Perjalanan kami menemukan akhir. Kami sudah tiba di kampung halaman keluarga Papanya Emi. Sebelumnya gue sudah beberapa kali kesini. Hmm. Bahkan ketika umur pacaran kami masih seumur jagung, gue sudah mulai menginjakkan kaki di sini. Di sini lah gue mulai membiasakan diri dipanggil Pirji dibandin...
“Nggak mau lagi sep**g-sep**g di mobil! Bikin keselek aja!” kata Emi, ngomel-ngomel sambil ngelapin mulutnya. Siapa sangka, masih pagi buta dan ngantuk sudah mulai menerjang, dapet serangan fajar dari calon bini? Haha. Gue ngakak nggak ketulungan. Cuma Emi yang bisa ngomong kata ‘sep**g’ ...
Baru lewat dini hari, gue sudah mendengar suara dari dalam kamar Emi. Tapi gue diri gue masih menolak untuk membuka mata gue. Hawa di rumah Emi yang sejuk dan ditambah empuknya sofa di ruang keluarga Emi membuat membuka mata gue berat. Lagipula, gue sudah mengenal Emi sejak beberapa tahun yang la...
Gue nggak berniat untuk menyakiti Emi. Gue melakukan ini semua di belakang Emi bukan untuk kembali membohongi dan mengkhianati dia, tapi gue hanya tidak ingin ada yang terluka dan sedih. Utamanya, gue nggak mau Emi yang pada dasarnya baperan menjadi kepikiran dan berujung berpikir untuk meninggal...
Makasih semangatnya ya, Mi. Hehe..tapi guenya males gimana dong? Walaupun draft sampe tamat udah ada ya.. Soalnya real story tanpa di bikin2 bumbu cerita halu demi viewers, cendol dan komen2 yg jauh dari inti cerita itu susah ngemasnya..wkwk..kalo sekedar poles cerita dengan bumbu biar rame mah g...