

TS
alvings08
Perlawanan Cik Pantekulu Dalam Sastra Aceh Abad IX
ACEH di masa lalu punya suatu bentuk
kesusastraan yang tinggi di wilayah Nusantara. Namun, karena adanya
kemunduran intelektual di wilayah ini setelah pelarangan buku-buku dan
ajaran Ar-Raniri dan Hamzah Fanshuri (abad ke-11 sampai abad ke-14),
Aceh jatuh ke dalam kemunduran intelektual yang parah.
Namun, dalam kurun waktu kira-kira empat abad, ajaran-ajaran Fanshuri
dan Ar-Raniri dapat diwariskan rakyat Aceh dalam wacana sastra lisan
(Oral History). Oral history itu terformat dalam banyak bentuk pola
karya sastra berupa haba (baca: khabar) dan hikayat. Hikayat merupakan
satu bentuk oral history yang paling populer di Aceh dan paling
membangkitkan semangat perjuangan melawan kolonial di Aceh. Lewat
hikayat ini pulalah rakyat Aceh menerima warisan "Martabat Tujuh" dari
ajaran Hamzah Fanshuri dan Ar-Raniri. Ini salah satu dasar yang
mengilhami perjuangan Aceh sampai munculnya hikayat paling terkenal
Hikayat Perang Sabil. Yang dikarang Haji Muhammad Pantekulu. Ia lebih
dikenal dengan panggilan Cik Pantekulu.
Sebelum memulai tulisan ini lebih lanjut, ada baiknya penulis ingin
mengutarakan landasan Kebudayaan Islam yang menopang kehidupan dan
gerak maju umat ini di setiap wilayah (negeri) kaum Muslimin. Penulis
sangat tertarik dengan sebuah judul tulisan Roger Garaudi berjudul
"Segala Seni Membawa Kepada Mesjid dan Segala Mesjid Membawa Kepada
Shalat" dalam bukunya Promeses de l'lslam ('Janji-janji Islam'). 40
tahun lalu, Sidi Gazalba juga pernah menulis judul semacam ini, namun
dalam tinjauan yang berbeda. Dari tulisan Garaudi tersebut, dalam
gambaran kebudayaan Islam, masjid demikian mulia artinya. Dapatlah
dimengerti, mengapa umat Islam Aceh demikian sangat marah tatkala
orang-orang Belanda membakar Masjid Raya Banda Aceh pada tahun pertama
1873 aneksasi Beollanda terhadap Aceh. Setiap orang Aceh yang sadar
arti masjid mengamuk dan menghantam menyerang Belanda dengan sengitnya
di ibu kota Banda Aceh Darus-Salam yang setelah ditaklukkan Belanda
menjadi Kutaraja.
Dalam Islam, kebudayaan (termasuk kesenian) bukanlah tujuan dalam
praktik hidup mereka. Kebudayaan selalu diletakkan di bawah agama. Ini
akan menjadi jelas bila kita ambil pola pembagian kebudayaan oleh
antropolog Barat begitu juga sebagian antropolog Timur seperti
Kuntjaraningrat dan Gazalba. Dalam pebagian sub-sub kebudayaan itu,
agama dijadikan tujuan hidup. Bagi kalangan Muslim, agama sebagai
praktik hidup boleh ditaruh di antara sub-sub kebudayaan, sedangkan
sub-sub kebudayaan harus dilandasi agama sebagai tujuan terakhir.
Dengan bahasa lain, secara makro agama menguasai sub-sub kebudayaan.
Dalam mahkota kebudayaan Islam, selalu tercantum Alquran pada tingkat
tertinggi, Hadis pada tingkat kedua dan Qiyas pada tingkat ketiga. Di
bawah tiga mahkota inilah sub-sub kebudayaan diletakkan, antara lain:
Kehidupan sosial, ekonomi, politik, iptek, filsafat, seni, dan agama.
Ketujuah sub kebudayaan ini mengacu kepada 4 (empat) nilai, antara
lain, nilai historis, nilai estetik, nilai etik, dan nilai makna atau
tujuan akhir. Inilah jawaban dari sebuah pertanyaan dari artikel
seminar Historiografi Karl A. Stenbrink, di IAIN Sunan Kalijaga tahun
1985 yang termaktub "Bagaimana Menentukan Unsur Agama Dalam Kehidupan
Sosial Politik?" (Lihat Muin Umar, Dua Dimensi, Yogyakarta, Mei 1985).
Rasa cinta agama
Mr. S.M. Amin dalam karanganya "Sejenak Meninjau Aceh, Serambi Mekah",
memaparkan bahwa rasa cinta agama dan kemerdekaanlah yang menjiwai
masyarakat Aceh melawan kafir (kaphee) Belanda dalam perangnya melawan
kolonialisme Belanda. (Bunga Rampai Tentang Aceh hal; 46, Bhratara
Jakarta, 1980)
Tidaklah asing jika seorang kopral marsose, seorang veteran Perang
Aceh, H.C. Zentgraaff, yang kemudian menjadi direktur utama surat kabar
berbahasa Belanda terbesar di Hindia Belanda Java Bode melaporkan
tulisan-tulisannya yang sangat fair pandangan matanya tentang
perlawanan dan kepahlawanan rakyat Aceh. Suatu penilaian yang sama
sekali berbeda dengan kebanyakan penulis Belanda yang menaruh atau
melemparkan seluruh sifat jelek dan kebinatangan kepada rakyat Aceh.
Zentgraaff memiliki kekaguman yang luar biasa kepada rakyat Aceh yang
sungguh heroik. Ia menulis bukan berdasar suatu tinjauan selintas
(seketika) sebagaimana kebanyakan wartawan memotret satu kejadian
dengan sekali jepret tanpa pendalaman lebih jauh ke dalam peristiwa.
Zentgraaff meninjau segala-galanya (hampir dari semua sisi) suatu
kejadian yang ditemuinya di medan perang Aceh yang besar dan banyak
menghabiskan kas negara Belanda itu. Catatan-catatan Zentgraaff
disatukan menjadi buku dengan judul De Atjeh yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Perang Aceh.
Aceh di abad ke-19, tepatnya sejak awal aneksasi Belanda terhadap
wilayah ini 24 Januari 1873, menjadi daerah yang paling banyak
dibicarakan dalam peta politik internasional saat itu. Kengerian
Belanda terhadap Aceh sama dengan kengerian Amerika terhadap Vietnam
tahun 1960-1975 yang menyebabkan Amerika menyerah sebelum pertempuran
resmi berakhir. Sebagaimana Aceh, Vietnam juga sangat menguras kas
negara Paman Sam pada tahun 1960-an itu.
Catatan bagi banyak penulis Orientalis, ibadah ritual Haji sangat
mengilhami banyak perlawanan umat Islam di negeri-negeri terjejah sejak
terbukanya jalan ke Timur yang dimulai oleh perjalanan sukses Vasco da
Gama dan Colombus melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Hal ini
juga tak terelakkan bagi Cik Pantekulu, (Haji Muhammad Pantekulu) yang
berkenalan dengan Gerakan Wahabi di Tanah Suci di abad ke-18 atau awal
abad ke-19. Selain itu, ia juga berkenalan dengan tokoh kebangkitan
Islam Jamaludin al-Afghani, Sayid Qutb, Sayid Rasyid Ridha, dan lain
sebagainya.
Cik Pantekulu adalah seorang ulama, yang pada waktu berada di Makkah
banyak membaca epos perang di zaman Rasul, antara lain Hikayat
Perjuangan Hasan bin Tsabit, Hikayat Pejuang Khalid Bin Walid
Perjuangan Kaab bin Zubair, Kepemimpinan Umar bin Khaththab, yang
kesemua cerita tersebut tertuang dalam syair-syair berbahasa Arab yang
bercita rasa sastra tinggi dan kehalusan bahasa yang sulit ditandingi
saat itu.
LANJUT KE BAWAH
kesusastraan yang tinggi di wilayah Nusantara. Namun, karena adanya
kemunduran intelektual di wilayah ini setelah pelarangan buku-buku dan
ajaran Ar-Raniri dan Hamzah Fanshuri (abad ke-11 sampai abad ke-14),
Aceh jatuh ke dalam kemunduran intelektual yang parah.
Namun, dalam kurun waktu kira-kira empat abad, ajaran-ajaran Fanshuri
dan Ar-Raniri dapat diwariskan rakyat Aceh dalam wacana sastra lisan
(Oral History). Oral history itu terformat dalam banyak bentuk pola
karya sastra berupa haba (baca: khabar) dan hikayat. Hikayat merupakan
satu bentuk oral history yang paling populer di Aceh dan paling
membangkitkan semangat perjuangan melawan kolonial di Aceh. Lewat
hikayat ini pulalah rakyat Aceh menerima warisan "Martabat Tujuh" dari
ajaran Hamzah Fanshuri dan Ar-Raniri. Ini salah satu dasar yang
mengilhami perjuangan Aceh sampai munculnya hikayat paling terkenal
Hikayat Perang Sabil. Yang dikarang Haji Muhammad Pantekulu. Ia lebih
dikenal dengan panggilan Cik Pantekulu.
Sebelum memulai tulisan ini lebih lanjut, ada baiknya penulis ingin
mengutarakan landasan Kebudayaan Islam yang menopang kehidupan dan
gerak maju umat ini di setiap wilayah (negeri) kaum Muslimin. Penulis
sangat tertarik dengan sebuah judul tulisan Roger Garaudi berjudul
"Segala Seni Membawa Kepada Mesjid dan Segala Mesjid Membawa Kepada
Shalat" dalam bukunya Promeses de l'lslam ('Janji-janji Islam'). 40
tahun lalu, Sidi Gazalba juga pernah menulis judul semacam ini, namun
dalam tinjauan yang berbeda. Dari tulisan Garaudi tersebut, dalam
gambaran kebudayaan Islam, masjid demikian mulia artinya. Dapatlah
dimengerti, mengapa umat Islam Aceh demikian sangat marah tatkala
orang-orang Belanda membakar Masjid Raya Banda Aceh pada tahun pertama
1873 aneksasi Beollanda terhadap Aceh. Setiap orang Aceh yang sadar
arti masjid mengamuk dan menghantam menyerang Belanda dengan sengitnya
di ibu kota Banda Aceh Darus-Salam yang setelah ditaklukkan Belanda
menjadi Kutaraja.
Dalam Islam, kebudayaan (termasuk kesenian) bukanlah tujuan dalam
praktik hidup mereka. Kebudayaan selalu diletakkan di bawah agama. Ini
akan menjadi jelas bila kita ambil pola pembagian kebudayaan oleh
antropolog Barat begitu juga sebagian antropolog Timur seperti
Kuntjaraningrat dan Gazalba. Dalam pebagian sub-sub kebudayaan itu,
agama dijadikan tujuan hidup. Bagi kalangan Muslim, agama sebagai
praktik hidup boleh ditaruh di antara sub-sub kebudayaan, sedangkan
sub-sub kebudayaan harus dilandasi agama sebagai tujuan terakhir.
Dengan bahasa lain, secara makro agama menguasai sub-sub kebudayaan.
Dalam mahkota kebudayaan Islam, selalu tercantum Alquran pada tingkat
tertinggi, Hadis pada tingkat kedua dan Qiyas pada tingkat ketiga. Di
bawah tiga mahkota inilah sub-sub kebudayaan diletakkan, antara lain:
Kehidupan sosial, ekonomi, politik, iptek, filsafat, seni, dan agama.
Ketujuah sub kebudayaan ini mengacu kepada 4 (empat) nilai, antara
lain, nilai historis, nilai estetik, nilai etik, dan nilai makna atau
tujuan akhir. Inilah jawaban dari sebuah pertanyaan dari artikel
seminar Historiografi Karl A. Stenbrink, di IAIN Sunan Kalijaga tahun
1985 yang termaktub "Bagaimana Menentukan Unsur Agama Dalam Kehidupan
Sosial Politik?" (Lihat Muin Umar, Dua Dimensi, Yogyakarta, Mei 1985).
Rasa cinta agama
Mr. S.M. Amin dalam karanganya "Sejenak Meninjau Aceh, Serambi Mekah",
memaparkan bahwa rasa cinta agama dan kemerdekaanlah yang menjiwai
masyarakat Aceh melawan kafir (kaphee) Belanda dalam perangnya melawan
kolonialisme Belanda. (Bunga Rampai Tentang Aceh hal; 46, Bhratara
Jakarta, 1980)
Tidaklah asing jika seorang kopral marsose, seorang veteran Perang
Aceh, H.C. Zentgraaff, yang kemudian menjadi direktur utama surat kabar
berbahasa Belanda terbesar di Hindia Belanda Java Bode melaporkan
tulisan-tulisannya yang sangat fair pandangan matanya tentang
perlawanan dan kepahlawanan rakyat Aceh. Suatu penilaian yang sama
sekali berbeda dengan kebanyakan penulis Belanda yang menaruh atau
melemparkan seluruh sifat jelek dan kebinatangan kepada rakyat Aceh.
Zentgraaff memiliki kekaguman yang luar biasa kepada rakyat Aceh yang
sungguh heroik. Ia menulis bukan berdasar suatu tinjauan selintas
(seketika) sebagaimana kebanyakan wartawan memotret satu kejadian
dengan sekali jepret tanpa pendalaman lebih jauh ke dalam peristiwa.
Zentgraaff meninjau segala-galanya (hampir dari semua sisi) suatu
kejadian yang ditemuinya di medan perang Aceh yang besar dan banyak
menghabiskan kas negara Belanda itu. Catatan-catatan Zentgraaff
disatukan menjadi buku dengan judul De Atjeh yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Perang Aceh.
Aceh di abad ke-19, tepatnya sejak awal aneksasi Belanda terhadap
wilayah ini 24 Januari 1873, menjadi daerah yang paling banyak
dibicarakan dalam peta politik internasional saat itu. Kengerian
Belanda terhadap Aceh sama dengan kengerian Amerika terhadap Vietnam
tahun 1960-1975 yang menyebabkan Amerika menyerah sebelum pertempuran
resmi berakhir. Sebagaimana Aceh, Vietnam juga sangat menguras kas
negara Paman Sam pada tahun 1960-an itu.
Catatan bagi banyak penulis Orientalis, ibadah ritual Haji sangat
mengilhami banyak perlawanan umat Islam di negeri-negeri terjejah sejak
terbukanya jalan ke Timur yang dimulai oleh perjalanan sukses Vasco da
Gama dan Colombus melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Hal ini
juga tak terelakkan bagi Cik Pantekulu, (Haji Muhammad Pantekulu) yang
berkenalan dengan Gerakan Wahabi di Tanah Suci di abad ke-18 atau awal
abad ke-19. Selain itu, ia juga berkenalan dengan tokoh kebangkitan
Islam Jamaludin al-Afghani, Sayid Qutb, Sayid Rasyid Ridha, dan lain
sebagainya.
Cik Pantekulu adalah seorang ulama, yang pada waktu berada di Makkah
banyak membaca epos perang di zaman Rasul, antara lain Hikayat
Perjuangan Hasan bin Tsabit, Hikayat Pejuang Khalid Bin Walid
Perjuangan Kaab bin Zubair, Kepemimpinan Umar bin Khaththab, yang
kesemua cerita tersebut tertuang dalam syair-syair berbahasa Arab yang
bercita rasa sastra tinggi dan kehalusan bahasa yang sulit ditandingi
saat itu.
LANJUT KE BAWAH
Diubah oleh alvings08 06-03-2013 13:07
0
2K
3
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan