Siapa yang tidak mengenal Jakarta ? Semua orang Indonesia tahu itulah Ibukota Negara Indonesia. Ibukota yang kian memanas dengan perebutan kursi DKI 1. Namun itu tidak selamanya berlaku, jangan coba-coba bertanya di mana letak Jakarta yang menjadi Ibu kota Negara Indonesia kepada anak-anak Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia yang orangtuanya bekerja di sektor perkebunan. Sudah pasti dengan kepolosan mereka akan menjawab tidak tahu. Maklum saja di Tawau, yang hanya berjarak 30 menit dari Pulau Sebatik, Nunukan, Kaltim, SD tempat mereka sekolah ternyata tidak memiliki peta Indonesia. Bahkan lebih parah lagi, anak-anak SD Indonesia ini dalam setiap upacara lebih dulu menyanyikan lagu kebangsaan Malaysia, kemudian Negara Bagian Sabah, baru giliran menyanyikan lagu Indonesia Raya. (Kita perlu menarik nafas panjang setelah membaca kalimat tersebut. Seandainya WR Supratman sebagai pencipta lagu Indonesia Raya masih hidup akan tertunduk lesu mengetahui kabar ini).
Adalah Ir. Hetifah Sj. Siswanda, MPP, PhD, anggota Komisi X Dapil Kalimantan Timur menceritakan hasil resesnya selama tiga hari ke perbatasan Kaltim-Malaysia. Beliau bercerita hampir meneteskan air mata, tatkala berbicara memakai bahasa Indonesia, mereka belum merespon secara baik, tetapi ketika dijelaskan memakai bahasa Melayu oleh guru asal Malaysia barulah mereka memahaminya.
Lancarnya mereka berbahasa Melayu bukan karena keseringan nonton serial Ipin & Upin di salah satu stasiun televisi Indonesia atau televisi Malaysia. Namun, lebih karena guru Malaysia lebih dominan memberikan pelajaran dibandingkan guru Indonesia yang diperbantukan. Lalu kemana guru-guru asal Indonesia ? Pada kenyataanya peran guru-guru PNS dari Indonesia yang diperbantukan tidak berjalan maksimal. Pada tahun 2006-2009 sebanyak 109 orang, 2009-2011 juga berjumlah 109 dengan pola kontrak 3 tahun. Sedangkan 2011-2014 ini malah belum ada. Berdasarkan pengakuan di lapangan, guru-guru kita kurang gigih memberikan pengajaran dan pengaruh kepada anak-anak Indonesia.
Permasalahan dalam konteks ini tidak hanya sebatas hak pendidikan anak-anak TKI yang terabaikan. Tidak sebatas cerita pilu tentang Lagu Indonesia Raya yang dinomortigakan saat upacara. Tidak juga sebatas mahirnya mereka berbahasa Melayu dan terbengong-bengong saat ditanya dengan bahasa Indonesia. Atau cerita pilu para pejabat yang miris melihat dengan mata kepala sendiri anak-anak Indonesia di perbatasan.
Kondisi seperti itu, sudah sangat menggambarkan jiwa anak-anak TKI di perbatasan yang bukan lagi Indonesia namun Malaysia. Perlunya pemahaman dan penguasaan bahasa Indonesia pada anak-anak itu, tidak sedangkal agar mampu menjawab pertanyaan para pejabat Indonesia atau bahkan Presiden kita saat melakukan aksi kunjungan perbatasan. Atau bahkan mengantisipasi tangis presiden kita SBY, yang sangat sensitif itu. Bisa-bisa beliau berderai air mata saat melontarkan pertanyaan dalam bahasa Indonesia “Tahukah Adik-adik siapa Saya. Saya adalah presiden kalian, Presiden Indonesia. Ada yang tahu nama Saya?”. Sedang anak-anak itu terbengong-bengong saja.
Kita semua tahu “bahasa Indonesia bahasa persatuan bangsa Indonesia”. Bahasa Indonesia menyatukan seluruh bangsa Indonesia yang beraneka ragam dalam kerangka Negara Kesatuan Indonesia. Menyatukan hati dan jiwa para anak negeri dalam satu nafas Indonesia. Kita tidak bisa menuntut agar anak-anak TKI di perbatasan Indonesia-Malaysia agar mencintai bahasa Indonesia, sedang mereka tidak mendapatkan hak pendidikan layaknya anak Indonesia lainnya. Kita tidak bisa menuntut mereka untuk mahir berbahasa Indonesia sedang tiap hari mereka disuapi bahasa Melayu oleh guru-guru Malaysia. Kita tidak bisa menuntut mereka mencintai Indonesia sedang Malaysia lebih memperhatikan mereka dan Indonesia sebatas mengunjungi bahkan mengabaikannya.
Inilah sebenarnya Balada Siswa SD anak-anak TKI di Perbatasan Indonesia-Malaysia. Balada anak negeri di perbatasan Indonesia-Malaysia tidak pernah cukup diceritakan dalam artikel atau gambar film Tanah Surga, Katanya. Ini adalah kisah pilu yang melengkapi bergunung derita warga Indonesia yang tinggal di perbatasan Indonesia-Malaysia. Kita tentu tidak rela anak-anak bangsa lebih mencintai bahasa Melayu. Kita tentu tidak rela mereka justru lebih mengenal baik bendera Malaysia dan bendera Negara Bagian Sabah daripada bendera Indonesia.
Namun kita terpaksa harus merelakan itu semua, karena balada ini benar adanya.
Quote:
Original Posted By riccoenggo►itulah indonesia, mau gmn lagi gan
pemerintah cuma bisa bicara doang
tapi ga ada tindakan

Quote:
Original Posted By tamazao►Pemerintahan terpusat, ekonomi terpusat, hiburan terpusat semuaaaaaaaaaa Jakarta. Liat tuh amrik, pusat pemerintahan Washington DC, pusat ekonomi New York, pusat bisnis hiburan Los Angeles.
Kasian sodara-sodara kita di ujung barat dan timur serta perbatasan. Yang mikirin paling Kades setempat wkwkwk. Kalo Papua minta merdeka kaya Aceh dulunya baru gelar rapat sana-sini. Kesejahteraan memang penting, tapi perhatian pemerintah sangat dibutuhkan untuk membuat mereka merasa masih menjadi bagian dari kita semua.


Quote:
Original Posted By riksadasse►kalau begitu mereka pasti lebih memilih jadi wn malaysia *jangan sampe* .
tapi kasihan juga kalau WNI tapi seperi bukan WNI seperti tamu di rumahnya sendiri gan..
negeri yang aneh .
andaikan uang triliunan itu untuk pemerataan pembangunan nasional, bukan untuk dimakan tikus tikus got,
makmurlah negeri ini

Quote:
Original Posted By GendonDewa►INDON... INDON...
sadarlah wakil rakyat INDON...
duit nya mana ,,,, duit yang diperbantukan dari pemerintah ke daerah???
kunjungan kerja/studi banding malah jalan2...

ya hasilnya kayak gini
pajak yang dibayar masyarakat dibikin pembangunan infrastuktur, tapi pembangunan belom rata cuman di kota besar aja
sampe kapan begini ya allah
Quote:
Original Posted By bedodbae►ini efek dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap warganya sendiri yang dipelosok gan

padahal justru warga yang ada di perbatasan antar negara ntu yg mesti betul betul diperhatikan
Quote:
Original Posted By sitopratama92►kasihan gan mereka

pemerintah harus segera bertindak untuk membangun sekolah kepada anak2 kita
supaya di sana mendapatkan pendidikan yg bagus dan merata

Quote:
Original Posted By buzz.store►Yang miris lagi krn pemerintah kita ngurusin kesalahan pejabat yang udah ketahuan korupsi aja ga selesai2 apalagi ngurusin ginian gan, nomor 1000 kali

Quote:
Original Posted By tito2strokes►miris gan baca tulisan ente,, ane kalo bisa bantu pengen bantu juga tp gmn lg idup ane aja susah

Quote:
Original Posted By chimot2►Miris sekali kalau mendengar cerita saudara-saudara kita di perbatasan...
Makanya jangan salahkan mereka kalau mereka lebih mengenal Malaysia daripada Indonesia..
Ane pernah mendengar cerita rekan ane yang pernah tugas di perbatasan tersebut. Memang kondisinya seperti itu. Untuk perekonomian saja mereka menggunakan Ringgit sebagai alat tukar pembayaran.
Kemana saja pemerintahan kita selama ini?
Mereka saudara-saudara kita, tapi koq justru mereka lebih mengenal negara tetangga dibandingkan negaranya sendiri. Ini bukan tidak mungkin karena negara tetangga lebih memperhatikan mereka dibanding negaranya sendiri...
Jadi jangan salahkan mereka kalau suatu saat mereka lebih memilih menjadi bagian dari negara tetangga daripada menjadi bagian dari negaranya sendiri...
.................................



Quote:
Original Posted By maemoexpert►dulu ane pernah PKL di sambas, kalimantan barat gan,,,,asli suasana sama sekali tidak Indonesia, lebih berkesan Malaysia.,,.,gak heran kenapa masyarakat disana lebih sering cari kerja di Malaysia dan biasnaya sih jadi kuli.... seandainya di Indonesia, para pejabatnya punya hati nurani