n45ruAvatar border
TS
n45ru
Kisah Detik-detik Kepergian Rasulullah


Keadaan Nabi semakin gawat saja dari hari ke hari. Para sahabat sudah sangat cemas semenjak malam Senin. Dan ketika senin pagi Bilal mengalunkan suaranya di Masjid Nabawi memanggil umat Islam untuk menunaikan Sholat, hingga beberapa lama Nabi belum hadir juga. Bilal lalu berangkat ke rumah beliau. Di sana ia berteriak, "Assalaamualaika, ya Rasulullah!"

Nabi tidak menjawab. Fatimah yang keluar.

"Alaikas-salam. Kalau ada perlu lain kali saja, Rasulullah sedang panas badannya."

Bilal tidak paham akan jawaban Fatimah ini. Ia kembali ke masjid, menunggu kedatangan Nabi sampai subuh mulai kuning. Waktu hampir terlambat. Maka bilal kembali ke rumah Rasulullah.

"Assalaamualaiku, ya Rasulullah," teriaknya. "Para makmum sudah menunggu. Telah kuning waktu subuh."

Nabi agak sadar. Dengan tersendat-sendat Nabi membalas salam Bilal, lantas berkata, " Ya Bilal, aku tahu fajar telah mulai tiba. Kasih tau Abu Bakar spaya menjadi imam dalam sholat subuh pagi hari ini. Aku sedang parah, tidak mampu bangun."

Bilal menangis mendengar jawaban ini. Suara tersendat-sendat itu adalah pertanda sakit yang parah. Dengan langkah lunglai, tetapi terburu-buru ia bergegas ke masjid. Disampaikannya pesan junjungannya kepada Abu Bakar. Maka Abu Bakar pun maju ke depan.

Begitu melihat mihrab yang kosong, Abu Bakar terguguk menangis. Mihrab itu biasanya tempat Nabi berdiri dengan gagahnya menjadi imam. Di situ biasanya Rasulullah mendengungkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan suaranya yang nyaring dan fasih. Pribadinya yang agung, bangun tubuhnya yang berwibawa, terbayang semua pada saat itu. Kini mihrab itu kosong. Abu bakar menangis kembali, dan seluruh sahabat juga menangis sehingga suasana suuh hari itu dalam keadaan murung dan kehilangan.

Semakin siang, para sahabat berkumpul-kumpul menanti berita dari rumah Rasulullah. Akhirnya seorang sahabat berseru memanggil Ali dan Fadlal bin Abbas. Yang lain tertegun, jangan-jangan.....

Ali dan Fadlal cepat-cepat masuk ke rumah Nabi. Ternyata beliau minta dipayung menuju ke masjid. Dengan langkah terseret-seret Nabi keluar, dipapah oleh kedua sahabat itu. Tiba di masjid Nabi bersholat sunnah dua rakaat, pendek saja shalatnya kali ini. Sesudah itu Nabi menaiki mimbar. Kakinya berat sekali waktu mendaki tangga. Badannya lemah. Dan kedua tangannya gemetaran bertelekan ke tangga-tangga itu. Di atas mimbar beliau berkhatbah di hadapan sahabat-sahabatna. Isinya singkat, namun meresap dan menggetarkan hati yang hadir. Air mata bercucuran tak habis-habis.

"Wahai, umat islam. Kita hidup di bawah kekuasaan Allah dan kasih sayang-Nya. Bertakwalah kepada-Nya, dan taatilah perintah-perintah-Nya."

Itulah isi khotbah beliau. Lalu Nabi turun. Hampir di bawah Nabi nyaris jatuh. Untung Ali dan Fadlal dengan sigap menangkapnya, langsung dipayangnya kembali menuju ke rumah. Setelah itu Nabi tidak bangun-bangun lagi.

Datanglah saatnya Malaikat Izra'il diperintahkan turun oleh Tuhan. "Masuklah kalau kau diizinkannya. Kalau tidak, baliklah kemari," Begitu pesan Allah kepada malakul-maut. "Berangkatlah, dan muncullah dalam rupa yang sopan dan rapi."

Maka Sang Pencabut Nyawa turun sebagai orang A'rabi, berpakaian putih-putih, baunya wangi. Tiba di rumah Nabi ia bersalam, " Selamat kepadamu, wahai penghuni rumah kenabian."

Nabi sedang payah. Fatimah yang menjawab, "Rasulullah sedang tidak ingat akan dirinya. Datanglah lain kali."

Malakul maut kembali berkata, Assalaamualaikum, ya Rasulullah. Salam sejahtera untukmu selamanya. Bolehkah saya masuk?"

Nabi membuka matanya mendengar suara itu. Lalu ia bertanya, "Anakku saang, ada tamu? Siapa yang di pintu, hai Fatimah?"

Putri itu menjawab, "Seorang lelaki A'rabi, orangnya bersih dan rapi. Ia memanggil-manggil, dan meminta izin untuk masuk. Saya bilang, Rasulullah sedang payah. Saya minta untuk kembali lain kali."

Tiba-tiba Nabi memandangi Fatimah dengan tatapan yang menembus jauh. Di dalamnya tampak sinar kelabu yang pekat dan mengabut. Fatimah tergentar hatinya sehingga menggigil sekujur badannya.

"Izinkan tamu itu masuk, Fatimah. Tahukah kau siapa dia, anakku ?"

Fatimah menggeleng. "Tidak," gumamnya.

"Dia adalah penjemput kenikmatan, pemutus nafsu syahwat, dan pemisah pertemuan. Dia adalah malakul-maut."

Fatimah menjerit, "Ya, Rasulullah. Jadi semenjak hari iniaku tidak akan lagi mendengar suara mu, dan memandangi wajah jernihmu ?"

Nabi saw, sebagai seorang ayah yang pengasih ikut larut dalam kesediahan. "Jangan menangis, jantung hatiku. Engkau adalah keluargaku yang mula-mula akan bersama denganku pada hari kiamat."

Mendengar hal itu barulah Fatimah tampak lega. Setelah itu malaikat maut pun masuk. Nabi bertanya, "Engkau datang ada perlu apa?"

Izrail menjawab, "Saya datang mau berziarah. Juga mau mencabut nyawa kalau Tuan izinkan. Tetapi kalau tidak, saya akan balik lagi."

Nabi tersenyum dan bertanya, "Engkau sendirian? Di mana kau tinggalkan Jibril?"

"Saya tinggal dia di langit dua, beserta malaikat-malaikat lainnya."

"Panggil dia kemari."

Malaikat Jibril turun, duduk di sebelah kepala Rasulullah. Nabi memandangi Jibril beberapa lamanya. Dengan sayu Nabi berkata, "Hai Jibril. Mengapa berlambat-lambat? Apa engkau tidak tahu bahwa saat yang dijanjikan itu sudah hampir tiba?"

"Saya tahu, saya tahu," sahut Jibril tergagap.

"Beri aku berita bagaimana hakku di hadapan Allah nanti," Kata Nabi.

Jibril menjawab, "Pintu-pintu langit telah terbuka. Para malaikat berbaris berlapis-lapis menunggu kehadiran ruhmu. Seluruh gerbang surga juga terbuka bagi tempat semayam nyawamu."

Mendengar berita ini Nabi masih tetap suram. Wajahnya tetap gelap dan gelisah.

"Jibri, bukan berita itu yang aku inginkan. Kasih tahu aku, betapa keadaan umatku besok pada hari kiamat ?" tanya Nabi dengan cemas.

Jibril menjawab, "Wahai, Rasulullah. Tuhan berfirman! Aku haramkan surga dimasuki oleh para nabi sampai engkau, Muhammad, masuk lebih dulu ke dalamnya. Dan aku haramkan umat para Nabi masuk ke dalam surga sampai umatmu Muhammad, masuk lebih dulu ke dalamnya."

Barulah Nabi tampak berseri-seri wajahnya. Beliau merasa aman dan tentram karena ternyata umatnya mendapatkan hak serta tempat istimewa di hadapan Allah. Mulutnya yang mulai memucat itu menyungging senyum. Dan senyum itu diberikannya juga kepada malakul-maut ketika beliau mempersilakan sang Pencabut Nyawa untuk melaksanakan tugasnya.


emoticon-Berduka (S)emoticon-Berduka (S)emoticon-Berduka (S)
0
6.1K
98
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan