jabrik88Avatar border
TS
jabrik88
Kekuatan Dari Sikap Menghargai
Cerita dari Negeri Lain...

Kereta membunyikan bel dan berderik sepanjang jalur kereta bawah tanah di Tokyo pada suatu sore yang membosankan. Gerbong kami cukup kosong, sejumlah ibu rumah tangga menggandeng anak-anak mereka, sejumlah orang tua yang pergi berbelanja. Saya menatap kosong kerumah-rumah yang membosankan dan pagar tanaman yang berdebu.

Pada satu stasiun, pintu terbuka. Dan sore yang tenang tiba-tiba dirusak oleh seorang lelaki yang berteriak dengan kasar, gangguan yang tak dapat dimengerti. Lelaki itu memasuki gerbong kami dengan terhuyun-huyun. Dia mengenakan pakaian kerja, dan dia besar, mabuk, serta kotor. Sambil berteriak, dia memukul seorang perempuan yang menggendong bayi. Pukulan itu membuat perempuan itu terlempar ke atas pangkuan sepasang orang tua. Ajaibnya, perempuan itu tidak terluka.

Karena ketakutan, pasangan itu melompat berdiri dan bergegas pergi ke bagian belakang gerbong. Buruh itu hendak menendang punggung perempuan tua yang bergerak mundur tetapi meleset karena perempuan tua itu bergeser demi keselamatan. Hal tersebut membuat pemabuk itu sangat marah sehingga dia menggenggam tiang besi di tengah gerbong dan berusaha melepaskannya dari tiang penyangganya. Saya dapat melihat bahwa salah satu tangannya terluka dan berdarah. kereta tiba-tiba bergerak maju, dan penumpang membeku karena ketakutan. Saya pun berdiri.

Saat itu, saya masih muda, sekitar 20 tahun yang lalu, dan dalam kondisi yang cukup prima. Hampir setiap hari dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, saya berlatih Aikido selama delapan jam perhari. Saya senang melempar dan memiting. Saya pikir, saya cukup kuat. Masalahnya adalah kemampuan bela diri saya belum pernah diuji dalam perkelahian yang sebenarnya. Sebagai siswa aikido, kami tidak diizinkan berkelahi.

"Aikido adalah seni rekonsiliasi," ujar guru saya berulang kali. "Siapa pun yang punya pikiran untuk berkelahi telah mematahkan hubungannya dengan alam raya. Bila Anda mencoba menaklukkan orang, Anda telah dikalahkan. Kita belajar cara mengatasi konflik, bukan cara memulainya.

Saya mencerna kata-katanya. Saya berusaha keras. Saya bahkan menyingkir sejauh mungkin ke seberang jalan untuk menghindari chimpira, para berandal yang bertebaran di seluruh stasiun kereta. Kesabaran saya tinggi. Saya merasa kuat dan suci. Namun dalam hati saya, saya ingin suatu peluang yang benar-benar masuk akal sehingga saya dapat menyelamatkan orang yang tidak bersalah dengan mengalahkan orang yang bersalah.

Inilah saatnya! Ujar saya dalam hati sambil berdiril. Orang-orang berada dalam keadaan bahaya, dan bila saya tidak segera melakukan sesuatu, mereka kemungkinan akan terluka.

Karena melihat saya berdiri, pemabuk itu melihat suatu peluang untuk memusatkan amarahnya, "Aha!" Dia teriak, "Seorang pendatang! Kau perlu suatu pelajaran dalam tata krama Jepang!"

Saya berpegang pada pegangan tangan yang tergantung di atas kepala dan memberi dia suatu tatapan antipati dan penolakan. Saya berencana untuk melempar orang ini, tetapi dia telah bergerak terlebih dulu. Saya ingin dia marah, sehingga saya mengerucutkan bibir saya dan memberi ciuman jarak jauh kepadanya.

"Baik!" teriak dia. "Kau akan mendapatkan pelajaran!" Dia segera bergerak ke arah saya.

Beberapa detik sebelum saya dapat bergerak. seseorang berteriak, "Hei!" Teriakannya cumiakkan telinga. Saya ingat kondisi mengejutkan yang menyenangkan - seolah-olah Anda dan seorang teman sedang mencari sesuatu dengan tekun, dan dia tiba-tiba menemukannya. "Hei!"

Saya melihat ke sisi kiri saya: pemabuk itu berpaling ke sisi kanannya. Kami berdua menatap seorang lelaki jepang bertubuh kecil. Dia pasti telah berusia 70 tahun. Lelaki mungil berkimono ini duduk di sana dengan rapi. Lelaki tua itu tidak menatap saya, tetapi menatap dengan sangat gembira ke buruh itu, seolah-olah dia ingin memberitahukan rahasia terpenting dan paling dicari.

"Kemari," lelaki tua itu berkata degnan nada ringan kepada pemabuk itu. "Kemari dan bicaralah dengan saya." Dia melambaikan tangannya.

Lelaki besar itu menurut, seolah-olah ditarik sebuah benang. Dia menghentakkan kakinya dengan keras di hadapan lelaki tua itu dan berteriak dengan suara keras, melebihi suara derak roda kereta, "Mengapa saya harus bicara denganmu?" Sekarang, pemabuk itu memunggungi saya. Bila pundaknya bergeser sejauh satu milimeter saja, saya akan menjatuhkan dia.

Lelaki tua itu terus tersenyum ke buruh itu.
"Apa yang habis kau minum?" dia bertanya, matanya bersinar ingin tahu. "Saya habis minum sake, dan itu bukan urusanmu!" teriak buruh itu. Cipratan air ludah mengenai lelaki tua.

"Baik, itu menyenangkan," ujar lelaki tua itu, "benar-benar menyenangkan. Kau tahu, saya suka sake juga. Setiap malam, saya dan istri saya (dia sudah berusia 76 tahun, kau tahu) memanaskan sebotol kecil sake dan membawanya ke taman, dan kami duduk di atas bangku katu tua. Kami menonton matahari terbenam, dan kami melihat bagaimana pohon kesemek kami tumbuh. Kakek buyut saya menanam pohon itu, dan kami khawatir apakah pohon itu akan dapat tumbuh kembali setelah terkena badai salju di musim dingin yang lalu. Pohon kami tumbuh dengan baik, melebihi dugaan saya, bahkan bila Anda memikirkan kualitas tanah yang buruk. Senang rasanya mengamati sesuatu sambil membawa sake dan pergi ke luar guna menikmati petang hari - bahkan ketika hujan!" Dia menatap buruh itu dengan mata bersinar.

ketika dia berjuang mengikuti percakapan orang tua itu, muka pemabuk itu mulai melunak. Secara perlahan, tinjunya tidak terkepal lagi. "YA," jawab dia. "Saya suka kesemek juga... "Suaranya melemah.
"Ya," ujar orang tua sambil tersenyum, "dan, saya yakin bahwa Anda punya istri yang cantik."
"Tidak," jawab buruh tersebut. "Istri saya sudah meninggal." Dengan suara perlahan, seiring dengan gerak kereta, lelaki berbadan besar itu mulai menangis. "Saya tidak punya istri, saya tidak punya rumah, saya tidak punya pekerjaan. Saya sangat malu terhadap diri saya sendiri." Ait mata menuruni pipinya; tekanan kesedihan menggetarkan seluruh tubuhnya.

Sekarang, tiba giliran saya. Karena berdiri di sana, persis seperti kepolosan anak kecil yang terhapus habis dalam usaha membuat dunia ini aman demi keadilan demokrasi, saya merasa lebih kotor daripada dia.

Lalu, kereta tiba di tempat tujuan saya. Ketika pintu terbuka, saya mendengar orang tua itu bicara secara simpatik. "Wah, wah," katanya, "tentu ini merupakan masalah yang sulit. Duduklah disini, dan ceritakan kepadaku tentang hal itu."

Saya memalingkan muka guna melihat untuk terakhir kalinya. Buruh tersebut merebahkan badannya di kursi dengan kepala diletakkan di atas pangkuan lelaki tua itu. Orang itu mengelus secara perlahan rambut yang kotor dan berantakan itu.

Ketika kereta itu mulai bergerak pergi, saya terduduk di bangku. Apa yang tadi ingin saya lakukan dengan otot telah di atasi dengan kata-kata lembut. Saya baru saja melihat usaha aikido di pertempuran, dan intinya adalah cinta. Saya akan melatih keterampilan itu dengan semangat yang benar-benar berbeda

Quote:



Diubah oleh jabrik88 21-01-2013 15:30
0
1.1K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan