- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Membaca Berita Itu Baik daripada Menonton Berita


TS
hellschyte
Membaca Berita Itu Baik daripada Menonton Berita
Jujur saja, thread ini saya buat berdasarkan hasil telaah pada beberapa media elektronik dan juga cetak. Dan saya teringat kembali --mungkin waktu itu masih SMA-- ketika melihat tayangan kilat tentang penyampaian Harry Tanoesoedibjo untuk membudayakan membaca koran sebagai bahan berita (politik, olahraga, hiburan dan yang lainnya) supaya masyarakat Indonesia menambah wawasan dengan budaya membaca dan saya membenarkan karena saya adalah penggemar koran terutama koran Kompas.
Tetapi, beberapa tahun kemudian, saya mulai menilai dua stasiun televisi yang sama-sama mementingkan berita sebagai bahan utama dalam acara mereka, yaitu Si Merah dan Si Biru.
Ketika saya melihat salah satu acara berita Si Merah (maaf saya lupa nama acaranya) ada 4 orang dan dibagi 2 kubu mereka saling berdebat hingga teriak-teriak dan tidak mau saling mendengarkan satu sama lain karena mementingkan pemikirannya, dan diawali/diakhiri dengan lonceng tinju.
Saya melihat itu adalah suatu hal yang tidak sopan sekali. Ke empat orang tersebut layaknya seperti 'boneka' untuk acara mereka. Sejak saat itu saya langsung menghapus Si Merah dari daftar televisi saya. --Stasiun tidak bermutu--
Kemudian Si Biru. Awal mula Si Biru menayangkan berita, Si Biru sangat sesuai dengan slogan yang mereka pegang teguh. Menayangkan berita dan mendidik masyarakat secara bersamaan. Tetapi ketika pendirinya memasuki ranah politik, saya mulai ada keanehan pada pendiri stasiun televisi tersebut dan 'pembunuhan karakter' pada partai lain dengan stasiun televisi yang dimilikinya. Kenapa saya menyebutnya aneh? Bayangkan saja dia berpindah dari partai A, kemudian partai B lalu mendirikan partai C.
Pada saat Si Bos masih bergabung pada partai A, Si Biru mulai mengelukkan Partai A, dan mulai menyoroti partai Banteng Merah. Ketika Si Bos berpindah ke partai B, Si Biru mulai mengelukkan partai B dan menyoroti partai A. Dan yang terakhir ketika Si Bos mendirikan partai C, Si Biru terus menyorot partai B. Tidak ada netralitas dan berkurangnya sikap professional. Seolah Si Biru kehilangan 'jati diri'-nya.
Saya pun mulai mengambil kesimpulan--Tidak ada gunanya memiliki TV. Saya pun mengambil palu dan menghantam TV saya dengan palu tersebut. --Ini benar terjadi karena memang TV murah 200 ribu
--
Akhirnya saya kembali pada kebiasaan lama. Yaitu membaca koran. Alasan yang paling penting kenapa saya memilih koran nasional adalah ketelitian redaksi dalam menuliskan berita-berita penting untuk benar-benar mendidik masyarakat. Terlebih lagi, dengan membaca, kita bisa memperhatikan, menelaah dan bisa membuat kesimpulan dengan berhati-hati dari sudut pandang kita supaya lebih teliti dalam mengamati suatu hal. Berita itu memang penting. Tetapi berita yang memancing emosi masyarakat adalah buruk.
Kalau aku ditanya, "Bagaimana dengan forum seperti forum Kaskus?"
maka saya menjawab "Ini sama halnya membaca surat pembaca"
P.S:
Curahan pikiran saya. Maaf kalau membuat thread yang tidak bermutu. Salam hangat dari saya.
Tetapi, beberapa tahun kemudian, saya mulai menilai dua stasiun televisi yang sama-sama mementingkan berita sebagai bahan utama dalam acara mereka, yaitu Si Merah dan Si Biru.
Ketika saya melihat salah satu acara berita Si Merah (maaf saya lupa nama acaranya) ada 4 orang dan dibagi 2 kubu mereka saling berdebat hingga teriak-teriak dan tidak mau saling mendengarkan satu sama lain karena mementingkan pemikirannya, dan diawali/diakhiri dengan lonceng tinju.
Saya melihat itu adalah suatu hal yang tidak sopan sekali. Ke empat orang tersebut layaknya seperti 'boneka' untuk acara mereka. Sejak saat itu saya langsung menghapus Si Merah dari daftar televisi saya. --Stasiun tidak bermutu--
Kemudian Si Biru. Awal mula Si Biru menayangkan berita, Si Biru sangat sesuai dengan slogan yang mereka pegang teguh. Menayangkan berita dan mendidik masyarakat secara bersamaan. Tetapi ketika pendirinya memasuki ranah politik, saya mulai ada keanehan pada pendiri stasiun televisi tersebut dan 'pembunuhan karakter' pada partai lain dengan stasiun televisi yang dimilikinya. Kenapa saya menyebutnya aneh? Bayangkan saja dia berpindah dari partai A, kemudian partai B lalu mendirikan partai C.
Pada saat Si Bos masih bergabung pada partai A, Si Biru mulai mengelukkan Partai A, dan mulai menyoroti partai Banteng Merah. Ketika Si Bos berpindah ke partai B, Si Biru mulai mengelukkan partai B dan menyoroti partai A. Dan yang terakhir ketika Si Bos mendirikan partai C, Si Biru terus menyorot partai B. Tidak ada netralitas dan berkurangnya sikap professional. Seolah Si Biru kehilangan 'jati diri'-nya.
Saya pun mulai mengambil kesimpulan--Tidak ada gunanya memiliki TV. Saya pun mengambil palu dan menghantam TV saya dengan palu tersebut. --Ini benar terjadi karena memang TV murah 200 ribu

Akhirnya saya kembali pada kebiasaan lama. Yaitu membaca koran. Alasan yang paling penting kenapa saya memilih koran nasional adalah ketelitian redaksi dalam menuliskan berita-berita penting untuk benar-benar mendidik masyarakat. Terlebih lagi, dengan membaca, kita bisa memperhatikan, menelaah dan bisa membuat kesimpulan dengan berhati-hati dari sudut pandang kita supaya lebih teliti dalam mengamati suatu hal. Berita itu memang penting. Tetapi berita yang memancing emosi masyarakat adalah buruk.
Kalau aku ditanya, "Bagaimana dengan forum seperti forum Kaskus?"
maka saya menjawab "Ini sama halnya membaca surat pembaca"
P.S:
Curahan pikiran saya. Maaf kalau membuat thread yang tidak bermutu. Salam hangat dari saya.

0
906
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan