- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Akademisi: koruptor lebih memilih dipenjara daripada kembalikan kerugian negara


TS
kolong61
Akademisi: koruptor lebih memilih dipenjara daripada kembalikan kerugian negara
Quote:
Bandarlampung (ANTARA News) -
Akademisi Universitas Lampung, Dr
Wahyu Sasongko SH MH, menilai
terpidana korupsi lebih memilih
dipenjara daripada harus
mengembalikan kerugian negara.
Akibat dakwaan jaksa tidak tajam,
dengan tidak menyebutkan pasal
pencucian uang, sehingga terpidana
akan lebih memilih dipenjara daripada
harus mengembalikan uang hasil
korupsinya, kata Wahyu, pada diskusi
publik di kantor LBH di
Bandarlampung, Rabu.
Dia mengemukakan, perilaku
terpidana itu tidak lepas dari jaksa
yang kurang tajam dalam menyusun
dakwaan, dan negara juga dinilai
sudah tidak konsisten dalam
penegakan hukum terkait
penanganan tindak pidana korupsi.
Dalam diskusi yang digagas oleh LBH
Bandarlampung dan BEM Universitas
Lampung (Unila) itu, doktor yang
dosen pascasarjana Fakultas Hukum
Unila itu menjelaskan, dalam
beberapa perkara di Lampung seperti
kasus korupsi mantan Bupati
Lampung Tengah Andy Achmad
Sampurnajaya, Komisaris Utama BPR
Tripanca Setiadana Sugiharto alias
Alay, dan mantan Bupati Lampung
Timur Satono, jaksa kurang tajam
dalam menyusun dakwaan karena
hanya mendakwa dengan pasal-pasal
korupsi.
"Dalam kasus yang menjadi polemik
dan menyita perhatian masyarakat itu,
jaksa kurang tajam menyusun
dakwaan karena hanya berdasarkan
pada UU tindak pidana korupsi saja
padahal kita punya UU Tindak Pidana
Pencucian Uang," kata dia pula.
Wahyu mengemukakan, dalam Pasal
18 ayat 1 huruf b UU No 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagai dasar hukum
ganti rugi pidana, uang pengganti
tidak tergambar uraiannya dalam
surat dakwaan, sehingga tak
mendasarkan pembuktiannya di
persidangan dan otomatis juga dalam
surat tuntutan.
Dalam dialog ini, Perwakilan
Koordinator Tindak Pidana Khusus
(Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Lampung B Purba mengatakan, fungsi
kejaksaan tidak bisa mengartikan
secara apa adanya, dan ketika
keputusan sudah mempunyai
kekuatan hukum tetap tidak langsung
bisa eksekusi karena harus diuji dulu.
Dia menjelaskan, instrumennya
berdasarkan hukum perdata dan tata
usaha negara (datun) supaya jelas jika
aset itu miliknya.
Menurut dia, paling penting adalah
menguubah cara berpikir bagaimana
menyita aset pelaku korupsi untuk
negara.
"Berdasarkan UU TPPU saya kira itu
yang paling jelas dengan pembuktian
terbalik. Kalau tidak dapat dibuktikan,
artinya patut kita duga itu hasil
kejahatan," kata dia lagi.
Menurut dia, pemaksaan eksekusi
pada objek yang tidak jelas
mengakibatkan terpidana merasa
dihukum dua kali, apabila hartanya
yang bukan berasal dari tindak pidana
korupsi diambil oleh jaksa eksekutor.
"Jika tetap dipaksakan, bisa berpotensi
sebagai perbuatan melawan hukum
oleh penguasa. Terpidana pun dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan
hukum perdata tersebut," ujar dia.
Ia menjelaskan, berbicara subsider
artinya alternatif hukuman setinggi-
tingginya dari hukuman pokok.
"Tapi itu menyiksa namanya, sehingga
harus dilihat juga ukuran hukumannya
layak atau tidak," kata dia.
Akademisi Universitas Lampung, Dr
Wahyu Sasongko SH MH, menilai
terpidana korupsi lebih memilih
dipenjara daripada harus
mengembalikan kerugian negara.
Akibat dakwaan jaksa tidak tajam,
dengan tidak menyebutkan pasal
pencucian uang, sehingga terpidana
akan lebih memilih dipenjara daripada
harus mengembalikan uang hasil
korupsinya, kata Wahyu, pada diskusi
publik di kantor LBH di
Bandarlampung, Rabu.
Dia mengemukakan, perilaku
terpidana itu tidak lepas dari jaksa
yang kurang tajam dalam menyusun
dakwaan, dan negara juga dinilai
sudah tidak konsisten dalam
penegakan hukum terkait
penanganan tindak pidana korupsi.
Dalam diskusi yang digagas oleh LBH
Bandarlampung dan BEM Universitas
Lampung (Unila) itu, doktor yang
dosen pascasarjana Fakultas Hukum
Unila itu menjelaskan, dalam
beberapa perkara di Lampung seperti
kasus korupsi mantan Bupati
Lampung Tengah Andy Achmad
Sampurnajaya, Komisaris Utama BPR
Tripanca Setiadana Sugiharto alias
Alay, dan mantan Bupati Lampung
Timur Satono, jaksa kurang tajam
dalam menyusun dakwaan karena
hanya mendakwa dengan pasal-pasal
korupsi.
"Dalam kasus yang menjadi polemik
dan menyita perhatian masyarakat itu,
jaksa kurang tajam menyusun
dakwaan karena hanya berdasarkan
pada UU tindak pidana korupsi saja
padahal kita punya UU Tindak Pidana
Pencucian Uang," kata dia pula.
Wahyu mengemukakan, dalam Pasal
18 ayat 1 huruf b UU No 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagai dasar hukum
ganti rugi pidana, uang pengganti
tidak tergambar uraiannya dalam
surat dakwaan, sehingga tak
mendasarkan pembuktiannya di
persidangan dan otomatis juga dalam
surat tuntutan.
Dalam dialog ini, Perwakilan
Koordinator Tindak Pidana Khusus
(Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Lampung B Purba mengatakan, fungsi
kejaksaan tidak bisa mengartikan
secara apa adanya, dan ketika
keputusan sudah mempunyai
kekuatan hukum tetap tidak langsung
bisa eksekusi karena harus diuji dulu.
Dia menjelaskan, instrumennya
berdasarkan hukum perdata dan tata
usaha negara (datun) supaya jelas jika
aset itu miliknya.
Menurut dia, paling penting adalah
menguubah cara berpikir bagaimana
menyita aset pelaku korupsi untuk
negara.
"Berdasarkan UU TPPU saya kira itu
yang paling jelas dengan pembuktian
terbalik. Kalau tidak dapat dibuktikan,
artinya patut kita duga itu hasil
kejahatan," kata dia lagi.
Menurut dia, pemaksaan eksekusi
pada objek yang tidak jelas
mengakibatkan terpidana merasa
dihukum dua kali, apabila hartanya
yang bukan berasal dari tindak pidana
korupsi diambil oleh jaksa eksekutor.
"Jika tetap dipaksakan, bisa berpotensi
sebagai perbuatan melawan hukum
oleh penguasa. Terpidana pun dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan
hukum perdata tersebut," ujar dia.
Ia menjelaskan, berbicara subsider
artinya alternatif hukuman setinggi-
tingginya dari hukuman pokok.
"Tapi itu menyiksa namanya, sehingga
harus dilihat juga ukuran hukumannya
layak atau tidak," kata dia.
http://m.antaranews.com/berita/36074...erugian-negara
hukum mati koruptor dan rampas hasil dari koruptor
Diubah oleh kolong61 28-02-2013 02:32
0
2.4K
Kutip
31
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan