Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar:9).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra’d:19)
berikut adalah 55 adab mendaki gunung menurut syariat islam. semoga bermanfaat.
01. Shalat Istikharah.
Spoiler for buka:
Melakukan shalat istikharah terlebih dahulu untuk memohon petunjuk kepada Allah mengenai waktu safar, kendaraan yang digunakan, teman perjalanan dan arah jalan. Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلهَا ، كَمَا يُعَلمُ السورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan. Beliau mengajari shalat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari Al Qur’an.” [HR. Bukhari no. 7390]
02. Bermusyawarah dengan keluarga atau orang yang berilmu
Spoiler for buka:
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
“Dan perkara mereka dimusyawarahkan di antara mereka.” (Asy-Syura: 38)
Yaitu mereka memusyawarahkan permasalahan di antara mereka, tidak bersikap terburu-buru/tergesa-gesa, dan mereka tidak menuruti pendapat mereka sendiri. Adalah kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak musyawarah para sahabatnya dalam urusan-urusan beliau dan Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan hal ini kepada beliau dalam firman-Nya:
وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلأَمْرِ
“Dan ajaklah mereka musyawarah dalam urusan-urusan yang ada.” [Fathul Qadir, 4/642].
03. Meminta izin kepada orangtua
Spoiler for buka:
Seseorang datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam meminta izin untuk pergi Jihad, maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya, “Apakah kedua ibu bapakmu masih hidup?”
Laki-laki itu menjawab, “Ya.”
Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tinggallah dengan kedua orangtuamu, maka itulah Jihadmu.”
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits di atas dijadikan dalil haramnya safar tanpa izin orangtua. Karena menakala Jihad dilarang, padahal keutamaannya sangat agung, maka safar yang mubah tentu lebih dilarang…” [Fathul Bari, VI/174].
04. Mencukupi bekal dan harta dengan baik baik untuk orang yang safar maupun keluarga yang ditinggalkan.
Spoiler for buka:
Allah Ta’ala berfirman, “…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” [QS Al-Baqarah: 195].
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan memudharatkan orang lain.” [HR Malik II/745].
05. Pergi dengan harta yang halal.
Spoiler for buka:
Rasulullah menyebutkan seseorang yang mengadakan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, ia mengangkat kedua tangannya ke arah langit sambil mengatakan: “Ya rabb, ya rabb, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya juga haram, bahkan diberi dari yang haram-haram, maka (beliau berkatamana mungkin akan dikabulkan keinginannya.” [HR. Muslim bab Qubulus Shadaqah minal Kasbit-Thayyib no. 1015].
06. Berwasiat atau menulis wasiat untuk kerabatnya.
Spoiler for buka:
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah layak bagi orang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan selagi masih hidup selama dua malam, melainkan wasiatnya harus sudah ditulis di sisinya.” [Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim].
Ibnu Umar berkata, “Semenjak kudengar sabda beliau ini, tidak pernah lewat satu malam pun, melainkan aku sudah mempunyai wasiat.”
07. Melakukan perjalanan bersama 3 orang atau lebih
“Satu pengendara (musafir) adalah syaithan, dua pengendara (musafir) adalah dua syaithan, dan tiga pengendara (musafir) itu baru disebut rombongan musafir.”[HR. Abu Daud no. 2607, At Tirmidzi no. 1674 dan Ahmad 2/186. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 62].
Yang dimaksud dengan syaithan di sini adalah jika kurang dari tiga orang, musafir tersebut sukanya membelot dan tidak taat.[Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379, 6/53 dan penjelasan Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 62].
Namun larangan di sini bukanlah haram (tetapi makruh) karena larangannya berlaku pada masalah adab.[Lihat perkataan Ath Thobari yang dibawakan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari, 6/53].
08. Mencari orang atau teman-teman seperjalanan yang shalih
“Seseorang itu tergantung kepada kepribadian teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang diantara kalian melihat siapa yang dijadikan teman karibnya.” [HR. At-Tirmidzi].
09. Memilih atau mengangkat pemimpin rombongan.
Spoiler for buka:
Adapun perintah untuk mengangkat pemimpin ketika safar adalah,
“Jika ada tiga orang keluar untuk bersafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah di antaranya sebagai ketua rombongan.” [HR. Abu Daud no. 2609. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih].
10. Dianjurkan bepergian pada hari Kamis
Spoiler for buka:
Spoiler for buka:
Dari Ka’ab bin Malik, beliau berkata,
أَن النبِى – صلى الله عليه وسلم – خَرَجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ فِى غَزْوَةِ تَبُوكَ ، وَكَانَ يُحِب أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis. Dan telah menjadi kebiasaan beliau untuk bepergian pada hari Kamis.”[HR. Bukhari no. 2950].
11. Melakukan perjalanan pada malam hari
Waktu terbaik untuk melakukan safar adalah di waktu duljah. Sebagian ulama mengatakan bahwa duljah bermakna awal malam. Ada pula yang mengatakan seluruh malam karena melihat kelanjutan hadits. Jadi dapat kita maknakan bahwa perjalanan di waktu duljah adalah perjalanan di malam hari[Lihat ‘Aunul Ma’bud, Muhammad Syamsul Haq Abu Ath Thoyib, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, cetakan kedua, 1415 H, 7/171].
Perjalanan di waktu malam itu sangatlah baik karena ketika itu jarak bumi seolah-olah didekatkan. Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Hendaklah kalian melakukan perjalanan di malam hari, karena seolah-olah bumi itu terlipat ketika itu.”[HR. Abu Daud no. 2571, Al Hakim dalam Al Mustadrok 1/163, dan Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro 5/256. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shahihah no. 681].
12. Melaksanakan shalat 2 rakaat sebelum pergi dan tatkala pulang (atau mau masuk rumah)
Spoiler for buka:
Sebagaimana terdapat hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang berada di luar rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah.”[HR. Al Bazzar, hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 1323]
13. Berpamitan ketika mau pergi kepada orang yang ditinggalkan.
Spoiler for buka:
Do’a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang hendak bersafar adalah,
“Astawdi’ullaha diinaka, wa amaanataka, wa khowaatiima ‘amalik (Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan perbuatan terakhirmu kepada Allah)”[HR. Abu Daud no. 2600, Tirmidzi no. 3443 dan Ibnu Majah no. 2826. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shahihah no. 14 dan 15.].
14. Mendoakan keluarga atau kerabat yang ditinggalkan.
Spoiler for buka:
Hendaklah musafir atau yang berpergian mengatakan kepada orang yang ditinggalkan,
“Astawdi’ukallaha alladzi laa tadhi’u wa daa-i’ahu (Aku menitipkan kalian pada Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipannya).”[HR. Ibnu Majah no. 2825. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih].
“Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa hawla wa laa quwwata illa billah” (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada-Nya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya). [HR. Abu Daud no. 5095 dan Tirmidzi no. 3426, dari Anas bin Malik. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1605].