- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
~Emmy Suparka, Profesor Geologi Perempuan Pertama Indonesia~


TS
Sure.O.F
~Emmy Suparka, Profesor Geologi Perempuan Pertama Indonesia~
Quote:
Quote:
Quote:

Quote:
Selamat Datang di Thread Ane 






Gak Nyangka HT

Spoiler for 7 April 2012:

Quote:

Quote:
Sekarang ilmu geologi berkembang sangat pesat, mulai dari analisis inderaja, pemodelan, hingga simulasi komputer. Tetapi menurut saya setiap mahasiswa geologi harus mengetahui ilmu dasar geologi; dan itu, selain dipelajari di bangku kuliah, juga diperoleh di lapangan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Profesor Dr. Ir. Emmy Suparka seorang pakar geologi yang mendapat anugrah profesornya tahun 2001. Beliau merupakan profesor perempuan geologi pertama di Indonesia, sekaligus profesor perempuan pertama bidang teknik di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Antara tahun 1960 -1970an, ketika bidang geologi mulai berkembang di Indonesia dan masih didominasi oleh kaum laki-laki, Emmy, perempuan kelahiran Denpasar, Bali, 17 April 1948 itu memantapkan dirinya memilih Jurusan Geologi yang justru tidak diminati kaumnya. Setamatnya dari sekolah menengah di Yogyakarta, ia tertarik memilih Jurusan Geologi karena beberapa hal. Antara lain karena ahli geologi dinilainya masih kurang di Indonesia, terutama perempuan yang masih bisa dihitung dengan sebelah jari. Selain itu, ketertarikannya pada Geologi karena ada nuansa yang menantang dengan ilmu Geologi. Apa itu Geologi? Seperti kebanyakan ketertarikan awal pemilihan Jurusan Geologi, Emmy pun berharap jika kuliah di Geologi, ia dapat meneruskan kesenangannya terhadap traveling, bepergian melihat hal yang baru, melihat alam dan banyak hal.
Dalam wawancara kami, tiba-tiba Emmy tertawa dan ia berujar, ada hal yang tidak bisa saya lupakan ketika mengikuti testing masuk ITB Jurusan Geologi, tahun 1965. Ketika saya mau memasuki ruangan tempat ujian, saya dicegat oleh pengawas dan mengatakan ini untuk Jurusan Geologi. Mbak salah ruangan, kata pengawas. Saya yakinkan bahwa saya tidak salah ruangan dengan memperlihatkan kartu ujian. Ini gambaran betapa tidak populernya Jurusan Geologi di kalangan perempuan pada saat itu. Tahun 1965 hanya ada dua mahasiswi yang masuk di Jurusan Geologi ITB, yaitu saya, dan Eti Nuay yang merupakan perwakilan dari daerah, lanjutnya mengenang masa awal kuliah.
Menurut Emmy, ada kesenjangan informasi yang sampai kepada masyarakat tentang geologi. Pada umumnya masyarakat memahami bahwa geologi adalah ilmu yang berkaitan dengan gunung dan hutan. Padahal tidak demikian. Itulah sebabnya para orang tua kurang merespon keinginan putera-puterinya untuk mengambil jurusan ini. Sekarang sudah memadai, informasi tentang Geologi sudah diterima oleh masyarakat sebagaimana adanya.
Seiring berlalunya waktu, tiba saatnya memilih spesialisasi. Emmy semula tertarik dengan fosil. Jazad renik itu bisa membawa kepada khayalan ribuan bahkan jutaan tahun silam. Tetapi di bawah mikroskop, rupanya menurut Emmy, fosil itu dibolak-balik bentuknya sama saja tidak berubah. Hal itu berbeda dengan melihat sayatan batuan di bawah lensa mikroskop. Berubah posisi lensa, berbagai bentuk dan warna muncul dan tentu menghasilkan berbagai imajinasi dan interpretasi. Bagi Emmy hal ini menarik dan menantang. Akhirnya Emmy memilih petrologi sebagai spesialisasinya. Sekali lagi anak kedua dari delapan bersaudara ini membuat teman-temannya bergumam, Emmy memilih hard rock? ujar mereka tidak percaya.
Made Emmy Relawati, nama gadisnya, adalah anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Putu Badjre Kusumaharta (alm) dan Nyoman Resike. Ketika usia Emmy sepuluh tahun, mereka pindah dari Denpasar ke Yogyakarta. Ia kemudian menyelesaikan sekolah dasarnya di SD Bopkri pada 1959, lulus tingkat SLTP di SMP Negeri II pada 1962, serta tingkat SLTA di SMA Stella Duce pada 1965, seluruhnya di Yogyakarta. Ayahnya seorang wiraswasta yang berhasil dan memberikan kebebasan serta kepercayaan penuh kepada putera-puterinya untuk memilih masa depannya. Dari delapan bersaudara hanya Emmy yang menjadi pegawai negeri, lainnya mengikuti jejak ayahnya sebagai pengusaha.
Sebagai mahasiswi di sarang mahasiswa tidak membuat Emmy dan Eti merasa jengah atau risi. Karena mereka minoritas, dua mahasiswi ini selalu mendapatkan perlindungan dan prioritas dari rekan-rekannya para mahasiswa, bahkan dosen. Setiap ada event penting mengenai geologi, mereka selalu diajak ikut serta dan itu menambah pengalaman di lapangan.
Ada dua peristiwa penting yang tidak dapat dilupakan oleh Emmy. Pertama, saat saya keluar dari ruangan sidang ujian sarjana, saya tiba-tiba diserang rasa haru dan terdiam di depan pintu. Betapa beban berat yang saya lalui selama ini telah lepas. Tuhan, terima kasih, ucap saya dalam hati. Teman-teman ikut diam dan menyangka saya tidak lulus. Saat salah seorang dosen penguji keluar mengucapkan selamat, saya lulus dengan predikat terbaik (cum laude), teman-teman saya baru bergembira.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Profesor Dr. Ir. Emmy Suparka seorang pakar geologi yang mendapat anugrah profesornya tahun 2001. Beliau merupakan profesor perempuan geologi pertama di Indonesia, sekaligus profesor perempuan pertama bidang teknik di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Antara tahun 1960 -1970an, ketika bidang geologi mulai berkembang di Indonesia dan masih didominasi oleh kaum laki-laki, Emmy, perempuan kelahiran Denpasar, Bali, 17 April 1948 itu memantapkan dirinya memilih Jurusan Geologi yang justru tidak diminati kaumnya. Setamatnya dari sekolah menengah di Yogyakarta, ia tertarik memilih Jurusan Geologi karena beberapa hal. Antara lain karena ahli geologi dinilainya masih kurang di Indonesia, terutama perempuan yang masih bisa dihitung dengan sebelah jari. Selain itu, ketertarikannya pada Geologi karena ada nuansa yang menantang dengan ilmu Geologi. Apa itu Geologi? Seperti kebanyakan ketertarikan awal pemilihan Jurusan Geologi, Emmy pun berharap jika kuliah di Geologi, ia dapat meneruskan kesenangannya terhadap traveling, bepergian melihat hal yang baru, melihat alam dan banyak hal.
Dalam wawancara kami, tiba-tiba Emmy tertawa dan ia berujar, ada hal yang tidak bisa saya lupakan ketika mengikuti testing masuk ITB Jurusan Geologi, tahun 1965. Ketika saya mau memasuki ruangan tempat ujian, saya dicegat oleh pengawas dan mengatakan ini untuk Jurusan Geologi. Mbak salah ruangan, kata pengawas. Saya yakinkan bahwa saya tidak salah ruangan dengan memperlihatkan kartu ujian. Ini gambaran betapa tidak populernya Jurusan Geologi di kalangan perempuan pada saat itu. Tahun 1965 hanya ada dua mahasiswi yang masuk di Jurusan Geologi ITB, yaitu saya, dan Eti Nuay yang merupakan perwakilan dari daerah, lanjutnya mengenang masa awal kuliah.
Menurut Emmy, ada kesenjangan informasi yang sampai kepada masyarakat tentang geologi. Pada umumnya masyarakat memahami bahwa geologi adalah ilmu yang berkaitan dengan gunung dan hutan. Padahal tidak demikian. Itulah sebabnya para orang tua kurang merespon keinginan putera-puterinya untuk mengambil jurusan ini. Sekarang sudah memadai, informasi tentang Geologi sudah diterima oleh masyarakat sebagaimana adanya.
Seiring berlalunya waktu, tiba saatnya memilih spesialisasi. Emmy semula tertarik dengan fosil. Jazad renik itu bisa membawa kepada khayalan ribuan bahkan jutaan tahun silam. Tetapi di bawah mikroskop, rupanya menurut Emmy, fosil itu dibolak-balik bentuknya sama saja tidak berubah. Hal itu berbeda dengan melihat sayatan batuan di bawah lensa mikroskop. Berubah posisi lensa, berbagai bentuk dan warna muncul dan tentu menghasilkan berbagai imajinasi dan interpretasi. Bagi Emmy hal ini menarik dan menantang. Akhirnya Emmy memilih petrologi sebagai spesialisasinya. Sekali lagi anak kedua dari delapan bersaudara ini membuat teman-temannya bergumam, Emmy memilih hard rock? ujar mereka tidak percaya.
Made Emmy Relawati, nama gadisnya, adalah anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Putu Badjre Kusumaharta (alm) dan Nyoman Resike. Ketika usia Emmy sepuluh tahun, mereka pindah dari Denpasar ke Yogyakarta. Ia kemudian menyelesaikan sekolah dasarnya di SD Bopkri pada 1959, lulus tingkat SLTP di SMP Negeri II pada 1962, serta tingkat SLTA di SMA Stella Duce pada 1965, seluruhnya di Yogyakarta. Ayahnya seorang wiraswasta yang berhasil dan memberikan kebebasan serta kepercayaan penuh kepada putera-puterinya untuk memilih masa depannya. Dari delapan bersaudara hanya Emmy yang menjadi pegawai negeri, lainnya mengikuti jejak ayahnya sebagai pengusaha.
Sebagai mahasiswi di sarang mahasiswa tidak membuat Emmy dan Eti merasa jengah atau risi. Karena mereka minoritas, dua mahasiswi ini selalu mendapatkan perlindungan dan prioritas dari rekan-rekannya para mahasiswa, bahkan dosen. Setiap ada event penting mengenai geologi, mereka selalu diajak ikut serta dan itu menambah pengalaman di lapangan.
Ada dua peristiwa penting yang tidak dapat dilupakan oleh Emmy. Pertama, saat saya keluar dari ruangan sidang ujian sarjana, saya tiba-tiba diserang rasa haru dan terdiam di depan pintu. Betapa beban berat yang saya lalui selama ini telah lepas. Tuhan, terima kasih, ucap saya dalam hati. Teman-teman ikut diam dan menyangka saya tidak lulus. Saat salah seorang dosen penguji keluar mengucapkan selamat, saya lulus dengan predikat terbaik (cum laude), teman-teman saya baru bergembira.

Lanjut Bawah gan
0
32.5K
Kutip
1.6K
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan