JAKARTA, KOMPAS.com — Legenda sepak bola Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto, mengaku ragu konflik bakal berakhir meskipun ada rencana menggelar Kongres PSSI pada 17 Maret mendatang.

"Jujur, saya pribadi miris dengan keadaan sepak bola kita. Saya juga tidak tahu bagaimana cara penyelesaiannya. Bahkan, terbayang pun tidak karena sepertinya ini sudah bukan murni sepak bola," jelas Kurniawan melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (17/2/2013).

Diberitakan sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo meminta PSSI menggelar kongres yang mengagendakan penyatuan dua liga, revisi statuta PSSI, pengembalian empat pejabat Komite Eksekutif yang dipecat, termasuk La Nyalla Mattalitti, dan pelaksanaan kongres berdasarkan daftar peserta Kongres Luar Biasa (KLB) di Solo pada Juli 2011 sesuai kesepakatan yang ditandatangani pada 7 Juni 2012.

Usaha perbaikan serupa pernah diterapkan sebelumnya. Nyatanya, PSSI dan KPSI malah menggelar kongres terpisah. Padahal, sesuai MoU, kedua belah pihak seharusnya menggelar satu kongres.

"Seperti yang sudah-sudah, tidak selesai-selesai meski ada JC (Join Committee) dan Task Force," ungkap Kurniawan.

"Kami menginginkan sepak bola yang sehat dan benar-benar fair tanpa embel-embel kepentingan suatu golongan. Kalau semua berharap untuk profesional, semua komponen sepak bola juga harus profesional. Jangan cuman menuntut pemain saja yang profesional, tapi manajemen, pengurus, dan pengelolaan klub malah tidak profesional," beber pemain jebolan Primavera tersebut.

"Apakah mereka sudah jujur sama hatinya untuk murni memajukan sepak bola nasional? Kami di APPI (Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia) dan pemain lainnya selalu menginginkan pemain untuk satu suara. Begitu juga dengan suporter. Karena pemain itu elemen yang paling penting, tapi ya kami akui banyak pemain-pemain kita yang penakut. Mereka berani di belakang, tapi tidak berani action."

"Masih banyak yang takut dengan ancaman dari manajemen klub yang takut tidak makan kalau bersuara. Padahal, mereka kan menuntut hak mereka setelah melakukan kewajiban, bukan pengemis," tutur pemain berusia 36 tahun tersebut.

Editor : Tjatur Wiharyo

"Kami menginginkan sepak bola yang sehat dan benar-benar fair tanpa embel-embel kepentingan suatu golongan. Kalau semua berharap untuk profesional, semua komponen sepak bola juga harus profesional. Jangan cuman menuntut pemain saja yang profesional, tapi manajemen, pengurus, dan pengelolaan klub malah tidak profesional," beber pemain jebolan Primavera tersebut.