berbeda. Ada satu hal yang membuat saya kecewa dengan buku ini, karena bisa dibilang buku ini hanya ganti cover saja, ini terbukti dari bagian sampul depan buku yang masih tertulis judul Sherlock Holmes dalam jenis font yang lama, begitu pula pada font di isi cerita, masih merupakan font yang jadul, font yang sama dengan cetakan Holmes sebelumnya. Overall, dari sisi cerita, buku ini layak mendapatkan lima bintang.


Judul: Petualangan Sherlock Holmes
Penulis: Sir Arthur Conan Doyle
Tebal: 504 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Rate: 5/5

Ketika Perahu Neptunus Berlabuh

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu


Judul: Perahu Kertas
Penulis: Dee
Format: Paperback,
Jumlah halaman: 456
Terbit: 29 Agustus 2009 by Bentang Pustaka & Truedee
ISBN: 139789791227780


Book Blurb

Quote:


Thoughts

Orang bilang orang gila jodohnya pasti orang gila juga. Itulah yang terjadi pada dua tokoh utama novel ini, Kugy dan Keenan. Sama-sama berzodiak Aquarius, dan sama-sama ‘nyeni’. Kugy sejak kecil bercita-cita sebagai Juru Dongeng, sedangkan Keenan memiliki impian untuk menjadi seorang pelukis.

Kugy suka menulis surat di selembar kertas, yang ia bentuk menjadi perahu, kemudian ia hanyutkan di sungai. Kugy berharap surat-suratnya sampai kepada dewa Neptunus.

Novel “Perahu Kertas” ini jauh lebih sederhana dan mudah dicerna ketimbang seri Supernova. Kebetulan gue adalah pembaca Supernova. Walau “Perahu Kertas” lebih ngepop, Dee masih memberikan secuplik kegilaannya dengan menghadirkan ‘agen Neptunus’.

Tapi, jujur, gue nggak suka dengan Kugy. Diantara semua novel Dee yang pernah gue baca, Kugy is the most annoying bitch. Mungkin hampir sama menyebalkannya dengan Bella Swan.
Gue nggak habis pikir, kenapa buku hadiah yang tadinya mau dikasih untuk Keenan akhirnya diberikan kepada Remi, dan semua itu dilakukan secara sadar?
Nggak worth it banget Remi dapat hadiah ‘bekasan’ walau Kugy bilang benda itu sangat berarti untuk dia.
Keenan pun demikian, memberikan pahatan untuk Luhde yang seharusnya bukan untuk Luhde. I guess that’s why Kugy and Keenan deserve each other.

Selain kisah percintaan Kugy, Ojos, Keenan dan Remi, novel ini juga menyajikan persahabatan yang indah.

Gue juga trenyuh dengan kisah cinta Poyan dan Lena.
Yang jelas pesan dari novel ini adalah: Radar Neptunus pasti akan menemukan jodoh untuk kita.

Rating untuk novel: 4 Bintang

Serapium Catalogue ~ Silahkan Review, Saran dan Diskusi Buku Favoritmu


Judul Film: Perahu Kertas 1 dan 2
Sutradara: Hanung Bramantyo
Produser: Chand Parwez Servia dan Putut Widjanarko
Distribusi: Starvision, Mizan Production dan Dapur Film
Rilis: Agustus 2012 dan Oktober 2012
Durasi: 112 menit
Pemain: Maudy Ayunda, Adipati Dolken, Reza Rahadian, Sylvia Fully R, Fauzan Smith, Tio Pakusadewo, Elyzia Mulachela, Ben Kasyafani, Sharena Rizky, Titi DJ, Kimberly Ryder, Ira Wibowo, August Melasz


Thoughts

Ada beberapa bagian novel yang diubah, dihilangkan dan ditambah. Misalnya tokoh Siska yang di novel nggak penting dan hanya menjadi figuran, di film perannya agak penting sebagai rival Kugy di Advocado, juga saingan cinta dalam merebut hati Remi.

Adegan pertengkaran Kugy dan Noni juga kurang digarap lebih dalam.

Gue memang menonton filmnya terlebih dulu daripada membaca novelnya, bikin gue agak kurang mudeng soal ‘agen Neptunus’. Bagi yang udah membaca novelnya duluan, pasti nggak mendapat kesulitan untuk memahami tiap adegan.

Karakter Kugy cukup baik dibawakan oleh Maudy, namun ekspresi menangis dan tertawanya hampir mirip, bikin gue agak bingung pada awalnya. Tapi lama-lama gue maklum dengan ekspresi yang hampir mirip itu.

Yang paling berkesan adalah scene di Sakola Alit. Mungkin karena gue mantan guru jadi gue memfavoritkan adegan Kugy mengajar dan keceriaan pasukan Alit tersebut. Sayang, di film adegan tragis Sakola Alit kurang greget. Entah mengapa, waktu baca novelnya gue menitikkan air mata, saat nonton sepertinya agak [/i]flat.[/i]

Gue juga sangat suka dengan peran Poyan yang dibawakan dengan jempolan oleh Tio Pakusadewo. Tokoh Poyan sangat hidup, seperti keluar dari novelnya. Selain Poyan, gue juga sangat suka dengan Eko yang Arab banget, apalagi adegan perkimpoian dengan Noni. Juara deh, ijab kabul sampai diulang tiga kali. Nah, ini satu-satunya adegan yang lebih gue suka daripada novelnya.

Satu adegan ridiculous yang gue tangkap adalah: saat Kugy camping dengan Keenan di pantai. Mana bisa orang tidur di atas karang? It looks good on screen, but people will never do that in real life.

Adegan yang bikin gue tersayat-sayat adalah saat Poyan mengutarakan hatinya pada Lena, dan saat Remi melepas Kugy pergi.

Reza Rahadian is a damn good actor. Gue baru sadar dia bagus banget aktingnya di film ini. Peran Remi yang biasa-biasa aja bisa terlihat sangat istimewa karena dibawakan dengan luar biasa oleh Reza.

Overall, film “Perahu Kertas” cukup menghibur dengan cast yang OK.

Fave quotes

Quote:


Rating untuk filmnya: 3 Bintang
Quote:


suka banget sama lima sekawan, dan Enid Blyton emang paling pinter bikin terpukau dengan petualangannya. sekaligus bikin laper karena tiap kali perjalanan, persediaan makanan tuh komplit banget emoticon-Ngakak

dan ..holmes.
favorit banget! baru punya dua bukunya, satu yang tebel banget dan belum selesai kebaca sampe sekarang.
tapi, jatuh cinta banget sama karakter holmes.
tengil tapi gemesin emoticon-Malu (S)

Quote:


tambah penasaran, saya malah belum pernah baca novel atau film -nya

belum pernah baca buku Dee sama sekali.

langsung masuk wish-list buat baca deh emoticon-siul:
Quote:


pinjem bisa kaliii emoticon-Embarrassment
si eka kurniawan kan bikin kumcer tribute to abdullah harahap yang "Kumpulan Budak Setan" itu loh
kata si eka dkk, buku2 abdullah harahap itu kental dgn aroma horsex( horror sex) emoticon-Genits
makanya jadi penasaran akuh emoticon-Embarrassment
apalagi si eka gitu loh emoticon-Wowcantik:

buku ini udah susah nyari di toko buku sih
btw, diskonan di gramed masih ada gak puh?
Quote:

nah!
limun, daging asap dingin, air jahe, roti isi emoticon-Genit:
Quote:


horsex emoticon-Hammer
boleh aja, nanti kalo ketemu atau dikirim deh emoticon-Big Grin

ini beli di blok M, cuma ceban emoticon-Big Grin
Quote:


kalo baca yang seri kehidupan anak asrama, wah ngiri deh sama kegiatan pesta tengah malam, terus apalagi kalau cerita mereka abis pertandingan olahraga, makan jeruk potong, beuhhh..

jadi laper emoticon-Malu (S)

baca lima sekawan atau charlie yak emoticon-linux2
Quote:


malory towers ya? gw malah pengen liat lacrosse secara langsung lho, bener2 deh bisaan mbah Enid pengaruhin orangnya emoticon-Hammer2
Halaman 21 dari 59
×
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved
Ikuti KASKUS di