- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kisah Pemimpin yang Merakyat


TS
tonykeren
Kisah Pemimpin yang Merakyat
Hari ini kita dikejutkan dengan sosok pemimpin yang merakyat, mereka jauh dari kesan seorang pemimpin yang selama ini identik di mata masyarakat. Dimana seorang pemimpin yang harus dikawal setiap keluar kantor menuju ke tempat tujuan atau birokrasi yang berlapis, jika ingin menyampaikan aspirasi atau mengadu keluhan masyarakat kepada pemimpinnya.
Tapi tahukah kita bahwa jauh sebelum muncul pemimpin-pemimpin yang merakyat seperti sekarang sudah banyak contoh pemimpin-pemimpin Islam yang sangat memperhatikan rakyatnya.
1. Nabi Muhammad SAW
”Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS Al-Ahzab [33]: 21).
Salah satu situasi paling berat yang dihadapi kaum Muslimin pada masa Rasulullah SAW adalah ketika membuat persiapan menghadapi perang Ahzab saat kaum musyrikin dan Yahudi berkomplot untuk menyerbu Madinah. Salah seorang sahabat Nabi SAW, Salman al-Farisi, mengusulkan sebuah strategi yang kemudian disetujui dan digunakan untuk menghadapi musuh, yaitu dengan membuat parit (khandaq) mengelilingi kota Madinah. Para sahabat kemudian menggali parit.
Dalam buku sejarah Islam dikisahkan para sahabat menggali parit dalam keadaan lapar dan letih. Pada situasi dan kondisi seperti itu Rasulullah SAW menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin teladan. Beliau turut serta menggali parit dan turut pula menahan lapar hingga diriwayatkan bahwa beliau mengikatkan beberapa batu ke perutnya untuk mengganjal rasa lapar.
Mengenai sikap beliau ini Dr Said Ramadhan al-Buthiy dalam bukunya Fiqh as-Sirah menulis, ”Beliau tidaklah memerintah kaum Muslimin untuk menggali parit sedangkan Rasul mengawasi mereka dari istana yang tinggi sambil bersantai. Beliau juga tidak mendatangi kaum Muslimin dalam pesta yang ramai untuk menerima cangkul dari mereka lalu memukulkan cangkul tersebut ke tanah sebagai tanda dimulainya pekerjaan serta sebagai simbol bahwa beliau telah turut bekerja bersama mereka lalu setelah itu cangkul dilemparkan, debu yang melekat di baju dibersihkan kemudian pergi meninggalkan mereka.
Namun, Nabi SAW turut bekerja bersama mereka. Baju beliau bersimbah debu. Saat kaum Muslimin letih dan lapar beliaulah orang yang pertama kali keletihan dan kelaparan.” Kebersamaan Rasulullah dengan para sahabat dalam bekerja dan menahan derita bukan terjadi kali itu saja. Pada saat kali pertama membangun Masjid Nabawi beliau pun turut serta memanggul dan membangun masjid tersebut.
Kecintaan dan kebersamaan beliau selaku pemimpin kepada rakyatnya akan selalu kita temui dalam rentang sejarah hidupnya. Tampaknya kecintaan ini telah begitu berurat akar dalam perasaan dan pikiran beliau sehingga menjelang akhir hayatnya salah satu ungkapan yang keluar dari lisan beliau adalah ”Umatku … umatku … umatku ….”
Dengan akhlak kepemimpinan beliau yang seperti itu maka tidaklah mengherankan jika kepercayaan rakyat begitu tinggi. Mereka yakin tidak akan pernah dikhianati dan merasa bahwa sang pemimpin tetap turut bersama-sama mereka justru pada saat-saat yang sulit. Semoga kita diberi kekuatan dan petunjuk oleh Allah SWT agar dapat mewarisi keteladanan Rasulullah. Wallahu a’lam bish-shawab.
SUMBER
2. Khalifah Abu Bakar R. A
Sebelum menjadi seorang Khalifah Abu Bakar bekerja sebagai pemerah susu kambing.
Setelah pembaiatannya menjadi khalifah, Abu Bakar r.a. mendengar seorang wanita berkata, "Sekarang ia (Abu Bakar r.a) tidak akan memerahkan susu kambing kami lagi!"
Sebuah prasangka yang wajar jika wanita itu mengira bahwa Abu Bakar r.a yang kini menduduki jabatan tertinggi di negaranya akan lupa kepadanya, apalagi melakukan pekerjaan rakyat kecil.
Perkataan wanita itu benar-benar mengusik hati sang Khalifah. Abu Bakar r.a sangat mengenali suara itu, suara wanita tua pemilik kambing yang sering ia bantu untuk memerah susu kambingnya. Ia pun mendatangi kediaman wanita tua tersebut.
Sebuah kunjungan yang tak terduga bagi wanita tua tersebut ketika seorang khalifah agung berdiri di depan rumahnya. Dengan bahagia, wanita tua itu berkata, "Aku pikir engkau akan melupakan kami."
Senyum khalifah yang begitu damai seolah menepis pendapat tersebut.
"Tidak demikian, demi Allah. Sesungguhnya aku berharap apa yang aku terima ini tidak mengubah akhlakku yang dulu," jawab Abu Bakar r.a. santun.
Tanpa sungkan, Abu Bakar r.a lantas memerah susu kambing untuk keluarga wanita tua tersebut.
Sumber
3. Khalifah Umar bin Khattab R.A
Sebagai seorang khalifah pengganti Abu bakar pada tahun 634 H kekuasaan islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
HURMUZAN dan UMAR BIN KHATTAB
Dengan ditemani Anas Bin Malik, Hurmuzan datang dengan kebesaran dan kemegahannya. Dengan diikuti pemuka-pemuka terkenal dan seluruh anggota keluarganya, Hurmuzan memasuki Madinah dengan menampilkan keagungan dan kemuliaan seorang raja. Perhiasan yang bertatah permata melekat di dahi. Sementara mantel sutra yang mewah menutupi pundaknya.Sementara itu sebilah pedang bengkok dengan hiasan batu-batu mulia menggantung disabuknya. Ia bertanya-tanya dimana Amirul Mu’minin bertempat tinggal. Ia membayangkan bahwa Umar bin Khattab yang kemasyhurannya tersebar keseluruh dunia pasti tinggal di Istana yang sangat megah.
Sampai di Madinah mereka langsung menuju tempat kediaman Umar. Tetapi mereka diberitahu bahwa Umar sudah pergi ke Masjid sedang menerima delegasi dari Kufah. Mereka pun bergegas ke Masjid. Tetapi tidak juga bertemu Umar. Melihat rombongan itu, anak-anak di Madinah mengerti maksud kedatangan mereka. Lalu diberitahukan bahwa Amirul Mu’minin sedang tidur di beranda kanan masjid dengan menggunakan mantelnya sebagai bantal seorang diri. Betapa terkejutnya Hurmuzan, ketika ditunjukan bahwa Umar adalah lelaki yang berpakaian seadanya yang tidur di Masjid itu. Hurmuzan beserta rombongannya nyaris tak percaya, tetapi memang itulah kenyataannya.
Sambil berdecak kagum Hurmuzan mengatakan, “Engkau, wahai Umar, telah memerintah dengan adil, lalu engkau aman dan engkau pun bisa tidur dengan nyaman”.
UMAR r.a DAN RAKYAT YANG KELAPARAN
Suatu malam, Sang Khalifah menemukan sebuah gubuk kecil yang dari dalamnya nyaring terdengar suara tangis anak-anak. Umar mendekat dan memerhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat ada seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya.
Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang Ibu berkata, “Tunggulah! Sebentar lagi makanannya akan matang.”
Selagi Umar memerhatikan di luar, sang ibu terus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan sebentar lagi akan matang.
Umar menjadi penasaran. Setelah memberi salam dan meminta izin, dia memasuki gubuk itu dan bertanya kepada sang ibu, "Mengapa anak-anak Ibu tak berhenti menangis?”
“Itu karena mereka sangat lapar,” jawab si ibu.
“Mengapa tidak ibu berikan makanan yang sedang Ibu masak sedari tadi itu?”
“Tidak ada makanan. Periuk yang sedari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berpikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.”
“Apakah Ibu sering berbuat begini?” tanya Umar ingin tahu.
“Ya. Saya sudah tidak memiliki keluarga ataupun suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara,” jawab si ibu datar, berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya.
“Mengapa Ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah? Sehingga beliau dapat menolong Ibu beserta anak-anak Ibu dengan memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak,” nasihat Umar.
“Khalifah telah berbuat zalim kepada saya,” jawab si ibu.
“Bagaimana Khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” sang Khalifah ingin tahu.
“Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang senasib dengan saya.”
Umar berdiri dan berkata, “Tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali!”
Pada malam yang telah larut itu, Umar segera bergegas ke Madinah, menuju Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya. Abbas, sahabatnya membantu membawa minyak samin untuk memasak.
Maka, ketika Khalifah menyerahkan sekarung gandum yang besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin, bukan main gembiranya mereka menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini.
Umar berpesan agar ibu itu datang menemui Khalifah keesokan harinya untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Baitul Mal.
Setelah keesokan harinya, ibu dan anak-anaknya pergi untuk menemui Khalifah. Dan betapa sangat terkejutnya si ibu begitu menyaksikan bahwa lelaki yang telah menolongnya tadi malam adalah Khalifahnya sendiri, Khalifah Umar bin Khattab.
Segera saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya yang telah menilai bahwa khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah tetap mengaku bahwa dirinyalah yang telah bersalah.
Itu sedikit kisah mengenai pemimpin Islam yang merakyat.
Andai di dunia muncul pemimpin dengan jiwa-jiwa seperti ini...
Tapi tahukah kita bahwa jauh sebelum muncul pemimpin-pemimpin yang merakyat seperti sekarang sudah banyak contoh pemimpin-pemimpin Islam yang sangat memperhatikan rakyatnya.
1. Nabi Muhammad SAW
”Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS Al-Ahzab [33]: 21).
Salah satu situasi paling berat yang dihadapi kaum Muslimin pada masa Rasulullah SAW adalah ketika membuat persiapan menghadapi perang Ahzab saat kaum musyrikin dan Yahudi berkomplot untuk menyerbu Madinah. Salah seorang sahabat Nabi SAW, Salman al-Farisi, mengusulkan sebuah strategi yang kemudian disetujui dan digunakan untuk menghadapi musuh, yaitu dengan membuat parit (khandaq) mengelilingi kota Madinah. Para sahabat kemudian menggali parit.
Dalam buku sejarah Islam dikisahkan para sahabat menggali parit dalam keadaan lapar dan letih. Pada situasi dan kondisi seperti itu Rasulullah SAW menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin teladan. Beliau turut serta menggali parit dan turut pula menahan lapar hingga diriwayatkan bahwa beliau mengikatkan beberapa batu ke perutnya untuk mengganjal rasa lapar.
Mengenai sikap beliau ini Dr Said Ramadhan al-Buthiy dalam bukunya Fiqh as-Sirah menulis, ”Beliau tidaklah memerintah kaum Muslimin untuk menggali parit sedangkan Rasul mengawasi mereka dari istana yang tinggi sambil bersantai. Beliau juga tidak mendatangi kaum Muslimin dalam pesta yang ramai untuk menerima cangkul dari mereka lalu memukulkan cangkul tersebut ke tanah sebagai tanda dimulainya pekerjaan serta sebagai simbol bahwa beliau telah turut bekerja bersama mereka lalu setelah itu cangkul dilemparkan, debu yang melekat di baju dibersihkan kemudian pergi meninggalkan mereka.
Namun, Nabi SAW turut bekerja bersama mereka. Baju beliau bersimbah debu. Saat kaum Muslimin letih dan lapar beliaulah orang yang pertama kali keletihan dan kelaparan.” Kebersamaan Rasulullah dengan para sahabat dalam bekerja dan menahan derita bukan terjadi kali itu saja. Pada saat kali pertama membangun Masjid Nabawi beliau pun turut serta memanggul dan membangun masjid tersebut.
Kecintaan dan kebersamaan beliau selaku pemimpin kepada rakyatnya akan selalu kita temui dalam rentang sejarah hidupnya. Tampaknya kecintaan ini telah begitu berurat akar dalam perasaan dan pikiran beliau sehingga menjelang akhir hayatnya salah satu ungkapan yang keluar dari lisan beliau adalah ”Umatku … umatku … umatku ….”
Dengan akhlak kepemimpinan beliau yang seperti itu maka tidaklah mengherankan jika kepercayaan rakyat begitu tinggi. Mereka yakin tidak akan pernah dikhianati dan merasa bahwa sang pemimpin tetap turut bersama-sama mereka justru pada saat-saat yang sulit. Semoga kita diberi kekuatan dan petunjuk oleh Allah SWT agar dapat mewarisi keteladanan Rasulullah. Wallahu a’lam bish-shawab.
SUMBER
2. Khalifah Abu Bakar R. A
Sebelum menjadi seorang Khalifah Abu Bakar bekerja sebagai pemerah susu kambing.
Setelah pembaiatannya menjadi khalifah, Abu Bakar r.a. mendengar seorang wanita berkata, "Sekarang ia (Abu Bakar r.a) tidak akan memerahkan susu kambing kami lagi!"
Sebuah prasangka yang wajar jika wanita itu mengira bahwa Abu Bakar r.a yang kini menduduki jabatan tertinggi di negaranya akan lupa kepadanya, apalagi melakukan pekerjaan rakyat kecil.
Perkataan wanita itu benar-benar mengusik hati sang Khalifah. Abu Bakar r.a sangat mengenali suara itu, suara wanita tua pemilik kambing yang sering ia bantu untuk memerah susu kambingnya. Ia pun mendatangi kediaman wanita tua tersebut.
Sebuah kunjungan yang tak terduga bagi wanita tua tersebut ketika seorang khalifah agung berdiri di depan rumahnya. Dengan bahagia, wanita tua itu berkata, "Aku pikir engkau akan melupakan kami."
Senyum khalifah yang begitu damai seolah menepis pendapat tersebut.
"Tidak demikian, demi Allah. Sesungguhnya aku berharap apa yang aku terima ini tidak mengubah akhlakku yang dulu," jawab Abu Bakar r.a. santun.
Tanpa sungkan, Abu Bakar r.a lantas memerah susu kambing untuk keluarga wanita tua tersebut.
Sumber
3. Khalifah Umar bin Khattab R.A
Sebagai seorang khalifah pengganti Abu bakar pada tahun 634 H kekuasaan islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
HURMUZAN dan UMAR BIN KHATTAB
Dengan ditemani Anas Bin Malik, Hurmuzan datang dengan kebesaran dan kemegahannya. Dengan diikuti pemuka-pemuka terkenal dan seluruh anggota keluarganya, Hurmuzan memasuki Madinah dengan menampilkan keagungan dan kemuliaan seorang raja. Perhiasan yang bertatah permata melekat di dahi. Sementara mantel sutra yang mewah menutupi pundaknya.Sementara itu sebilah pedang bengkok dengan hiasan batu-batu mulia menggantung disabuknya. Ia bertanya-tanya dimana Amirul Mu’minin bertempat tinggal. Ia membayangkan bahwa Umar bin Khattab yang kemasyhurannya tersebar keseluruh dunia pasti tinggal di Istana yang sangat megah.
Sampai di Madinah mereka langsung menuju tempat kediaman Umar. Tetapi mereka diberitahu bahwa Umar sudah pergi ke Masjid sedang menerima delegasi dari Kufah. Mereka pun bergegas ke Masjid. Tetapi tidak juga bertemu Umar. Melihat rombongan itu, anak-anak di Madinah mengerti maksud kedatangan mereka. Lalu diberitahukan bahwa Amirul Mu’minin sedang tidur di beranda kanan masjid dengan menggunakan mantelnya sebagai bantal seorang diri. Betapa terkejutnya Hurmuzan, ketika ditunjukan bahwa Umar adalah lelaki yang berpakaian seadanya yang tidur di Masjid itu. Hurmuzan beserta rombongannya nyaris tak percaya, tetapi memang itulah kenyataannya.
Sambil berdecak kagum Hurmuzan mengatakan, “Engkau, wahai Umar, telah memerintah dengan adil, lalu engkau aman dan engkau pun bisa tidur dengan nyaman”.
UMAR r.a DAN RAKYAT YANG KELAPARAN
Suatu malam, Sang Khalifah menemukan sebuah gubuk kecil yang dari dalamnya nyaring terdengar suara tangis anak-anak. Umar mendekat dan memerhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat ada seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya.
Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang Ibu berkata, “Tunggulah! Sebentar lagi makanannya akan matang.”
Selagi Umar memerhatikan di luar, sang ibu terus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan sebentar lagi akan matang.
Umar menjadi penasaran. Setelah memberi salam dan meminta izin, dia memasuki gubuk itu dan bertanya kepada sang ibu, "Mengapa anak-anak Ibu tak berhenti menangis?”
“Itu karena mereka sangat lapar,” jawab si ibu.
“Mengapa tidak ibu berikan makanan yang sedang Ibu masak sedari tadi itu?”
“Tidak ada makanan. Periuk yang sedari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berpikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.”
“Apakah Ibu sering berbuat begini?” tanya Umar ingin tahu.
“Ya. Saya sudah tidak memiliki keluarga ataupun suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara,” jawab si ibu datar, berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya.
“Mengapa Ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah? Sehingga beliau dapat menolong Ibu beserta anak-anak Ibu dengan memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak,” nasihat Umar.
“Khalifah telah berbuat zalim kepada saya,” jawab si ibu.
“Bagaimana Khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” sang Khalifah ingin tahu.
“Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang senasib dengan saya.”
Umar berdiri dan berkata, “Tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali!”
Pada malam yang telah larut itu, Umar segera bergegas ke Madinah, menuju Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya. Abbas, sahabatnya membantu membawa minyak samin untuk memasak.
Maka, ketika Khalifah menyerahkan sekarung gandum yang besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin, bukan main gembiranya mereka menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini.
Umar berpesan agar ibu itu datang menemui Khalifah keesokan harinya untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Baitul Mal.
Setelah keesokan harinya, ibu dan anak-anaknya pergi untuk menemui Khalifah. Dan betapa sangat terkejutnya si ibu begitu menyaksikan bahwa lelaki yang telah menolongnya tadi malam adalah Khalifahnya sendiri, Khalifah Umar bin Khattab.
Segera saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya yang telah menilai bahwa khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah tetap mengaku bahwa dirinyalah yang telah bersalah.
Itu sedikit kisah mengenai pemimpin Islam yang merakyat.
Andai di dunia muncul pemimpin dengan jiwa-jiwa seperti ini...
0
4.6K
36


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan