Pembukaan :
Kenapa banyak Manusia rakus di Negeriku? Rakus kekuasaan, rakus harta? Melakukan segala cara tanpa nurani? Ayam tiren, daging glongongan, menggunakan pewarna pakaian pada makanan, mendaur ulang roti2 dan kue2 berjamur untuk dijual kembali dsb dsb nya.
Negari ini mengaku sebagai Negeri ber-Agama, ada 5 Agama resmi yg diakui Pemerintah, tempat ibadah bertebaran sampai pelosok2, Pemuka Agama juga tidak kurang. Ceramah2 Agama hampir setiap hari ada di media massa. Lantas apa salahnya? Apakah Agama itu harus diyakini sebagai buatan Manusia?
Agama seharusnya merupakan Ajaran yg menuntun/mengajari Manusia mengenai Tuhan, membuat Manusia lebih dekat denganNya. Tapi apa yg terjadi? Agama malah menjadi benteng yg demikian kuatnya, membatasi Manusia berhubungan dengan Tuhannya melalui doktrin dan dogma.
Tuhan dimanusiakan dengan tambahan kata Maha didepannya, Maha Adil, Maha Pengasih dan Penyayang dsb dsb. Sadarkah kita, dengan seringnya kita mengucapkan itu berarti kita tidak meyakini itu, memuji Tuhan sebagai Maha Adil karena kita merasa tidak mendapat keadilan, memuji Tuhan dengan menyebutnya Maha Pemurah berarti kita merasa kekurangan dan seterusnya.
Itu lah masalah Bangsa ini, baru sekedar ber-Agama tapi belum Ber TUHAN..
Sedikit ringkasan bagaimana Kualitas Indonesia
Quote:
Hukum :
Sebagaimana yang kita ketahui, Tiga Pilar Negara yang berperan sangat penting untuk berdiri dengan kokohnya sebuah negara adalah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Jika tiga pilar ini bersinergi dengan baik maka akan kokohlah pondasi pilar sebuah negara, tapi sebaliknya, jika tiga lembaga ini berkonspirasi dalam hal korupsi maka akan runtuhlah negara tersebut.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai kondisi Indonesia saat ini, tiga pilar negara ini sudah sama buruknya, semua sudah terlibat dalam korupsi.
Saya melihat dari konteks bahwa ketiga lembaga tersebut saat ini terjadi korupsi. Dan faktanya itu tidak bisa dibantah, kata Mahfud MD kepada wartawan.
Pada kenyataannya memang demikian, banyak kalangan eksekutif yang tersandung korupsi, begitu juga anggota dewan yang terhormat serta hakim, jaksa juga pengacara yang ditangkap karena kasus korupsi. Kalau sudah begini, kepada siapa lagi kita berharap masa depan bangsa ini, kalau tiga pilar penting ini sudah sama bobroknya.
Kalaulah negara ini kita anggap sebagai sungai, maka kepala pemerintahan itu adalah Hulu sungainya, dan aparatur pemerintahan itu adalah Hilir sungainya, kalau hulunya bersih maka bersih pula hilirnya, bersih kepala pemerintahannya maka bersih pula aparaturnya.
Lalu, dari mana kita harus memulai membersihkan korupsi? Membersih korupsi dimulai dari bawah, maka tidak akan pernah sampai keatas, tapi kalau kita memberantas korupsi dimulai dari atas, maka akan mudah sampai kebawah. Sama halnya dengan membersihkan sampah dialiran sungai, bersih sampah di hulu maka akan bersih sampai ke hilirnya.
Cita-cita Bung Karno dalam mencapai Kemerdekaan Indonesia ini sangat mulia, Kemerdekaan Indonesia itu merupakan Jembatan bagi kemajuan Indonesia selanjutnya, agar Indonesia memiliki kedaulatan yang kuat, agar Bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang Mandiri, seperti yang dikatakan dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, saat Lahirnya Pancasila:
Bahwa kemerdekaan, politike onafhankelijkheid, political independece, tak lain tak bukan, ialah suatu jembatan, satu jembatan emas. saya katakan bahwa diseberang jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Apakah cita-cita Bung karno ini adalah juga cita-cita bangsa Indonesia ? tentu saja cita-cita Bangsa Indonesia pada umumnya, apakah cita-cita itu sudah tercapai ? hanya kitalah yang bisa menjawabnya.
Sumber
Quote:
Pendidikan :
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya.
Sumber
Quote:
Keamanan :
Berbagai persoalan yang dihadapi di antaranya alokasi anggaran. Pemerintah melalui Departemen Pertahanan terbilang minim dalam masalah alokasi anggaran. Menurut Direktur Eksekutif Institute of Defense and Security Study sekaligus penulis buku Defending Indonesia Connie Rahakundini Bakrie, anggaran pertahanan Indonesia adalah yang terkecil di ASEAN.
Anggaran pertahanan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009 hanya 0,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan USD 3,3 miliar. Fakta itu menjadikan Indonesia sebagai negara berwilayah besar dengan anggaran pertahanan terendah di ASEAN setelah Laos (0,4 persen dari PDB), Kamboja (1,4 persen dari PDB), apalagi jika dibandingkan dengan Vietnam (6,3 persen dari PDB) atau Singapura (7,6 persen dari PDB).
Minimnya anggaran tersebut berdampak pada kebiasaan untuk mendaur ulang alat-alat yang sudah tidak lagi memiliki kemampuan operasional yang layak. Diketahui, pesawat Puma SA-330 yang jatuh 12 Juni 2009, telah dinyatakan rusak permanen (total loss) oleh TNI-AU. Artinya, pesawat itu sudah tidak bisa digunakan lagi. Kecelakaan pesawat bukan semata-mata takdir seperti yang pernah dinyatakan menteri pertahanan RI, tapi lebih dari itu, yakni unsur perawatan yang memang penting untuk menjaga operasional alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Faktor lain yang menjadi akar persoalan yang mendera TNI adalah persoalan regulasi yang cenderung irasional dan minim pertimbangan. Connie Rahakundini Bakrie menyebutkan, Indonesia tidak menyertakan potensi ancaman 25 tahun dalam pembahasan anggaran pertahanan. Hal itu disebabkan penekanan yang besar terhadap bidang perokonomian dan sosial. Padahal, dalam praktiknya, pembangunan ekonomi dan militer merupakan dua garis sejajar yang sama penting.
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa TNI bertugas menangani masalah eksternal yang memerlukan kekuatan angkatan bersenjata yang berorientasi outward looking. Itu artinya, kekuatan TNI-AL dan TNI-AU yang profesional, kuat, siap dan menang perang harus diupayakan.
Ketika melihat pasal 25 UU tersebut yang menyatakan bahwa TNI harus menerima anggaran yang ditetapkan dalam APBN, berapa pun jumlahnya. Bagaimana mungkin meremajakan dan membangun kemampuan TNI yang kuat kalau regulasinya kontradiktif. Satu sisi dituntut untuk melakukan militarizing our military, di sisi lain anggaran dibatasi dan harus tunduk kepada ketetapan APBN, yang ketetapannya bergantung kepada kondisi yang berjalan.
Ini gambaran tentang keadaan TNI saat potensi ancaman terhadap keselamatan dan keamanan negara. Ke depan agenda yang mendesak untuk dilakukan pemerintah adalah solusi konkret, bukan sekadar imbauan, larangan, atau peringatan.
Lebih dari itu, instruksi langsung yang mengarah kepada problem solver, seperti penyediaan dana darurat untuk memutus mata rantai kecelakaan pesawat dan peralatan lainnya.
Sumber
Lanjut ke #2