Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ceper.rimbaAvatar border
TS
ceper.rimba
[CATPER] Lautan Awan dan Mistisnya Gn. Cikuray 21 - 22 Agustus 2012
Lebaran kemarin, saya sebenarnya tidak begitu ingin mendaki gunung. Ketika seorang kakak jauh mengajak naik gunung, bersama sembilan orang lainnya, saya pun mengiyakan. Ketika saya mengetahui gunung mana yang akan didaki, saya agak ragu. Gunung Cikuray menjadi tujuan pendakian kemarin. Saya mencoba menguatkan hati, dan berangkat dengan persiapan yang agak kurang matang karena beberapa gears tertinggal di Jakarta.

Berangkatlah saya dari Bandung dengan motor kakak saya, menuju Terminal Guntur - Garut. Perjalanan memakan waktu kurang lebih empat jam, karena kondisi lingkar Nagreg macet total. Karena tidak ada buka tutup, kami harus mengantri sampai jalanan benar-benar stabil kembali. Setelah sampai di Terminal Guntur, kami memenuhi logistik yang belum lengkap dan packing kembali. Sambil menunggu delapan orang lagi dari @infopendaki yang akan menanjak bersama, saya, kakak saya, dan satu orang yang sudah ada di sana lebih dulu, mengobrol seputar Cikuray.

Sekitar jam sembilan pagi, delapan orang yang lain datang. Kami langsung mencari kendaraan menuju ke Cilawu, dan akan naik lewat pemancar. Dapat angkutan kota yang sudah ditawari bayaran seratus sepuluh ribu rupiah melaju, menuju Cilawu. Dari Cilawu, kami mencari truk untuk disewa sampai tower pemancar, karena jaraknya dari Cilawu cukup membuat kaki dan lutut ngilu. Sepanjang jalan, kami menikmati dinginnya Garut dan tipisnya oksigen yang mulai menyentuh pernafasan. Sepanjang jalan, kami menumpukan harapan pada ransel-ransel besar dengan berliter-liter air, mengingat Cikuray yang tidak memiliki sumber air di sepanjang jalur dan puncak. Suplai air di Cikuray, hanya bisa didapatkan dari bawah. Ketika mulai naik gunung, dan menuju puncak gunung, air harus benar-benar diatur sedemikian rupa, untuk berapa lama di gunung, karena tidak ada sumber air.

Spoiler for Cikuray di Kejauhan:


Sampai di pemancar, kami mulai bersiap dan naik sekitar jam satu siang. Suasana panas menambah keringnya kerongkongan kami yang harus menahan untuk minum air selama beberapa periode menuju puncak. Manajemen situasi harus benar-benar pas. Sepanjang kebun teh, kami menyusuri jalur berpasir yang membuat tenggorokan semakin kering saja. Sekitar tiga puluh menit menanjak bukit berpasir, kami sampai di wilayah vegetasi dan di sinilah awal pendakian menuju Cikuray.

Kami mendaki terus sampai melewati pos-pos pendakian. Di Cikuray, ada sekitar enam pos dan satu puncak bayangan. Setelah pos keenam dilewati, maka kita akan sampai di puncak yang berjarak waktu tidak terlalu lama dari pos terakhir. Sementara, kalau dihitung secara normal, waktu tempuh dari puncak bayangan menuju puncak Cikuray sekitar 30 menit sampai satu jam saja.

Setelah petang atau waktu magrib, kami baru sampai puncak bayangan. Di sinilah hal yang tidak diinginkan akhirnya terjadi. Dua orang membawa tenda, dan menuju puncak Cikuray lebih dulu untuk memasang tenda. Sedangkan, sembilan orang yang sisa, menunggu di puncak bayangan sambil beristirahat, makan, minum, ibadah, dan sebagainya. Mulai di puncak bayangan, saya sendiri mulai merasakan sesuatu yang aneh. Ya, ini mungkin biasa. Tapi, energi negatif di sekitar saya, agak terlalu berlebihan. Saya biasa-biasa saja dan tidak menganggap ini sesuatu hal yang perlu ditakuti, karena hal seperti ini lumrah saja jika di rimba raya.

Spoiler for Truk menuju Cikuray:


Setelah Magrib lewat, kami pun packing lagi dan bersiap untuk menuju puncak Cikuray yang katanya tidak begitu jauh dan tidak memakan waktu tempuh yang begitu lama. Saya mengangguk dan mencoba jalan. Dengan senter seadanya, kami coba naik ke puncak Cikuray dengan bersusah payah. Medan terjal yang kami lewati sejak dari kaki dan lingkungan vegetasi, membuat kami sudah cukup lelah untuk menuju puncak. Belum lagi, beberapa orang yang sepertinya agak kurang mengerti etika naik dengan benar, malah minum minuman beralkohol di jalur. Ini hal yang tidak dilarang, hanya saja harus melihat situasi dan kondisi. Mereka yang minum inilah yang berpotensi untuk menghabiskan air lebih banyak. Pasalnya, sehabis minum, orang pasti kehausan karena tenggorokannya kering. Hal inilah yang membuat energi negatif semakin menguasai kami.

Kami naik terus dan berhenti terlalu sering. Sementara, saya masih merasa ada yang mengikuti terus sejak tadi, bukan manusia tentunya. Hal ini belum kentara betul, sampai kami menemukan suatu tanda dimana kami sadar, bahwa jalur kami ini sejak tadi hanya berputar saja. Bayangkan, dari waktu tempuh yang hanya satu jam saja bisa sampai puncak Cikuray, harus memakan waktu berjam-jam. Jam sembilan malam, kami memutuskan berhenti di suatu tanah lapang, dan memasang beberapa matras sebagai alas tidur. Karena tidak ada tenda, kami memaksa diri untuk menahan dingin, sampai subuh tiba dan kami bisa naik ke puncak Cikuray. Kami berdoa, berharap mendapat perlindungan dan berharap agar bisa kembali ke persinggahan masing-masing, dengan selamat. Kami mulai memasak apa yang tidak dibawa oleh dua orang sebelumnya--yang memasang tenda di puncak--dan kami mulai bergantian menjaga.

Sekitar jam tiga pagi, mulai terdengar suara-suara manusia. Saya terbangun dan setengah sadar melihat sekitar. Yang lain pun bangun dan mulai berjaga, karena suara itu biasa saja. Tak ada yang pernah tahu, ada apa di gunung dan rimba. Sambil berjaga, kami memasak lagi. Suplai untuk energi lagi. Kami memasak teh, kopi, susu jahe, dan apa saja yang bisa menenangkan sekaligus menghangatkan. Hampir subuh dan manusia pun mulai summit attack. Kami bertemu beberapa orang yang mulai menuju puncak Cikuray. Di saat itulah, kami tersadar dari ketakutan kami yang sempat bergelayut sepanjang jalur pendakian. Kami pun bersyukur dan membangunkan yang lain. Masih ada manusia di sekitar kami, selain kami dan itu berarti, kami aman.

Setelah menyuplai energi, sebelum benar-benar terang, saya menuju ke puncak Cikuray. Dengan bermodalkan senter, saya pun naik. Dan sungguh tidak saya sangka. Ternyata, dari tempat saya dan teman-teman beristirahat karena kondisi sudah drop sekali dengan hal gaib dan juga lelah, puncak Cikuray sangatlah dekat! Tidak sampai limabelas menit saya sampai di sana, ketika hari mulai pagi. Dan untuk mengecek kebenaran klenik yang ada, saya pun mengambil gambar ke arah jalur, dengan blitz yang sudah dinyalakan. Ketika mengambil gambar, banyak orbs yang tertangkap kamera. Menurut beberapa pemahaman, orbs adalah suatu anomali gelombang cahaya yang tertangkap kamera dan menandakan adanya makhluk lain yang tak kasat mata. Inilah yang membuat saya percaya, kalau kondisi kami yang pongah dan sombong terhadap gunung, membuat kami mendapat pelajaran dari para makhluk halus yang lebih mencintai gunung daripada kami. Kami pun bersyukur, masih dapat menikmati keindahan gunung, meski dengan beberapa kesalahan. Dan dari sana, saya belajar untuk lebih paham alam, dan tidak pongah.

Spoiler for sunrise dan orbs:


Di puncak, saya berteriak memanggil yang lain. Yang lain pun mendengar dan mulai menyusul ke puncak satu per satu. Sedangkan, seorang dari kami menjaga barang dan nanti akan menyusul jika yang naik lebih dulu sudah turun dan ganti giliran menjaga barang.

Menunggu saat matahari terbit adalah yang paling membahagiakan. Menyaksikan matahari itu terbit di antara bayangan gunung Ceremai dan gunung Slamet di kejauhan, adalah suatu anugerah. Maka, ketika sang surya telah mulai mengudara, saya pun bersiap dengan kamera saya. Foto yang saya ambil cukup memuaskan, meski tidak begitu bagus, dan inilah yang membuat saya semakin mencintai alam ini, bersyukur untuk mentafakuri alam Tuhan yang begitu indahnya. Sungguh, selagi hidup, saya tidak akan pernah berhenti mengagumi keindahan alam Indonesia.

Spoiler for sunrise:


Spoiler for lautan awan:


Setelah puas, meski belum begitu puas (karena menyaksikan keindahan tidak akan mungkin pernah puas), kami makan pagi lalu packing untuk turun kembali ke pemancar dan menghadapi realita hidup. Sekitar pukul setengah sebelas, kami turun. Tidak sampai limabelas menit kami sampai puncak bayangan. Hal ini makin membuat saya percaya bahwa jalur saya semalam memang diputar oleh entah apa. Dan saya hanya bisa berterima kasih dengan para makhluk itu, karena dengan begitulah teman-teman saya baru bisa sadar dari kepongahannya.

Selama lima jam lebih kami menuruni gunung dan sampai di pemancar sekitar pukul tiga sore. Kami menunggu truk yang akan menjemput sambil menikmati dinginnya air mentah yang menghilangkan kekeringan di tenggorokan kami. Truk pun datang, dan di sinilah akhir perjalanan kami yang tidak akan pernah berakhir. Tak berhenti di sini, kami akan terus mendaki, mensyukuri, menikmati.

Jakarta, 23 Agustus 2012
11:29 PM


Repost dari blog saya di sini == http://www.ayuwelirang.com/2012/08/j...ya-gunung.html
0
8.3K
39
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan