Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

javaloccoAvatar border
TS
javalocco
Pemimpin Yang Dinanti? Jokowi Di Antara Pemasaran Politik dan Politik Agamis
"The key to succesfull leadership today is influence, not authority” ( Kenneth Blanchard )

Sebuah orkestra indah,emoticon-Matabelo adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan apa yang anda saksikan, kalau anda mau cermat mengamati wawancara menghebohkan antara Jokowi dengan seorang pewawancara*) Tv One. Orkestra yang membuat saya sebagai bukan warga Jakarta mengucapkan selamat kepada warga Jakarta karena telah memilih pemimpin seperti Jokowi.

Bedanya dengan orkestra lain, dalam wawancara itu ada dua pihak yang membunyikan alat musiknya dengan nada masing-masing. Pewawancara dengan dukungan manjemen Tv One membunyikan nada-nada sumbangemoticon-Mad (S), melawan Jokowi seorang diri dengan irama merdunya. Saya menyebutnya irama merdu karena wawancara itu memperlihatkan keberhasilan Jokowi melewati ujian kualitas karakter emoticon-Cool. Sedikit hal yang saya tangkap diantaranya: pemahaman dan penguasaan Jokowi terhadap masalah inti ketika membahas banjir, ketaatan terhadap rambu-rambu aturan ketika membahas pembangunan mall dan rumah mewah, fokus Jokowi ketika tidak mau jauh terpancing arahan presenter yang melebarkan topik, serta terakhir, pengendalian dirinya menghadapi pertanyaan tanpa etika. Skema yang diatur pewawancara untuk menjatuhkan pada akhirnya malah menegaskan kualitas Jokowi sebagai seorang pemimpin. emoticon-Cool

Sosok Jokowi telah menempatkan dirinya di satu kelas yang berbeda, bukan hal yang mengherankan kemudian reaksi sangat keras bermunculan dari berbagai kalangan mengecam pewawancara dan Tv One emoticon-Marah. Justru yang menbuat saya mengerutkan kening adalah masih adanya nada-nada sinis, baik dibungkus dengan argumen ilmiah, agamis, maupun komentar emosional tanpa rasio terhadap pribadi Jokowi dari massa dan personal lawan politiknya.emoticon-Hammer2

Setelah melewati proses panjang demokrasi berupa pilkada, semestinya urat syaraf politik masyarakat kita di Jakarta sudah mengendur, tinggal fokus mendukung program pemimpin terpilih serta penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Namun rupanya budaya politik kita belum cukup matang untuk menerima kekalahan dan menghormati jalur politik orang lain. Masih saja ada kalangan yang tidak bisa menerima calonnya dikalahkan dalam pilkada.

Kebutuhan masyarakat terhadap karakter pemimpin tiap zaman berbeda-beda. Jika sekarang Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI bukan berarti Jokowi sesakti Bandung Bandawasa yang bisa membangun 1000 candi dalam satu malam. Sebuah alasan sederhana karena Jokowi memperlihatkan suatu karakter paling mengena dengan apa yang diinginkan rakyat Jakarta terhadap pemimpinnya. Rakyat Jakarta menginginkan pemimpin yang bisa menjadi bagian dari mereka, seperti mereka, dekat dengan mereka, dan Jokowi memenuhi ekpektasi itu.

Seorang calon yang diusung sebuah partai tidak menang bukan berarti dia lebih buruk, atau lebih tidak berilmu. Ditinjau dari sisi ilmu pemasaran, ketika partai memilih seseorang untuk maju sebagai calon pemimpin sebenarnya suatu partai sedang berjualan. Yang dijual adalah figur calonnya. Jika sosok calon itu memenuhi harapan masyarakat terhadap sosok seorang pemimpin, akan terjadi transaksi politik hingga terpilihlah calon itu.

Misalkan, suatu partai menawarkan sosok ulama, lulusan S3 universitas di Saudi, sudah pasti fasih lughotal arabiyah, konon berwibawa tetapi menjaga imej dengan asumsi masyarakat akan menghagai keulamaannya, sementara partai lain mengusung sosok lulusan universitas di Jerman, bertitel engineur dan menguasai beberapa bahasa asing dengan harapan masyarakat menghargai keilmuannya. Jika mereka tidak terpilih bukan berarti mereka buruk. Bisa saja mereka sosok sangat sempurna, tetapi kalau kesempurnaan itu hanya menurut kalangan dalam partai tanpa bisa memenuhi ekspektasi masyarakat, gagallah mereka naik ke panggung kepemimpinan. Beberapa tahun lalu gaya SBY cukup laku dijual, kalau hari ini gaya Jokowi berhasil untuk panggung Jakarta, belum tentu gaya yang sama bisa memenangkan pemilu esok hari, belum tentu bisa laku di panggung nasional.
0
3.5K
18
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan