Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dhie008Avatar border
TS
dhie008
wawancara sama walikota teladan gan..
trit pertamax ane ne gan...
moga gak http://static.kaskus.co.id/images/sm...sm_repost1.gif

tolong http://static.kaskus.co.id/images/sm...lies/rate5.gif ya gan, bear jadi HT ne trit..http://static.kaskus.co.id/images/sm...es/selamat.gif

kalo yang berkenan ya boleh di kasih yang seger seger gan..http://static.kaskus.co.id/images/smilies/s_big_cendol.gif

tapi jangan di kasih http://static.kaskus.co.id/images/sm..._batamerah.gif ya gan..http://static.kaskus.co.id/images/sm...lies/takut.gif

Joko Widodo: Tidak Mau Masuk Sistem, Saya ‘Injak’

tokoh perubahan 2010

“Jokowi itu pemberian nama dari buyer saya dari Prancis,” begitu kata Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat ditanya dari mana muncul nama Jokowi. Kata dia, begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko yang itu. Makanya, dia terus diberi nama khusus, ‘Jokowi’. Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang. Di kartu nama yang dia berikan tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Belakangan dia mengecek, di Solo yang namanya persis Joko Widodo ada 16 orang.

Saat ini, Jokowi menjabat untuk periode kedua. Kemenangan mutlak diperoleh saat pemilihan wali kota tahun lalu. Nama Jokowi kini tidak hanya populer, tapi kepribadiannya juga disukai masyarakat. Setidaknya, ketika pergi ke pasar-pasar, para pedagang beramai-ramai memanggilnya, atau paling tidak berbisik pada orang sebelahnya, “Eh..itu Pak Joko.”

Bagaimana ceritanya sehingga dia bisa dicintai masyarakat Solo? Kebijakan apa saja yang telah membuat rakyatnya senang? Mengapa pula dia harus menginjak pegawainya? Berikut wawancara wartawan Republika, Ditto Pappilanda, dengan Jokowi dalam kebersamaannya sepanjang setengah hari di seputaran Solo.

Sikap apa yang Anda bawa dalam menjalankan karier sebagai birokrat?
"Secara prinsip, saya hanya bekerja untuk rakyat. Hanya itu, simpel. Saya enggak berpikir macam-macam, wong enggak bisa apa-apa. Mau dinilai tidak baik, silakan, mau dinilai baik, ya silakan. Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Enggak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja".

"Bener, saya tidak muluk-muluk dan sebenarnya yang kita jalankan pun semua orang bisa ngerjain. Hanya, mau enggak. Punya niat enggak. Itu saja. Enggak usah tinggi-tinggi. Sederhana sekali".

"Contoh, lima tahun yang lalu, pelayanan KTP kita di kecamatan semrawut. KTP bisa dua minggu, bisa tiga minggu selesai. Tidak ada waktu yang jelas. Bergantung pada yang meminta, seminggu bisa, dua minggu bisa. Tapi, dengan memperbaiki sistem, apa pun akan bisa berubah. Menyiapkan sistem, kemudian melaksanakan sistem itu, dan kalau ada yang enggak mau melaksanakan sistem, ya, saya injak".

Awalnya reaksi internal bagaimana?
"Ya biasa, resistensi setahun di depan, tapi setelah itu, ya, biasa saja. Semuanya kalau sudah biasa, ya semuanya senang. Ya, kita mengerti itu masalah kue, ternyata ya juga bisa dilakukan".

"Untuk mengubah sistem proses KTP itu, tiga lurah saya copot, satu camat saya copot. Saat itu, ketika rapat diikuti 51 lurah, ada tiga lurah yang kelihatan tidak niat. Enggak mungkin satu jam, pak, paling tiga hari, kata mereka. Besoknya lurah itu tidak menjabat. Kalau saya, gitu saja. Rapat lima camat lagi, ada satu camat, sulit pak, karena harus entri data. Wah ini sama, lah. Ya, sudah".

"Nyatanya, setelah mereka hilang, sistemnya bisa jalan. Seluruh kecamatan sekarang sudah seperti bank. Tidak ada lagi sekat antara masyarakat dan pegawai, terbuka semua. Satu jam juga sudah jadi. Rupiah yang harus dibayar sesuai perda, Rp 5.000".

Anda juga punya pengalaman menarik dalam penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang kemudian banyak menjadi rujukan?
"Iya. Sekarang banyak daerah-daerah ke sini, mau mengubah mindset. Oh ternyata penanganan (PKL) bisa tanpa berantem. Memang tidak mudah. Pengalaman kami waktu itu adalah memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari yang sudah dijadikan tempat jualan bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari 20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan".

"Lima tahun yang lalu, mereka saya undang makan di sini (ruang rapat rumah dinas wali kota). Saya ajak makan siang, saya ajak makan malam. Saya ajak bicara. Sampai 54 kali, saya ajak makan siang, makan malam, seperti ini. Tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau pindah. Enggak usah di-gebukin".http://static.kaskus.co.id/images/sm...es/jempol2.gif

Mengapa butuh tujuh bulan, mengapa tidak di tiga bulan pertama?
"Kita melihat-melihat angin, lah. Kalau Anda lihat, pertama kali mereka saya ajak ke sini, mereka semuanya langsung pasang spanduk. Pokoknya kalau dipindah, akan berjuang sampai titik darah penghabisan, nyiapin bambu runcing. Bahkan, ada yang mengancam membakar balai kota".

Situasi panas itu sampai pertemuan ke berapa?
"Masih sampai pertemuan ke-30. Pertemuan 30-50 baru kita berbicara. Mereka butuh apa, mereka ingin apa, mereka khawatir mengenai apa. Dulu, mereka minta sembilan trayek angkot untuk menuju wilayah baru. Kita beri tiga angkutan umum. Jalannya yang sempit, kita perlebar".

"Yang sulit itu, mereka meminta jaminan omzet di tempat yang baru sama seperti di tempat yang lama. Wah, bagaimana wali kota disuruh menjamin seperti itu. Jawaban saya, rezeki yang atur di atas, tapi nanti selama empat bulan akan saya iklankan di televisi lokal, di koran lokal, saya pasang spanduk di seluruh penjuru kota. Akhirnya, mereka mau pindah".

"Pindahnya mereka saya siapkan 45 truk, saya tunggui dua hari, mereka pindah sendiri-sendiri. Pindahnya mereka dari tempat lama ke tempat baru saya kirab dengan prajurit keraton. Ini yang enggak ada di dunia mana pun. Mereka bawa tumpeng satu per satu sebagai simbol kemakmuran. Artinya, pindahnya senang. Tempat yang lama sudah jadi ruang terbuka hijau kembali".

Omzetnya di tempat yang baru?
"Bisa empat kali. Bisa tanya ke sana, jangan tanya saya. Tapi, ya kira-kira ada yang sepuluh kali, ada yang empat kali. Rata-rata empat kali. Ada yang sebulan Rp 300 juta. Itu sudah bukan PKL lagi, geleng-geleng saya".
ampe heran-heran dianya ganhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/ngakaks.gif

Bagaimana dengan PKL yang lain?
"Setelah yang eks-PKL Banjarsari pindah, tidak sulit meyakinkan yang lain. Cukup pertemuan tiga sampai tujuh kali pertemuan selesai. Sampai saat ini, kita sudah pindahkan 23 titik PKL, tidak ada masalah".

"Lha yang repot sekarang ini malah pedagang PKL itu minta direlokasi. Kita yang nggak punya duit. Sampai sekarang ini, masih 38 persen PKL yang belum direlokasi. Jadi, kalau masih melihat PKL di jalan atau trotoar, itu bagian dari 38 persen tadi".

Tampaknya, pemberdayaan pasar menjadi perhatian Anda?
"Oiya. Kita sudah merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru di tujuh lokasi. Jika dikelola dengan baik, pasar ini mendatangkan pendapatan daerah yang besar".

"Dulu, ketika saya masuk, pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8 miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10 miliar, restoran Rp 5 miliar, parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar. Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya banyak sekali, kok. Ini yang harus dilihat. Asal manajemennya bagus, enggak rugi kita bangun-bangun pasar. Masyarakat-pedagang terlayani, kita dapat income seperti itu".

"Sementara kalau mal, enggak tahu saya, paling bayar IMB saja, kita mau tarik apa? Makanya, mal juga kita batasi. Begitu juga hypermarket kita batasi. Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya. Rencananya dulu akan ada 60-80 yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang hanya ada belasan".
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
2.8K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan