- Beranda
- Komunitas
- Food & Travel
- Catatan Perjalanan OANC
[Catper] Keramahan Lau Kawar, Keangkuhan Flash Gordon


TS
insanpenyendiri
[Catper] Keramahan Lau Kawar, Keangkuhan Flash Gordon
Quote:
insan kecil berterimakasih kepada:
* Tuhan Yang Maha Esa -telah mengijinkan insan kecil ini melangkah, belajar dan menikmati ciptaanNya-
* My Lovely Mom
* Hardian -tlah sudi dibuat repot
-
* Bang Darta -untuk pinjaman tenda, informasi dan keakrabannya-
* Lau Kawar dan Flash Gordon -untuk keindahanmu
-
19 jam sebelumnya...
Medan
Siang hari Hardian sengaja meluangkan waktunya, mengantar aku menuju Simpang Pos -persimpangan jalan di kota Medan yang selalu ramai. Selain ramai oleh manusia, tempat ini juga diramaikan oleh angkutan umum yang siap melayani para penumpang untuk rute; Medan - Berastagi - Kabanjahe.
Aku turun dari kereta yang dikendarai Hardian, mengucapkan terimakasih dan berjalan ke salah satu angkutan umum.
(*kereta = sepeda motor)
Sendiri, di Berastagi...
Tujuh puluh kilometer dilahap habis oleh si setan jalanan. Pancur Batu, Sibolangit dan Bandar Baru, dilumatnya kurang dari 120 menit.
Sekarang, aku tiba di kota ini: Berastagi...
Selembar pecahan Rp.10.000 aku berikan pada sang kernet, sambil mulutku bertanya, "bang, kalo mau ke Lau Kawar gimana?"
"cari angkutan yang namanya Takashima, naiknya di belakang pajak", begitu jelasnya. (*pajak=pasar)
"iya bang, makasih", balasku.
Lalu angkutan itu berlari lagi, melaju kencang, beberapa saat kemudian ia menghilang. Tertelan oleh padatnya lalu lintas Berastagi.
"hmmm..., dasar setan jalanan"
15.15, angka yang terbaca di ponsel butut 'ku. Om Lambung protes keras. Mungkin, bila ia bisa berbicara, ia akan berkata demikian, "kira2 dong!, dari pagi belum dapet japrem nih!"
Mata merespon keluhannya. Ia segera berburu hidangan untuk menyumpal mulut Om Lambung.
Sebuah warung nasi sederhana terpilih untuk tempat makan sore itu. Selesai acara bersantap, aku merogoh kocek Rp.8000. Lalu mengikuti petunjuk si kernet: pergi ke belakang pasar mencari angkutan.
Rio namanya, bukan Takashima. Angkutan ini yang akan mengantarku ke Lau Kawar. Saat aku masuk ke dalamnya, Rio masih tertidur. Ia sedang menunggu muatan hingga penuh. "sabaaar".
Setelah setengah jam, Rio terbangun juga dan mulai berjalan.
Indah benar, Lau Kawar...
Jarak sepanjang dua puluh lima kilometer yang sudah dilalui Rio, mengantarku tiba di tujuan akhir, danau Lau Kawar. Pak sopir meminta Rp.8000 untuk ongkos. Jumlah yang kupikir wajar untuk perjalanan berdurasi 45 menit itu.
Ini adalah momen perdana kunjunganku. Aku berdecak kagum saat melihat Lau Kawar. Sapuan angin sedang menggoyangkan danau. Kabut terusir saat gerimis menitik, mengisi danau dengan mineral baru.
Asri, tenang, hening dan damai rasanya.
Danau dengan titik terdalam 27 meter ini dihiasi oleh hutan yang rapat di sebelah utara, sementara bagian selatannya dipagari oleh petak-petak ladang penduduk. Menciptakan kombinasi yang pas.
![[Catper] Keramahan Lau Kawar, Keangkuhan Flash Gordon](https://dl.kaskus.id/sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/hs734.ash1/162816_1520160288666_1374323871_1180196_7167175_n.jpg)
Malamnya aku beristirahat di area perkemahan. Tidur di dalam tenda kepunyaan bang Darta, pria tiga puluh limaan tahun yang bertugas sebagai pengurus di kawasan ini.
Mata belum terpejam, telinga masih menikmati alunan indah. Nyanyian kolaborasi dari karya binatang malam.
Semakin lama musik itu didengar, semakin meninabobokan aku. Dan aku pun tertidur dalam nyanyian alam.
Cerita pagi pra kunjungan
Rupanya Om Lambung terinspirasi kata "setan". Porsi sarapanku pagi ini seperti kerasukan setan. Dua bungkus mie siap saji dan sepiring penuh lontong sayur, ludes habis tak bersisa. Perut terasa padat. Semoga saja Om Lambung bisa menahan teriakannya dalam waktu yang lumayan lama.
Hmmm, semoga saja kedatanganku tidak membuatnya 'bad mood', adalah harap hatiku di pukul 07.43 WIB. Saat itu fokus mataku sedang tertuju pada gambar Sinabung yang baru saja dijepret.
![[Catper] Keramahan Lau Kawar, Keangkuhan Flash Gordon](https://dl.kaskus.id/sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/hs734.ash1/162816_1520160168663_1374323871_1180193_208652_n.jpg)
![[Catper] Keramahan Lau Kawar, Keangkuhan Flash Gordon](https://dl.kaskus.id/sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/hs734.ash1/162816_1520160208664_1374323871_1180194_4717745_n.jpg)
Diawali dengan doa kecil, pukul 08.50 WIB sepasang kaki mungil mulai merambah ke selatan. Dengan mengikuti arahan yang sebelumnya diberikan oleh bang Darta, aku menelusuri jalan aspal selama lebih kurang lima menit. Kemudian bertemu petunjuk arah bertuliskan "Gunung Sinabung +/- 3 km", lengkap dengan tanda panah mengarah ke kiri.
Pijakan jalur bukan lagi aspal, berganti dengan batu - batu bulat yang tersusun.
Jalur ini sebetulnya masih dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Namun, sepertinya hanya mobil-mobil pengangkut sayur yang biasa mondar-mandir di sini.
Pukul 09.05. Setelah berjalan selama sepuluh menit melewati bebatuan, aku menemukan pintu rimba -yang tanpa penanda itu.
sedikit uraian untuk menemukan pintu rimba
dari jalan berbatu: pendaki yang akan menuju Sinabung harus berbelok ke kiri, lalu berjalan di atas rumput-rumput liar sejauh +/- 50 meter. Selanjutnya, akan terlihat celah/'lorong' untuk masuk hutan. Setelah di dalam hutan, jalur akan menuntun ke arah kanan. Ikuti terus jalur tunggal ini. Jalur ini nantinya akan membawa pendaki tiba ke puncak Sinabung
Rimba datang, sudah bukan ladang...
Seperempat jam meniti jalur landai tanpa rehat akhirnya menggiringku ke Shelter I. Mungkin, dua atau tiga buah tenda bisa berdiri di tempat ini.
Melewati Shelter I, karakter jalur masih sama, berupa jalan setapak dengan selimut rimbunnya hutan.
* Tuhan Yang Maha Esa -telah mengijinkan insan kecil ini melangkah, belajar dan menikmati ciptaanNya-
* My Lovely Mom
* Hardian -tlah sudi dibuat repot

* Bang Darta -untuk pinjaman tenda, informasi dan keakrabannya-
* Lau Kawar dan Flash Gordon -untuk keindahanmu

Spoiler for :
Belum genap tiga bulan, dan ia juga belum bisa dikatakan sembuh dari sakit batuknya. Wajahnya masih pucat, terlihat belum fit, dan sepertinya..., suhu tubuhnya pun masih tinggi, demam.
Sebentar lagi aku berencana untuk bertemu dan menjenguknya. Hmm..., semoga saja kedatanganku nanti tidak membuatnya 'bad mood'
-14 Desember 2010, pukul 07.43 WIB-
Sebentar lagi aku berencana untuk bertemu dan menjenguknya. Hmm..., semoga saja kedatanganku nanti tidak membuatnya 'bad mood'
-14 Desember 2010, pukul 07.43 WIB-
19 jam sebelumnya...
Medan
Siang hari Hardian sengaja meluangkan waktunya, mengantar aku menuju Simpang Pos -persimpangan jalan di kota Medan yang selalu ramai. Selain ramai oleh manusia, tempat ini juga diramaikan oleh angkutan umum yang siap melayani para penumpang untuk rute; Medan - Berastagi - Kabanjahe.
Aku turun dari kereta yang dikendarai Hardian, mengucapkan terimakasih dan berjalan ke salah satu angkutan umum.
(*kereta = sepeda motor)
Sendiri, di Berastagi...
Tujuh puluh kilometer dilahap habis oleh si setan jalanan. Pancur Batu, Sibolangit dan Bandar Baru, dilumatnya kurang dari 120 menit.
Sekarang, aku tiba di kota ini: Berastagi...
Selembar pecahan Rp.10.000 aku berikan pada sang kernet, sambil mulutku bertanya, "bang, kalo mau ke Lau Kawar gimana?"
"cari angkutan yang namanya Takashima, naiknya di belakang pajak", begitu jelasnya. (*pajak=pasar)
"iya bang, makasih", balasku.
Lalu angkutan itu berlari lagi, melaju kencang, beberapa saat kemudian ia menghilang. Tertelan oleh padatnya lalu lintas Berastagi.
"hmmm..., dasar setan jalanan"
15.15, angka yang terbaca di ponsel butut 'ku. Om Lambung protes keras. Mungkin, bila ia bisa berbicara, ia akan berkata demikian, "kira2 dong!, dari pagi belum dapet japrem nih!"
Mata merespon keluhannya. Ia segera berburu hidangan untuk menyumpal mulut Om Lambung.
Sebuah warung nasi sederhana terpilih untuk tempat makan sore itu. Selesai acara bersantap, aku merogoh kocek Rp.8000. Lalu mengikuti petunjuk si kernet: pergi ke belakang pasar mencari angkutan.
Rio namanya, bukan Takashima. Angkutan ini yang akan mengantarku ke Lau Kawar. Saat aku masuk ke dalamnya, Rio masih tertidur. Ia sedang menunggu muatan hingga penuh. "sabaaar".
Setelah setengah jam, Rio terbangun juga dan mulai berjalan.
Indah benar, Lau Kawar...
Jarak sepanjang dua puluh lima kilometer yang sudah dilalui Rio, mengantarku tiba di tujuan akhir, danau Lau Kawar. Pak sopir meminta Rp.8000 untuk ongkos. Jumlah yang kupikir wajar untuk perjalanan berdurasi 45 menit itu.
Ini adalah momen perdana kunjunganku. Aku berdecak kagum saat melihat Lau Kawar. Sapuan angin sedang menggoyangkan danau. Kabut terusir saat gerimis menitik, mengisi danau dengan mineral baru.
Asri, tenang, hening dan damai rasanya.
Danau dengan titik terdalam 27 meter ini dihiasi oleh hutan yang rapat di sebelah utara, sementara bagian selatannya dipagari oleh petak-petak ladang penduduk. Menciptakan kombinasi yang pas.
![[Catper] Keramahan Lau Kawar, Keangkuhan Flash Gordon](https://dl.kaskus.id/sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/hs734.ash1/162816_1520160288666_1374323871_1180196_7167175_n.jpg)
Malamnya aku beristirahat di area perkemahan. Tidur di dalam tenda kepunyaan bang Darta, pria tiga puluh limaan tahun yang bertugas sebagai pengurus di kawasan ini.
Mata belum terpejam, telinga masih menikmati alunan indah. Nyanyian kolaborasi dari karya binatang malam.
Semakin lama musik itu didengar, semakin meninabobokan aku. Dan aku pun tertidur dalam nyanyian alam.
Cerita pagi pra kunjungan
Rupanya Om Lambung terinspirasi kata "setan". Porsi sarapanku pagi ini seperti kerasukan setan. Dua bungkus mie siap saji dan sepiring penuh lontong sayur, ludes habis tak bersisa. Perut terasa padat. Semoga saja Om Lambung bisa menahan teriakannya dalam waktu yang lumayan lama.
Hmmm, semoga saja kedatanganku tidak membuatnya 'bad mood', adalah harap hatiku di pukul 07.43 WIB. Saat itu fokus mataku sedang tertuju pada gambar Sinabung yang baru saja dijepret.
![[Catper] Keramahan Lau Kawar, Keangkuhan Flash Gordon](https://dl.kaskus.id/sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/hs734.ash1/162816_1520160168663_1374323871_1180193_208652_n.jpg)
![[Catper] Keramahan Lau Kawar, Keangkuhan Flash Gordon](https://dl.kaskus.id/sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash1/hs734.ash1/162816_1520160208664_1374323871_1180194_4717745_n.jpg)
Diawali dengan doa kecil, pukul 08.50 WIB sepasang kaki mungil mulai merambah ke selatan. Dengan mengikuti arahan yang sebelumnya diberikan oleh bang Darta, aku menelusuri jalan aspal selama lebih kurang lima menit. Kemudian bertemu petunjuk arah bertuliskan "Gunung Sinabung +/- 3 km", lengkap dengan tanda panah mengarah ke kiri.
Pijakan jalur bukan lagi aspal, berganti dengan batu - batu bulat yang tersusun.
Jalur ini sebetulnya masih dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Namun, sepertinya hanya mobil-mobil pengangkut sayur yang biasa mondar-mandir di sini.
Pukul 09.05. Setelah berjalan selama sepuluh menit melewati bebatuan, aku menemukan pintu rimba -yang tanpa penanda itu.
sedikit uraian untuk menemukan pintu rimba
dari jalan berbatu: pendaki yang akan menuju Sinabung harus berbelok ke kiri, lalu berjalan di atas rumput-rumput liar sejauh +/- 50 meter. Selanjutnya, akan terlihat celah/'lorong' untuk masuk hutan. Setelah di dalam hutan, jalur akan menuntun ke arah kanan. Ikuti terus jalur tunggal ini. Jalur ini nantinya akan membawa pendaki tiba ke puncak Sinabung
Rimba datang, sudah bukan ladang...
Seperempat jam meniti jalur landai tanpa rehat akhirnya menggiringku ke Shelter I. Mungkin, dua atau tiga buah tenda bisa berdiri di tempat ini.
Melewati Shelter I, karakter jalur masih sama, berupa jalan setapak dengan selimut rimbunnya hutan.
0
6.5K
Kutip
51
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan