13 Puisi Terbaik Chairil Anwar Sepanjang Masa [Serba 13]
TS
Kurani
13 Puisi Terbaik Chairil Anwar Sepanjang Masa [Serba 13]
Bismillah...
Langsung aja, ngak pake lama, mudah2an tidak dan
Ane mau share mengenai 13 Puisi Terbaik Chairil Anwar sepanjang masa. Semoga bermanfaat, menghibur dan menambah wawasan.
Quote:
Chairil Anwar (1922 – 1949), dijuluki sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul Aku), adalah penyair terkemuka Indonesia. Ia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi. Puisinya menyangkut berbagai tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.
Quote:
"Ajarkanlah sastra pada anak-anak kalian. Sebab sastra akan mengubah yang pengecut menjadi pemberani" #Umar bin Khattab
1. Diponegoro
Spoiler for Puisi:
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Spoiler for info:
Februari 1943
2. Tak Sepadan
Spoiler for Puisi:
Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kimpoi, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros.
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik juga kita pahami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka.
Spoiler for info:
Februari 1943
(Naskah aslinya bukan 'kimpoi' tapi 'ka-win' tanpa '-')
3. Sia-sia (Versi Deru Campur Debu)
Spoiler for Puisi:
Penghabisan kali itu kau datang
membawaku karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
darah dan suci
Kau tebarkan depanku
serta pandang yang memastikan: Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
Spoiler for info:
1943
4. Aku (Versi Deru Campur Debu)
Spoiler for Puisi:
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Spoiler for info:
Maret 1943
5. Lagu Biasa
Spoiler for Puisi:
Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan "Carmen" pula.
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai "Ave Maria"
Kuseret ia ke sana....
Spoiler for info:
Maret 1943
6. Hampa
Spoiler for Puisi:
kepada sri
Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Spoiler for info:
1943
Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.
7. Di Mesjid
Spoiler for Puisi:
Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga
Kami pun bermuka-muka.
Seterusnya Ia Bernyala-nyala dalam dada.
Segala daya memadamkanya
Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang.
Binasa-membinasa
Satu menista lain gila
Spoiler for info:
29 Mei 1943
8. Derai-Derai Cemara
Spoiler for Puisi:
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
Spoiler for info:
12 Juli 1943
9. Isa
Spoiler for Puisi:
kepada nasrani sejati
Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah
rubuh
patah
mendampar tanya: aku salah?
kulihat Tubuh mengucur darah
aku berkaca dalam darah
terbayang terang di mata masa
bertukar rupa ini segera
mengatup luka
aku bersuka
itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah.
Spoiler for info:
12 November 1943
10. Doa
Spoiler for Puisi:
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Spoiler for info:
13 November 1943
11. Senja Di Pelabuhan Kecil
Spoiler for Puisi:
buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Spoiler for info:
1946
Ini juga menjadi puisi 'wajib' TS ketika kuliah S2 di UI jurusan Susastra.
12. Krawang-Bekasi
Spoiler for Puisi:
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Spoiler for info:
1948 Ini puisi favorit TS
Spoiler for sumber:
Google, Wikipedia, & Buku 'Aku ini Binatang Jalang'
Mohon maaf karena sebenarnya masih banyak puisi-puisi Chairil Anwar yang tidak kalah 'masterpiece'-nya tidak bisa ditampilkan. Tolong bantu rate ya jika berkenan.. =D
Ane juga tidak menolak dan akan senang sekali jika ada yang ingin memberikan
Ditunggu komennya gan.