- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengabadikan Aura Magis Di Negeri Para Dewa


TS
SandiFernando87
Mengabadikan Aura Magis Di Negeri Para Dewa
Quote:
Assalamua'alaikum wr wb 






Quote:
Sebelumnya 

jika berkenan Harap memberi
ane gak nerima 

Spoiler for Berharap:

jika berkenan Harap memberi





Spoiler for Bukti No Repost:
Quote:

INI kali pertama saya menginjak tanah para dewata. Libur lima hari di sana bersama keluarga adalah momen yang bagi saya menakjubkan. Entah karena saya baru pertama kali ke sana dan masih antusias begitu menemukan hal-hal baru? Bisa jadi. Yang jelas, cuaca saat musim libur bulan Juli 2012 itu sangat bagus. Angin bertiup sejuk dan matahari begitu ramah bersinar. Tak panas menyengat. Ini cuaca yang sangat mendukung untuk menikmati hari-hari di sana.
Rencana liburan kali ini memang dipaskan dengan agenda acara suami yang dilaksanakan di sana. Jauh-jauh hari kami sudah mempersiapkan segala hal yang diperlukan, termasuk tiket, akomodasi dan transportasi selama berada di sana. Maklum saja, bulan Juli adalah peak season dimana harga-harga yang berkaitan dengan liburan akan meroket, terutama tiket pesawat.

Saya sendiri mempersiapkan diri dengan kemampuan fotografi. Antara sengaja dan tidak sengaja, sekira bulan Maret atau April, saya bergabung di komunitas Kampret (Kompasianer Hobi Jepret). Awalnya memang karena saya menyukai karya fotografi. Ingin sekali rasanya bisa memotret objek, terutama pemandangan alam dengan kemampuan yang lebih dari biasanya. Saya pun berpikir, pas sekali kalau saya bergabung saat saya akan berlibur ke salah satu tempat wisata impian. Jadi saya bisa “mencuri” ilmu fotografi dari para suhu Kampret, meski tetap saja kemampuan saya masih bisa dikatakan biasa-biasa saja. Hehehe…

Tapi setidaknya saya mulai paham tentang komposisi, bukaan lensa, ISO, angle, exposure, atau istilah-istilah lain yang perlu diketahui untuk menghasilkan foto yang bagus. Dengan sedikit ilmu itu, saya pun merasa cukup mantap dan percaya diri untuk memegang kamera DSLR. Inilah saatnya memanfaatkan kamera itu sesuai dengan fungsinya setelah lama hanya tersimpan rapi di lemari.
Waktu lima hari memang tidak cukup untuk menjelajahi keseluruhan destinasi wisata yang ada di Bali. Selama di sana, kami hanya berkesempatan menikmati matahari terbit di Nusa Dua, menyambut malam di Pantai Kuta, berjalan-jalan di Legian, memacu adrenalin dengan water sport di Tanjung Benoa, mengunjungi penangkaran penyu di Pulau Penyu (Turtle Island), makan malam diiringi deru ombak di Jimbaran, dan menikmati senja yang syahdu di Pura Uluwatu.

Kami tak sempat mengunjungi Bedugul, Ubud, Kintamani, Tanah Lot dan beberapa tujuan lain karena keterbatasan waktu. Lagipula, Bali saat musim liburan begitu sedang padat-padatnya dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara. Jalanan ramai, hingga pada saat-saat tertentu mengalami kemacetan. Termasuk saat kami mengunjungi Pura Uluwatu.
Jalan yang tak terlalu lebar menuju Pura Uluwatu sore itu dipenuhi kendaraan yang bergerak merayap. Semuanya berjalan lambat demi satu tujuan; menikmati surya tenggelam dari lokasi ketinggian. Kami sampai pukul 18.00 WITA. Sunset tengah berlangsung. Orang-orang telah ramai di lokasi sekitar pura. Sebelum masuk, kami membayar tiket sebesar Rp 15.000,-/orang. Karena mengunjungi pura, seluruh pengunjung pun diwajibkan mengenakan selembar kain yang telah disediakan di satu wadah besar yang berisi ratusan lembar kain berbahan satin warna warni maupun bercorak catur Bali. Macamnya ada dua. Untuk yang memakai celana -apalagi celana pendek- harus memakai kain lebar yang diikat kain berukuran panjang menutupi bawahan. Untuk yang mengenakan rok atau celana panjang seperti saya, cukup mengikatkan selembar kecil kain panjang itu di pinggang.

Tak lupa membaca terlebih dahulu petunjuk yang ada di dekat pintu masuk. Salah satunya, pengunjung diharapkan berhati-hati dalam membawa barang, terutama tas, kacamata, perhiasan dan kamera. hal ini untuk menghindari “keisengan” monyet-monyet di kawasan dalam pura yang gemar menarik-narik sesuatu yang menjuntai atau apapun yang mencuri perhatiannya. Maka sebelum masuk, saya pun menggenggam erat semua atribut yang kira-kira menarik perhatian para monyet itu, terutama tas dan kamera.
Cukup jauh berjalan untuk dapat melihat sunset. Jalan menanjak dan beberapa undakan membuat nafas ngos-ngosan juga. Tak cukup waktu untuk naik lagi sampai ke pura di ujung tebing sana. Orang-orang ramai sekali. Berebutan posisi untuk memotret matahari yang hampir tenggelam sepenuhnya. Buru-buru saya dan suami memotret pemandangan senja yang menakjubkan itu. Ah, hampir saja terlambat. Setidaknya saya mendapat gambaran sunset di saat-saat terakhir, meski sudah terlambat untuk memotret bulatan mataharinya. Tak apalah. Daripada tiga orang perempuan bule di sebelah saya yang baru datang setelah warna oranye langit hampir memudar. Dari percakapan mereka, tergambar jelas kekecewaan karena keburu ditinggal tenggelam matahari.

Ombak berdebur riuh. Malam sudah menjelang meski masih tampak biru muda. Lampu-lampu bersinar temaram. Tiba-tiba terbersit ide dari adik ipar saya yang ingin menonton tari kecak.
“Kalau nggak sekarang, kapan lagi?”
Ya..ya..kalau tidak sekarang, kapan lagi? Ke Bali, terutama ke Pura Uluwatu, belum tentu bisa dikunjungi kalaupun ke Bali lagi kapan-kapan. Tak semua anggota keluarga yang berminat menonton. Hanya saya dan dua orang adik ipar saya. Suami saya memilih untuk berjalan-jalan di sekitar kawasan itu saja. Saya pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Inilah saatnya saya melatih pemotretan objek bergerak di momen yang menarik.

Keputusan cepat pun diambil. Meski pertunjukan sudah berjalan setengan durasi, kami tetap berniat nonton. Setelah membayar tiket per orang sebesar Rp 70.000,- kami pun setengah berlari berjalan ke atas, ke arah selatan. Kami harus melewati orang-orang yang masih berkerumun di sisi tebing. Sesampainya di tempat pertunjukan yang berbentuk stadion mini itu, kami sempat kecewa. Tak ada lagi tempat, bahkan untuk menengok dari celah sempit. Tempat itu telah penuh seluruhnya.
Tapi masih ada harapan ternyata. Tiba-tiba seseorang menyuruh kami ke pintu gapuranya. Di situ katanya masih ada tempat meski hanya untuk berdiri. Segera saja kami ke sana. Benar, masih ada tempat berdiri untuk kami bertiga. Cukup sempit, karena itu sekaligus pintu masuk dan keluar para pemain pertunjukan. Tapi memang dasar rezeki. Tiga orang penonton bangkit dari duduknya dan meninggalkan kursinya di sebelah pintu masuk dalam keadaan kosong. Pas sekali. Tak menunggu komando, kami pun segera mengambil posisi duduk di situ.

Nah, posisi saya sekarang sangat memungkinkan untuk mengambil foto dengan tenang, meski hanya bisa mengambil gambar dari angle yang sama. Dengan gaya fotografer amatiran, saya mulai sibuk menjeprat jepret penari kecak di tengah-tengah itu dalam berbagai posisi. Sebisa mungkin saya aplikasikan apa yang saya tahu tentang kamera setelah berguru sejenak di Kampret. Semua mode saya coba untuk menghasilkan foto-foto terbaik. Untunglah penerangan cukup untuk menangkap momen-momen magis di depan saya itu. Meski temaram, tapi justru di situlah letak keindahannya. Kesan magis sangat terasa, apalagi saat suara-suara dari para penari menggaung ke udara.
Setelah beberapa gerakan serentak “cak” yang menghipnotis itu, tungku api yang sejak tadi berada di tengah-tengah penari pun dibawa keluar. Menyusul kemudian dua penari Bali jelita yang masuk pentas dan langsung menjadi pusat perhatian karena keelokan dan kelincahan gerakannya.

Tapi terus terang, saya tak terlalu mengikuti jalan cerita pertunjukan tari kecak yang berdasar kisah Ramayana ini. Ada memang masing-masing pengunjung dibagikan kertas berisi hal ihwal tari yang berasal dari ritual Sanghyang ini. Tapi saya terlalu “sibuk” dan antusias untuk memotret. Aktivitas saya sesekali jeda untuk menikmati tarian yang unik ini. Apalagi saat Hanoman dan karakter penari bertopeng lainnya beraksi, yang sesekali mengundang gelak tawa penonton. Yang sering menjadi sasaran lelucon mereka adalah bule-bule itu.
Next >>
0
8.4K
Kutip
117
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan