Orkes Moral Pancaran Sinar Petromaks (disingkat OM PSP) adalah grup musik dangdut humor asal Indonesia yang popular pada paruh akhir dekade 1970-an, terutama di kalangan mahasiswa. Grup musik ini seringkali tampil bersama-sama dengan Warkop pada masa jayanya. Selain sering memainkan dan memelesetkan lagu-lagu dangdut popular tahun 1960-an dan 1970-an (misalnya Siksa Kubur atau Seia Sekata), mereka juga dikenal dari lagu-lagu yang diciptakan sendiri, seperti Fatime dan Drakula. OM PSP dapat dianggap pelopor dangdut humor, subgenre yang masih disukai hingga sekarang.
Para personel OM PSP diantaranya adalah mahasiswa Universitas Indonesia yang berkampus di Rawamangun, Jakarta. OM PSP yang terdiri atas Ade Anwar, Monos, Omen, Rizali Indrakesumah, Dindin, Aditya, Andra Ramadan Muluk, James R Lapian serta bintang tamu Edwin Hudioro

Kepopuleran mereka diperkuat setelah kerap tampil bersama Warkop dalam program Warung Kopi di Radio Prambors, yang pada saat itu sangat disukai kalangan remaja dan mahasiswa Jakarta. Debut mereka pertamakali tampil di TVRI pada peringatan ulang-tahun TVRI pada tahun 1978. Setelah itu, mereka tampil dalam beberapa film yang juga lumayan sukses di pasaran. Hanya saja, kekuatan mereka adalah pada aransemen musik yang khas dan celotehan lirik lagu yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat. Ketika mereka memplesetkan lagu rakyat Skotlandia My Bonnie dengan irama Melayu, sangat jelas kelihatan proses kreatifnya yang amat tinggi, begitu pula saat mereka menyanyikan salah-satu lagu hits kelompok musik The Beatles (Can't Buy Me Love). Proses kreatif itu yang menjadikan karya-karya mereka sulit ditandingi oleh grup-grup serupa yang muncul pada kurun tahun belakangan.
Dalam penampilannya di layar kaca TVRI pada tahun 1978 itu, PSP manggung bersama Dono, Kasino, Indro (Warkop) dan Nanu. Nanu inilah yang dikenal karena lagu Cubit-Cubitan-nya yang berlogat Batak, padahal Nanu berasal dari Jawa Tengah. Munculnya, grup OM PSP ini akan sangat bagus jika dikontekstualisasikan pada zaman ketika pergerakan mahasiswa 77/78 memperoleh momentumnya. Pada saat itu, gerakan mahasiswa sedang gencar mengkritik berbagai ketimpangan sosial. Rojali, salah-satu personel grup PSP berhasil dengan bagus memotret ketimpangan itu dalam lagu Duta Merlin. Lagu yang ringan, yang menunjukkan kesenjangan sosial dan dimulainya era kapitalisasi spasio-stemporal di Jakarta pada lokasi-lokasi tertentu.

Ini sedikit cerita mengenai sejarah berdirinya PSP. Wkt itu th 78 ceritanya mahasiswa di Indonesia mau menggulingkan bapake Suharto. Tp caranya rada2 bego dibanding mhsw th 98 itu loch. Jadi kita pake cara mogok kuliah. Hampir 6 bulan lbh kita gak sekolah, semua universitas negeri TUTUP.
Akhirnya ITB di berondong ama tentara. Banyak yg mati alias gugur. Terus kita di UI digerebeg ampir tiap malem. Akhirnya krn gak ada kerjaan kita maen musik. Wkt itu lagi gilanya FolkSong. Lama2 krn cape maen musik tiap malem, kita suka dengerin dangdut yg diputer penjaga malem di kampus. Dari sebel bgt dengerin tuh musik tang-taung-tang-tung ampe akhirnya jatoh cinta. yah tresno jalaran soko kulino kata orang Jawa.

Akhirnya atas prakarsa Mas Kasino, Mas Dono dan Nanoe (semua dah almarhum) kita bikin musik dangdut. Karena gak bisa protes ama Suharto yang panjang umur itu, kita protes lewat musik. Musik bener di acak2. Trus karena jasa almarhum Om MUS MUALIM (suaminya tante TITIK PUSPA yg cantik itu) kita bisa muncul di ulang tahun Dwi Windu TVRI. Padahal waktu itu TVRI sangat MENGHARAMKAN musik dangdut. Oma Irama sendiri ampe frustasi gak bisa nongol di tv. Tapi dia tidak protes ke Suharto malahan ngawinin banyak perempuan cantik... eh ngawur nih...

Nah, dari stiulah PSP mulai meledak. Diminta manggung disana sini. Saking ngetopnya, wkt kita maen di Cirebon bersama Rollies, Bang Gito yang lagi kondang malahan disangka Rojali hehehe.... dia sebel banget. Dia ampe teriak2 eh Rojali itu jelek, kalo gue cakepan hehehe.... Bang Ustad Gito mungkin masih inget peristiwa itu.

Satu tambahan lagi, selain Rojali, Ade, Monos dan Omen masih ada anggota PSP lain yang TIDAK BISA MAIN MUSIK MAUPUN MENYANYI mereka itu adalah James, Adit, Dindin dan Gue Sendiri. Kita bisa jadi artis karena keberuntungan dari TUHAN YME doang. Karena bergaul ama pemusik lantas lagi nyanyi2 masing2 ambil gendang, gitar, kecimpring dan marakas. Klo si James rada lumayan bisa maen gitar sedikit. Saya sendiri bisa maen piano kalo ke rumah cewek cantik yg gak ngerti musik. Buat modal ngerayu. Akhirnya kita yang bukan pemusik ini bisa jadi anggota PSP. Bego ya?

Akhirnya karena si Ade itu aslinya penyanyi dan pemain drum Band The Crabs ya dia pegang gendang. Lalu karena kasian ama si Adit yg gak bisa musik, dia juga disuruh pegang gendang. Akhirnya di PSP itu satu2nya grup dangdut yg pake Double Drum alias Duo Gendang. Dindin pegang Kecimprin, James nge-bass dan gue sendiri Marakas. Sampe si Jali pernah ngomong bahwa gue dan Dindin adalah pemain perkusi yang honornya paling mahal di dunia. Sebab sama banyak dg honor lead vocal. hehe...