- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kisah Curang RS Luar Negeri di Indonesia
TS
luckymiftah
Kisah Curang RS Luar Negeri di Indonesia
Tadi siang ane baru buka twitter ane gan, kebetulan ane Dokter dan mem-folow sejawat2 dokter lain. Di salah satu hashtag nya, ada dokter yang gw follow menceritakan kisahnya tentang kecurangan RS luar negeri terhadap orang2 Indonesia (terutama orang2 yg berduit) dalam #kisah di page-nya @pukovisa...Berikut kisahnya gan, tapi dah ane edit sehingga lebih mudah dimengerti gan:
Mau berbagi pengalaman.3 hari yang lalu saya diminta seorang keluarga kaya untuk periksa seorang nenek dengan katanya penurunan kesadaran & refleks pupil menurun (biasanya kalo refleks pupil menurun, ada kerusakan di daerah batang otak gan dan lumayan fatal kalo dibiarkan)...
Keterangan itu saya peroleh dari dokter kepercayaan keluarga tersebut.Sampai di rumah, sebelum periksa pasien, saya baca clinical summary (rekam medis) dari dokter Rumah Sakit M. E. Singapura.
Pasien lansia ini banyak masalah medisnya.Salah satunya tertulis diagnosa demensia vaskuler. Demensia sejatinya bukan sembarang diagnosis. Demensia adalah diagnosis yang menyatakan proses pikir (kognitif) pasien demikian buruk sehingga menganggu aktivitas sehari-hari, juga secara umum ireversibel (tidak bisa disembuhkan). Sekali diagnosis demensia dibuat, ga mungkin pasien kognitifnya membaik drastis. Semua jurnal kedokteran menyatakan yang bisa dilakukan pada penderita demensia hanya pelihara proses kognitif yang masih ada, cegah tambah turun. Nah, jadi saya bersiap2 deh, yang saya hadapi adalah pasien demensia, juga dengan penurunan kesadaran.
Betapa kaget saya, saat saya periksa, sang nenek jelas sadar penuh & fungsi memorinya terjaga. Saya tambah kaget, karena masalah pembuluh darah nenek banyak, juga kakinya trasa dingin + bengkak sejak lama. Menjadi prosedur standar untuk pasien seperti nenek ditensi minimal 2 kali (lengan kanan-kiri sama 1 kaki yang bengkak), cek ABI (Ankle Brachial Index). Saya lakukan itu, dan keluarga kaget karena nenek seumur2 gak pernah ditensi seperti itu. Saya tanyakan, "Dokter kardiolog Singapur juga ga ngerjain?" Mereka jawab "iya"
Selama ini nenek dikenal tensinya naik-turun, sistol-nya kadang 160-170, kadang 130-140. Hehe ternyata faktanya tensi lengan kanan 160, yang kiri 140. Ya bisa saja naik turun, tapi bisa saja karena yang ditensi gak konsisten. Dan beda tensi lengan kanan-kiri dalam range tertentu pada pasien seperti ini punya makna besar.
Yaitu "subclavian steal syndrome" yang saya curigai dari pemeriksaan fisik ada kearah sana. ABI juga <1 sehingga dicurigai ada sumbatan pembuluh darah kaki. Ya terang aja ga kedeteksi karena ga diperiksa tim dokter Singapur yg didewain orang2 kaya Indo, rela bayar mahal (tarif konsul mereka rata2 8-10x nya dokter Indonesia). Juga diagnosis demensia yg amat sembrono dibuat dokter disana membuat saya makin geleng2. Ciyus kalo tu dokter ambil PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) di FKUI udah ga lulus.

Jadi inget dulu sempat heboh diagnosis demensia dari dokter Singapur pada salah satu tersangka, yang jadi tameng tersangka di pengadilan untuk bilang lupa.
Saya juga temukan diagnosis fibromyalgia (nyeri otot) pada nenek. sebenernya diagnosis ini simpel, murni berdasarkn pemeriksaan fisik tapi harus teliti memang. Saya baca lagi di clinical summary ternyata nyeri2 kronik fibromyalgia tersebut didiagnosis tim Singapur sebagai poliartritis (nyeri daerah persendian) .Sebenernya ya jelas beda sehingga pasien dikasi NSAID (obat anti-inflamasi non-steroid) terus.Konsisten sih sama diagnosis yang dibuat, tapi ya wajar keluhan ga berkurang secara bermakna karena ini fibromyalgia, obatnya bukan NSAID...
Saya memang temukan ada tanda kemungkinan pada nenek ada stroke iskemik, baru hari ke-2, sehingga saya jelasin perlu segera di CT-Scan & rawat inap. Saya jelasin tentang penyakitnya dan keluarga setuju rawat inap. Perlu sesegera mungkin, karena untuk stroke: "time is brain", Makin cepet ditangani makin banyak sel-sel otak yang diselamatkan.
Tapi saya nemuin fakta lain yang menarik. Si dokter kepercayaan keluarga itu ngotot supaya di Singapura aja, balik ke Rumah Sakit M.E.. Oke itu keputusan keluarga lah, hak mereka. Saya sempat anjurin agar di CT-scan dulu, di-infus plus di terapi awal di sini dulu aja."dokter keluarga" itu ngotot minta di Singapur aja, toh penerbangannya ga lama.
Saya si tenang aja, santai. Trus saya ajak ngobrol2 si "dokter keluarga" itu. Dia masih aktif sebagai dokter maskapai Singingapura. Jelas ini konflik kepentingan.
Saya ngobrol2 juga, katanya nanti smua biaya si nenek all-in ditanggung perusahaan anaknya. Kasian juga ya tu perusahaan hehe...
Tentang permainan bisnis kesehatan Singapura, plus sekarang Penang juga, saya sudah tau hal ini, banyak rumornya, tapi baru kali ini saya saksikan sendiri. Rumah Sakit-rumah sakit di Singapura nanem "agen" di Indoneisa yang tugasnya narik2 orang kaya untuk ksana. Carany "soft selling" dengan gosip ala ibu2 sampe dengan lobi2 ke HRD. Konon begitu cara marketing mereka. Karena 55% bed RS Singapura konon dihuni WNI kaya. Kalo WNI kaya percaya dengan dokter dan RS di Indonesia, bisnis kesehatan Singapura bisa tutup.
Maka amit2 bagi mereka jangan sampe WNI kaya percaya dengan dokter dan RS di Indonesia. Hehe lucu aja "dokter keluarga" itu lebih ngotot dari kluarganya sndiri. Mungkin doi malu ketauan fakta2 medis si nenek yang saya jelas temuin di hadapan mereka.
Sebenernya bisa ditarik banyak kesimpulan lain, tapi biarlah twips yang nyimpulin sendiri hehe. Sekian dulu #kisah dinanti komen2nya
Nah sebenernya, dokter gak boleh memaksa pasien untuk "berobat di sini", ato "berobat di situ" kecuali emang kalo tempat tersebut memang Rumah Sakit rujukan gan. Makanya berasarkan cerita di atas, dokter keluarga itu melakukan pelanggaran karena adanya konflik kepentingan yang menguntungkan dokter keluarga itu...Kalo menurut kaidah dasar hukum kedokteran Indonesia, dokter tersebut melanggar "otonomi" pasien, dimana pasien berhak memilih yang terbaik buat dirinya berdasarkan informasi dari dokter...
Sekian dari ane gan...Ane gak bermaksud
, tapi ini kisah nyata gan...
Mau berbagi pengalaman.3 hari yang lalu saya diminta seorang keluarga kaya untuk periksa seorang nenek dengan katanya penurunan kesadaran & refleks pupil menurun (biasanya kalo refleks pupil menurun, ada kerusakan di daerah batang otak gan dan lumayan fatal kalo dibiarkan)...
Keterangan itu saya peroleh dari dokter kepercayaan keluarga tersebut.Sampai di rumah, sebelum periksa pasien, saya baca clinical summary (rekam medis) dari dokter Rumah Sakit M. E. Singapura.
Pasien lansia ini banyak masalah medisnya.Salah satunya tertulis diagnosa demensia vaskuler. Demensia sejatinya bukan sembarang diagnosis. Demensia adalah diagnosis yang menyatakan proses pikir (kognitif) pasien demikian buruk sehingga menganggu aktivitas sehari-hari, juga secara umum ireversibel (tidak bisa disembuhkan). Sekali diagnosis demensia dibuat, ga mungkin pasien kognitifnya membaik drastis. Semua jurnal kedokteran menyatakan yang bisa dilakukan pada penderita demensia hanya pelihara proses kognitif yang masih ada, cegah tambah turun. Nah, jadi saya bersiap2 deh, yang saya hadapi adalah pasien demensia, juga dengan penurunan kesadaran.
Betapa kaget saya, saat saya periksa, sang nenek jelas sadar penuh & fungsi memorinya terjaga. Saya tambah kaget, karena masalah pembuluh darah nenek banyak, juga kakinya trasa dingin + bengkak sejak lama. Menjadi prosedur standar untuk pasien seperti nenek ditensi minimal 2 kali (lengan kanan-kiri sama 1 kaki yang bengkak), cek ABI (Ankle Brachial Index). Saya lakukan itu, dan keluarga kaget karena nenek seumur2 gak pernah ditensi seperti itu. Saya tanyakan, "Dokter kardiolog Singapur juga ga ngerjain?" Mereka jawab "iya"

Selama ini nenek dikenal tensinya naik-turun, sistol-nya kadang 160-170, kadang 130-140. Hehe ternyata faktanya tensi lengan kanan 160, yang kiri 140. Ya bisa saja naik turun, tapi bisa saja karena yang ditensi gak konsisten. Dan beda tensi lengan kanan-kiri dalam range tertentu pada pasien seperti ini punya makna besar.
Yaitu "subclavian steal syndrome" yang saya curigai dari pemeriksaan fisik ada kearah sana. ABI juga <1 sehingga dicurigai ada sumbatan pembuluh darah kaki. Ya terang aja ga kedeteksi karena ga diperiksa tim dokter Singapur yg didewain orang2 kaya Indo, rela bayar mahal (tarif konsul mereka rata2 8-10x nya dokter Indonesia). Juga diagnosis demensia yg amat sembrono dibuat dokter disana membuat saya makin geleng2. Ciyus kalo tu dokter ambil PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) di FKUI udah ga lulus.


Jadi inget dulu sempat heboh diagnosis demensia dari dokter Singapur pada salah satu tersangka, yang jadi tameng tersangka di pengadilan untuk bilang lupa.

Saya juga temukan diagnosis fibromyalgia (nyeri otot) pada nenek. sebenernya diagnosis ini simpel, murni berdasarkn pemeriksaan fisik tapi harus teliti memang. Saya baca lagi di clinical summary ternyata nyeri2 kronik fibromyalgia tersebut didiagnosis tim Singapur sebagai poliartritis (nyeri daerah persendian) .Sebenernya ya jelas beda sehingga pasien dikasi NSAID (obat anti-inflamasi non-steroid) terus.Konsisten sih sama diagnosis yang dibuat, tapi ya wajar keluhan ga berkurang secara bermakna karena ini fibromyalgia, obatnya bukan NSAID...

Saya memang temukan ada tanda kemungkinan pada nenek ada stroke iskemik, baru hari ke-2, sehingga saya jelasin perlu segera di CT-Scan & rawat inap. Saya jelasin tentang penyakitnya dan keluarga setuju rawat inap. Perlu sesegera mungkin, karena untuk stroke: "time is brain", Makin cepet ditangani makin banyak sel-sel otak yang diselamatkan.

Tapi saya nemuin fakta lain yang menarik. Si dokter kepercayaan keluarga itu ngotot supaya di Singapura aja, balik ke Rumah Sakit M.E.. Oke itu keputusan keluarga lah, hak mereka. Saya sempat anjurin agar di CT-scan dulu, di-infus plus di terapi awal di sini dulu aja."dokter keluarga" itu ngotot minta di Singapur aja, toh penerbangannya ga lama.

Saya si tenang aja, santai. Trus saya ajak ngobrol2 si "dokter keluarga" itu. Dia masih aktif sebagai dokter maskapai Singingapura. Jelas ini konflik kepentingan.
Saya ngobrol2 juga, katanya nanti smua biaya si nenek all-in ditanggung perusahaan anaknya. Kasian juga ya tu perusahaan hehe...
Tentang permainan bisnis kesehatan Singapura, plus sekarang Penang juga, saya sudah tau hal ini, banyak rumornya, tapi baru kali ini saya saksikan sendiri. Rumah Sakit-rumah sakit di Singapura nanem "agen" di Indoneisa yang tugasnya narik2 orang kaya untuk ksana. Carany "soft selling" dengan gosip ala ibu2 sampe dengan lobi2 ke HRD. Konon begitu cara marketing mereka. Karena 55% bed RS Singapura konon dihuni WNI kaya. Kalo WNI kaya percaya dengan dokter dan RS di Indonesia, bisnis kesehatan Singapura bisa tutup.
Maka amit2 bagi mereka jangan sampe WNI kaya percaya dengan dokter dan RS di Indonesia. Hehe lucu aja "dokter keluarga" itu lebih ngotot dari kluarganya sndiri. Mungkin doi malu ketauan fakta2 medis si nenek yang saya jelas temuin di hadapan mereka.
Sebenernya bisa ditarik banyak kesimpulan lain, tapi biarlah twips yang nyimpulin sendiri hehe. Sekian dulu #kisah dinanti komen2nya

Nah sebenernya, dokter gak boleh memaksa pasien untuk "berobat di sini", ato "berobat di situ" kecuali emang kalo tempat tersebut memang Rumah Sakit rujukan gan. Makanya berasarkan cerita di atas, dokter keluarga itu melakukan pelanggaran karena adanya konflik kepentingan yang menguntungkan dokter keluarga itu...Kalo menurut kaidah dasar hukum kedokteran Indonesia, dokter tersebut melanggar "otonomi" pasien, dimana pasien berhak memilih yang terbaik buat dirinya berdasarkan informasi dari dokter...
Sekian dari ane gan...Ane gak bermaksud
, tapi ini kisah nyata gan...0
1.5K
4
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan