Pengalaman ini bukan yg pertama kali saya alami, paling tidak sudah tiga kali terjadi dan dengan subjek profesi yg sama yaitu pedagang, awalnya saya berprasangka baik aja mungkin karena saya yg kurang dengar harga dismapaikan atau mereka yg kurang teliti, namun lama kelamaan saya jadi kesel juga, bayangkan kalo itu selisih nominal kecil is no problem, tapi kalo sampai puluhan ribu x jumlah "korban" = untung selangit. Langsung saja disimak pengalaman berikut ini yg mungkin bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Suatu hari saya makan di warung pinggir jalan ( tkp bisa berupa angkringan/hik/warung tenda/burjo/warung kelontong/dll..) singkat cerita karena udah selesai makan , terus bayar dan saya tanya kepada penjual, "berapa Bang.? Rp1.200 rupiah jawabnya , saya tengok ke dompet ternyata gak ada pecahan , adanya cuma uang 2000, dan receh 500 rupiah, karena saya orangnya tidak ingin direpotkan dengan recehan, akhirnya saya pilih untuk menyodorkan 2000+500 = 2500, dengan harapan uang kembalian recehnya lebih sedikit (kalo saya bayar pake uang 2000, kembalianya pasti 800, tapi kalo bayar pake 2000+500, kembalianya 1000+300, artinya masih ada nominal yg utuh yaitu 1000) namun apa yg terjadi sodara-sodara, si abang dengan entengnya memberi kembalian 300 rupiah, kemudian saya berpikir sejenak, apa mungkin salah denger harga makanannya ya?....

Analisis :
1. Kejadian semacam ini, tentu pernah dialami oleh orang lain, yg jadi masalah adalah selain nilai nominal yg "terkorup" oleh penjual tsb mungkinkah ada semacam sindikat, yg sengaja acuh tak acuh pada saat konsumen membayar dengan uang utuh+receh, yg mengakibatkan "kerugian" secara tidak sadar bagi konsumen.

2. Prasangaka baik : mungkin si panjual kurang teliti/sedang sibuk dg pikiran yg lain/tidak bisa menghitung secara simultan misalnya, seperti kasus diatas si penjual "dipaksa" menghitung dua persamaan pengurangan sekaligus ( harga yg harus di bayar 1200, uang yg dibayar 2500, secara simultan ia harus berpikir mengurangkan 2000 dengan 1000 dan 500 dengan 200, dan hitungan semacam ini tidak semua orang bisa...kalo tidak percaya silakan di praktikan...), atau buta warna

Prasangka buruk : sengaja dihitung secara keliru biar untung gede/suka menghitung secara "kasar" maksudnya nilai nominal uang yg hampir mirip warnanya dianggap sama dengan nominal terkecil, dalam kasus tsb 2000 dianggap = 100, pedagang tersebut bermental korup.

3. Mungkin inilah yg menyebabkan sebagian orang lebih "nyaman" belanja di minimarket, karena anda tidak perlu tanya berapa harga yg harus anda bayar, dengan sendirinya anda akan dapat nota pembelian yg kalau keliru ada bukti secara tertulis.

Saran :
1. Mulai sekarang jangan beranggapan orang lain memiliki kemampuan intelektual yg sama dengan kita, sehingga dengan gampangnya kita menganggap mereka "sama" dengan kita, dan everything is okay...

2. Selalu pastikan anda pada kondisi sadar dan responsif ketika mendengar si panjual mengucapkan harga yg harus anda bayar, kalo kurang yakin jangan segan untuk bertanya kembali sampai 3x

3. Jangan bayar dengan uang "pas", maksud saya adalah seperti kasus diatas, maksudnya anda baik ingin mengurangi uang receh dengan mendapatkan kembalian yg utuh, namun apa daya malah akhirnya kita sebagai konsumen yg rugi.

4. Jadilah guru yang baik, maksudnya ajaklah penjual untuk berpikir, jangan anda "manjakan" dengan uang "pas" tersebut, boleh jadi anda akan menjadi bulan-bulanan bagi mereka untuk mendapatkan keuntungan yg besar.

5 Kalo perlu ketika si penjual menyebutkan harga yg harus anda bayar, keluarkan alat hitung/smatphone/hp/simpoa dll untuk menghitung cepat , sehingga ketika anda membayar yg anda ucapkan adalah uang kembalinya berapa rupiah, bukan berapa yg harus anda bayar.